IBU YANG KAU BUANG
ihatannya ibu tidak m
cara dengan Damar. Aku pun memutuskan untuk mencuri dengar apa yang mereka bicar
i kalau ibu itu walaupun orangnya lembut, tapi juga cukup tegas. Sekali bel
rempuan berambut panjang itu hanya bersikap baik padaku jika ada maunya. Aku men
bu untuk memberikan kita modal. Mas Hendri sudah mendesakku un
ika. Sementara Tika dan Hendri tinggal dengan Bu Marni, orangtua Feni. Aku dulu pernah meminta pada Bu Marni
ti karena usaha Mas Hendri berkembang. Aku juga ingin seperti Mbak Tika, Mas. Aku juga ingin kemana-
a itu? Dia ada-ada saja. Tapi sejauh yang aku lihat, selama ini memang Tika dan Hendri selalu
, tapi susah sekali mem
k ibu! Jika kamu tidak berhasil, lebih baik pulangkan saja ak
ya sendiri. Padahal aku dulu tidak pernah meninggikan suaraku pada mendia
ku pasti akan membujuk ibu lagi. Tapi kumohon jangan mengatakan sep
membujuk ibu, kalau tidak, aku akan benar
kan melakukan apapun
ya sebutannya untuk hal seperti itu? Ah, entahlah aku tidak tahu. Dia terlihat sepe
ak tahu kenapa aku ingin pergi ke rumah Risma. Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya. Dia adalah mantan istri mendiang sua
seperti Mas Darman. Dari pernikahannya, mereka mempunyai seorang putra. Dani namanya. Tapi dia ikut
tranya. Rasanya aku ingin sekali bertemu dengan mereka. Ak
ya?" tanyaku pada sa
keman
n Temenggung
ukang ojek yang terlihat masih muda
ngsung memakainya. Kemudian aku naik di jok belakan
h sedikit jauh dari rumahku. Itulah sebabnya aku jarang berkunjung setelah Mas Darman tia
Aku menepuk pundak tukang oj
entikan laju motornya, lalu m
at ke sekeliling. Mencoba meng
erasa kalau rumah itu adalah rumah Risma. Aku masih mengingat pohon mangga yang tumbuh di depan rumahnya. Pohonnya
rku sembari turun dari motor, l
i, Bu?" tanya
nerimanya, kemudian aku merogoh selembar kertas seratus ribua
erlihat berbinar, "Ini ... i
a, ini rejeki. Ti
Bu," sahutnya sembar
ang ojek tersebut mulai menjauh. Andai saja Damar mau bekerja apa saja seperti tukang ojek itu, aku pasti senang sekali
i dengan wanita lembut itu. Risma adalah pribadi yang sangat lembut. Dia mudah sekali untuk ber
ar rasanya. Setelah tiba di rumah Risma, aku mengetuk pintu berc
n dari dalam. Padahal aku sudah mengetuknya berkali
elisah. Hatiku tampak
u mencari
ang wanita muda berdiri
sma. Ini benar r
rahku. "Iya betul ini memang rumah Bu Risma, tapi maaf. Ap
tidak percaya dengan ap
sma sudah mening
... Risma." Aku membekap mulutku mendengar meni
Rumah Bu Risma pun tak berp
kasih banyak, Mbak. S
u. Sama
atas berita kematian Risma. Rasanya hatiku tera