Pembalasan Arwah Seorang Istri
tak mengerti dengan apa
ang ke rumah dulu. Mau ambil uang." Lalu, Lilis beranjak dari duduknya
erumahan yang tak jauh dari rumah Ningsih. Semua orang yang berada di kampung itu terasa sangat asing bagi Tari. Orang-orang yang Tari lihat semuanya cenderung
ar
ubuhnya saat sadar ada yang membangunkannya. Ia sendiri merasa heran, karena biasanya, jika Marni atau Sella ya
tangan kekar itu menggoncan
ek mata yang belum sepenuhnya terbuka dengan lebar. Ma
, sudah beberapa Minggu Tari tidak bertemu den
tang. Bangunlah, matahari udah mulai meninggi. Jangan jadi pema
sembari memegangi hidungnya yan
sih tertutup dengan rapat. "Lihat, diluar sana sudah sang
ri akan bangun
belakangan ini, dan juga tentang mimpi yang hampir tiap malam ia alami. Mimpi yang terasa sangat nyata baginya. Karena Tari tahu, ayahnya t
a sama Ayah?" Budi berjalan mendekat pada Tari yang masih d
ya dengan apa yang dikatakan oleh Tari. Meskipun Budi terlihat sangat sayang pada Tari
ah terlebih dahulu bicara pada suaminya, bahwa Tari tidak ingin lanjut kuliah. Marni membohongi Budi, jika Tari ingin fokus belajar menari dan tidak ingin melanjutkan untuk kuliah. Budi ya
ini, Tari ser
u disini
ke dalam kamar Tari yang pintunya memang tidak
ta makan dulu, yuk," aj
an beranjak dari duduknya dan keluar
amu ngadu yang enggak-enggak sama ayah kamu!" a
spresi wajah Tari yang sudah tidak lagi takut padanya, mencoba mencubit lengan Tari. Belum juga tangan Mar
di bagian pantatnya. "Kamu doron
enutup mulutnya yang hampir saja mener
i. Karena sedang emosi, Marni lupa jika suaminya kini sedang berada di rumah. Pa
hendak duduk di kursi untuk sarapan, mengur
apa, Marni? Ngapain kamu duduk di lantai?" Budi terperangah melihat istrinya yang sedang terduduk
aku di
tadi, Yah." Tari me
arni. Ayo cepetan bangun
gak jatuh sendir
lagi Tari memotong ucapan Marni. Lalu Bud
ar dari kamarnya. Sementara itu, Marni ter
n kakinya kembali menuju ruang makan. "Bukannya bantui
menyangka ternyata Tari yang selama ini selalu menuruti perintahnya dan takut padanya, kini berani melawannya. Jangankan untuk melaw
sebelumnya, jika Tari ingin mendekati ayahnya, Marni selalu sigap untuk mendahului mendekati
rdiri sendiri. Tangannya memegangi tubuh bagian belakang yang terasa sangat sakit. "Aw ...
dapannya. Wajahnya berhadapan langsung dengan cermin. Saat matanya tak senga
ghhh