Serumah dengan Mayat Hidup
ama memerhatikan gerak kucing. Satu detik, du
nazah Pakde. Jenazah Pakde benar-benar dilangkahi kucing hitam
engan tatapan lega, karena mayat Pakde tidak
," Mbak Lasmi tiba-t
rbuka. Lebih tepatnya melotot. Semua mendekat ke arahnya, termasuk aku dan Mas Ojan. Herannya, tatapan Pakde bukan pada anak-anak dan menan
ta-ma ... ma-yat hi-dup i-tu ...," P
itu?" Aku langsung
memutar seperti p
Pakde?"
ak Lasmi m
de menjadi kejer, matanya melot
Panggil M
kde sudah k
ritual dan tata cara membuat mayat tetap seperti o
" Tanya
at seperti orang hidup dengan menjalani ritual khusus. Sayan
ihat saat Bapak melakukan ritual itu kema
alat ritual itu diletakkan di samping jenazah. Tungku sesajen dinyalakan lengkap dengan kepulan dupa. Kelapanya diketuk-ketukkan ke lantai
han Pakde!" C
bak Lasmi lalu membanting sapu
segar," ucapnya de
kami. Satu persatu dilihat, mulai dari Ratih, Mas Jasin, Mas Ojan dan juga aku. Dengan keringat dingh perawan," lan
takut. Ia menurut saja saat tangan kirinya diangkat Mbak Lasmi. Pisau siap dihujamkan. Sebelumnya, pisau itu diayun-ayunkan dulu di udar
au bukan Ratih, berarti akulah target selanjutnya. Ingin aku lari dari tempat ini seandainy
asmi menunjukk
penuh keyakinan. Biar saja, aku bersedia dikataka
, Mas Ojan tiba-tiba menjulurkan sat
as ...,"
tas mengambil pisau dan menggoreskan di sa
g perawan. Setidaknya aku masih perjaka
atas tungku sesajen bercampur dengan kepulan dupa. Nihil, beberapa saat ditunggu Pakde tetap saja kaku. Tak berg
yang Mbak lakukan
iam saja. Setelah darah di tangan Mas Ojan habis, Mbak Lasmi mer
a menyeret tubuh Pakde keluar rumah. Susuah payah Mas Ojan mengangkat jenazah Pakde sendirian ke dalam mobil. Dengan mob
*