Serumah dengan Mayat Hidup
yang mati. Tanpa banyak bicara, Mas Ojan berputar balik dan mengulangi perjalanan dari awal lagi. Sementara suasana mulai gelap. Kami bingung antara me
n ke rumah Pakde?" Mas
pe rumahnya, ada kuburan besar di kiri jalan. Kayanya
a sekarang c
melaju pelan. Ada jembatan rusak di depan. Kondisi jalannya memang
rlip cahaya di kejauhan. Semaki
kit menyesal setelah berucap, sebab
dengan seksama ke arah cahaya dan suara tersebut. Ternyata segerombolan orang mengusung amben bambu. Mobil otomatis terhenti kar
turun," put
u melarangn
mungkin puta
ju pelan itu, kulihat dari mereka banyak yang menangis. Ada juga bapak-bapak yang memberi ab
tanya," tunjuk ses
i berurusan dengan mereka, sempitnya jalan
Kaca mobil di
a. Sedangkan aku hanya memejamkan mata meski sedi
," pinta se
entar," uca
pilihan; membuka kaca. Menerobos ak
Tanya M
ampai. Perjalanan dari rumah sudah beberapa ja
cepat sampai juga, sudah mal
an. Kami akan berjalan di belakang, kalau ndak b
ku menggeleng kuat-kuat pada Mas Ojan. Lagipula tak jauh dari arah
sana," tunjukku memberi tahu. Padahal, seba
umah dukun, buka
tu mayat?"
menguburkan. Kami akan me
mbuatku semakinuk a
yang bisa membiarka
bali?" Tan
ap bisa hidup bersama kami. Makan, minum, berjalan di sekit
apa ini? Aneh d
geram membuat Mas Ojan melirik dan
a yang meninggal, dan sekarang maya
bukan justru menangguhkan dengan cara tidak wajar. Seperti haln
keluarga yang tersisa. Aku harus mempertahankannya untuk menemani kesendirianku
. Tapi, aku nggak bisa membawa mayat itu ke dalam mobil. Kalian boleh teta
lam mobil. Empat orabg lagi memikul amben berisi mayat. Entah ketidakwarasan macam apa yang kami hadap
rjalan, berhentilah mere
ucap seseorang y
juga kami tuju. Mungkin rumahnya berbeda,
akangnya? Atau di seki
g kami tuju. Rumah dukun
tu, mulutku menganga lebar.
*