Saat Istriku Memilih Mati
ihan? Korban
nya? Apakah yang mereka m
kan oleh keluargaku di kampung. Jika kali ini aku mengulangi kesalahan dengan tidak pedu
kan, aku harus mene
lan mendekati kedua mertuaku yang bahu
a waktu. Ada yang harus Amri selesaikan di ka
lah yang
aha mencari tahu. Kak Ita m
erlu bapak
mantunya yang kurang ajar. Sementara aku send
a duduk perkaranya bagaimana. Ini kesana untuk mencari t
au pulang b
ri pasti kembali untuk anak-a
dibohongi. Bapak dan Ibu harus tahu menjawab apa kalau nanti mereka tany
ka penuhilah janji yang kau ucapkan pada mereka. Jangan sekali-sekali mer
, karena itu juga yang berulang kali isi pertengkaranku dengan Mega, tak heran ia sangat jengk
stabil dan tak ideal membuatku tak memiliki sosok panutan, it
berusaha untuk
engan seksama. Ia kurang lebih sudah mengerti apa yang orang dewasa perbincangkan, o
keluar dari mulutku, sebuah janji yang akan menja
ini dulu sama adek-adek, jangan na
lama-lam
ayah cepat beres, a
nji
an
ayi nanya-nanya bun
rgi beliin Rayi dan adek Ali lego
ggelen
engennya ayah cepet balik aja b
keningnya. Betapa baik dan dewasanya ana
-kuat aroma tubuh mereka. Bekalku pergi untuk sementara agar setiap selku mengin
tnya meminta ijin HR untuk mengambil sisa jatah cuti, setelah disetujui lalu
aku sudah kemba
*
ke kampung, ingatan akan m
nlah anak kandung bapak dan ibu, melainkan anak dari Bu Reni -
ai Ibu dan Bapak sebenarn
raktis membuatku dan Kak Ita diangkat ana
enaruh hormat kepada mereka berdua. Bude dan pakde memiliki anak selain aku dan Kak Ita yang berjuml
ak Santi, demikia
ulus-mulus saja, kami diperlakukan berbeda karen
nja dengan makanan dan mainan, maka dibaliknya adalah kami yang sudah keny
mah tangga seperti menyapu, mengepel, menyuci baju dan piring. Jika Kak Ita lal
ak dipukul terus-terusan. Sosok bude dan pakde bagiku dulu sangat mengerikan. S
an yang bukan merupakan bagianku. Tak ada kemewahan menggunakan popok sekali paka
ontang panting untuk menyalurkan kekesalan bude dan
di kamar yang dijadikan gudang, beralaskan
melawan. Saat itulah titik balik perubahan perlakuan mereka pada kami. Layaknya p
peninggalan kakek dari garis abah yang merupakan bapak kandungku, sehingga
hati peristiwa masa lalu dan berusaha memaafkan se
hormat dan pengabdianku akan berbalas serupa. Lalu ini a
ngharapkan perlakuan mereka pa
pir tengah malam. Sengaja tak mengabari siapa-siapa, bahkan Ka
, seperti halnya dulu kami yang disuruh tidur di kamar Kak Hendr
an ransel di sampirkan di pundak ser
r gelak tawa ramai dari dalam rumah. Dengan lirih mengucapkan
ang berada di dala