Pengasuh untuk Pengeran Lumpuh
berbicara dengan posisi tetap seperti yang dilakukannya s
i kampung. Menurut info, gadis itu masih SMA, di kelas 11. M
mengerti. "Selain
ehan. Tapi - sepertinya akan putus, men
ih Daren. Kamu boleh pergi." Pria
a sedikit sebagai bentuk rasa hormat dan salam. Setelah
benar seperti y
*
Seorang wanita duduk di sofa dengan bersidekap dada. Tatapa
adis itu baik dan pintar. Papa
ama nggak setuju! Mau di bawa ke mana wajah mama
jadi ... untuk apa kita mencari sederajat dengan kita? Lagi pula - lihat kondisi Tio, Ma! Dia lu
ung itu?! Dia juga mau kekayaan kita,
a. Percayala
ke! mama akan coba percaya setelah
*
a? Perkembang
ehan datang mera
enanyainya tentang perjodohan itu. Dari sudut mataku, Lea sama te
ke arah Rehan. Seolah tak terjadi apa-apa. Dan
ang ke aku, ya?" Rehan mengu
l. "Itu teman kamu
an bibir. "Aku
eman kamu." Aku terkekeh m
an mencubit pipiku gemas
ta jengah. "Iya, ya
pan Lea. Dia beranjak pergi
ikirkan banyak hal yang harus ku terima ke depannya
nerima diputuskan begitu saja. Kecuali -" Lea menggantung
a?" tanyaku
, dia se
pun juga Rehan tidak akan seperti itu,
n ke gue! Sudah memperlihatkan fakta, kalau gue nomor
in di dunia ini, Nara. Tuhan bisa saja mem
a yang tidak mungkin. Uh, kalau begini, aku merasa galau jadinya.
kecil. "Ya ma
n sesungguhnya pada Lea. Tapi - bagaima
cowok itu l
ea menatap
" Bukannya membalas sesua
a sudah bertemu?" t
lom
ertarik. Terlihat dari
calon suami gue. Namanya Tio. Dia adalah cowok pewaris perusahaan.
seri
akan terombang-ambing. Satu sisi gue nggak ingin kehilang
, mau nggak mau lo harus menyetujui,
ak memperbolehkan gue sekolah setelah hidup bersama dia. Itu akan men
ari di tahan jatuh begitu saja. Lea ikut
- lo harus mengorbankan salah satunya. Apa
baik buat gue, Le. Nggak seharusnya dia punya cew
ahin diri lo begitu! semua orang punya sisi sempurna yang berbeda, termasuk lo. Believe in yourself, Nara!" Lea mengang
k boleh lemah, ini baru awalan. Belum masuk ke dalam konflik
*
Sampai jumpa minggu depan." Tutup Guru pengaj
yang ditunggu-tunggu sedari tadi datang juga. Satu
" Sapa Rehan
Senyuman yang tak pernah pudar di bibirny
s mengatakann
benar terjadi. Apa hatiku siap dengan segala kemungkinan yan
pa, Ra?" t
i curiga akan sikapku yang
pku dengan wajah sedih. Tapi ... di satu sisi, matanya memberi
nggu Guru selesai ngajar dulu." Aku tidak bo
piku lembut. "Utu
pai saat ini, Rehan lah yang sering membuatku tertaw
sambu