Perawan Satu Malam
tasannya yang masih duduk dengan pandangan kosongnya. "Sudah s
Steve membuat Ben semaki
alah yang menimpa atasannya itu bukan masalah sepele. Dalam hatinya Ben berharap semoga masala
tasannya yang masih setia dengan lamunannya. Ben menarik napas dalam sebelum menegur atasannya
tak dapat ia sembunyikan lagi. Bingung lantaran asistennya berada di dekatnya dan menatap dirinya penuh tanya. Ben mungkin penasaran kenapa bosnya ini bengong sampai tak menghiraukan teg
ve masih menatap asistenny
menjawab seakan tidak takut kena semprot
rbeda. Tatapan yang semula heran kini berganti dengan tatapan penuh
Habis sudah riwayatnya. Pasti setelah ini
"Kenapa kau diam saja, Ben?" seru Steve, tanpa menunggu jawab
ak
sepertinya saat ini mood nya sedang tidak baik-baik saja. Kala
keras itu mengundang perhatian mereka, termasuk resepsionis. Mereka kompak mengelus dada lalu menundukkan kepala k
segan-segan Steve memecat tanpa hormat karyawan yang berbuat curang. Ketika bersama relasi bisnisnya pun begitu tidak jarang dia membatalkan sepihak kerja samanya lantar
entik bibir tipis dan netra berwarna biru. Ketampanan Steve tidak dir
tadi malam dengan mata kepalanya sendiri Steve melihat wanitanya bercumbu d
hi undangan kolega bisnisnya. Hanya undangan makan malam biasa
k. Betapa kagetnya dia kala melihat pemandangan di dalam kotak besi yang tinggal beberapa senti lagi akan tertutup. Terlihat jelas di dalam sana kalau si wanita itu adalah kekasihnya. Meskipun ia hanya melih
buat amarah Steve kembali memuncak. Bahkan pintu ruangan yang tidak be
an. Sudah dua kali dia dibuat terkejut seperti ini, apal
dak bisa dihubungi. Tepat jam sembilan tadi tiba-tiba Steve menelpon dan meminta untuk menjemputnya di hotel semalam dengan membawa setelan formal lengkap. Ben kira atasannya itu tida
ke dalam ruangan Steve. Sesampainya di da
tu karena dirinya merasa tida
ntu dulu," kata Steve masih menatap asist
nya ia terus mengutuk atasannya itu. Biasanya dia langsung masuk begitu saja ketika seda
meminta maaf karena tidak mungkin dia memban
an kursi kebesarannya. Netra tajamnya masih setia menata
untuk menarik napas saja rasanya sulit. Apalagi kala ia melirik wajah atasannya mel
dan sedikit mengurangi sesak yang Ben rasakan. Set
kan ucapannya sudah disuguhkan dengan sesuatu yang berhasil
hingga emosinya memuncak. Biasanya kalau ada client yang membatalkan kontrak kerja tidak pe
gan tangan menumpu di atas meja. Napasnya tersengal men
dengan tatapan penuh amarah. Tidak salah Ben menjuluki masuk ke dalam kandang sin