Perawan Satu Malam
ai kamar hotel. Mendesah pelan kala mendapati p
i kandang singa," keluhnya seraya mengangkat baju
bisa ia kenakan untuk menutupi tubuhnya. Hingga tatapannya ter
ha. Beruntungnya kemeja itu berwarna gelap bisa menyamarkan bagian tubuhnya yang menonjol yang tidak ada pelindun
ap-endap seperti maling yang takut ketahuan warga. Menatap sekitar dan memastikan kalau ya
ift tanpa ada yang melihatnya. Dengan tangan gemetarnya ia m
ajahnya yang terlihat menyedihkan. Setitik air mata kembali jatuh membasahi pipi mulusn
pus air matanya kala sebentar lagi kota
ntung meskipun acak-acakan masih bisa ia atur dan bisa menutupi
alan dengan secepat mungkin agar bisa sampai di depan hotel tanpa ada yang mengenalinya. Beruntung pagi
*
sandar di kayu berbentuk persegi panjang dengan suara isak tangis yang sesekali ia tahan. Ingin
elakukannya karena takut m
enikah dengan istri barunya dan jangan lupakan wanita itu
ternyaman untuk pulang tidak ubahnya
mal, nyatanya itu tidak bertahan lama. Baru dua bulan dia menikmatinya
ersisa, setelah ini ia yakin hidup
kotor Ma..." Viona tergugu sambil terus meracau. Seakan
enopang tubuh lemasnya. Viona meringkuk di balik pintu, rasanya ia tid
Viona tinggalkan. Menyisakan sosok laki-laki bertubuh kekar dengan wajah luar biasa tam
, namun pergerakannya seketika terhenti kala merasa
tuk memastikan kalau wanita itu b
ak mendapati wanita yang ia tid
engan selimut yang menutupi area bawah perutnya. Masih dalam keadaan polos, semalam dia
aki-laki hidung belang. Ternyata tebakannya salah mengingat semalam bagaimana ia menerobos masuk dinding pertahanan wanita itu. Apalagi ketika ia bangun sudah tidak mendapati dia berada di si
t dalam diri Steve. Dia sudah
i kamar ini!" tukasnya. Bak di film film saat ini Steve seper
da di kamar ini sih?!" desahnya pelan.
aaf mungkin! Akh... Biarlah, suru siapa dia m
nya, siapa tahu bisa membuat pikirannya jernih. Setidaknya dia bisa mengamb
ndi dengan handuk melilit di pinggangnya. Dengan langkah go
a di sana. Semuanya ada hanya satu kain itu yang tidak ia temukan. Sem
t kain berwarna merah maroon di sana. Sekelebat bayangan wanita itu memakai
ya sudah tidak layak pakai. Sekarang Steve paham kenapa kemeja
pel gigit itu sudah berada dalam genggamannya. Menekan tombol power, beruntung benda itu masih menyala karena kalau tidak bisa di
ar menjemputnya di hotel tempat ia berada
*
el. Memikirkan sosok wanita misterius yang ia renggut paksa kesuciannya. Sedikit titik terang datang menghampirinya kala tadi ia berpapasan dengan
but lantaran rasa acuhnya lebih besar dari rasa bersalahnya. Lagian siapa suruh be
li. Ben melirik atasannya itu melalui spion. Terlihat Steve diam dengan tenang, lebih tepatnya me
apa. Ingin rasanya ia tepuk bahu laki-laki itu sayang seribu sayang tidak bisa ia realisasikan lantaran saat ini dia
dengan kemudinya. Biarlah nanti setel