LIES AND TRUTH
aku tidak tahu ke arah mana aku harus pergi. Setelah membaca petunjuk arah yang dikirimkan padaku, ternyata petunjuk itu tidak masuk akal, jadi aku mengambil ponselku dan membuka Google Maps.
elaju melewatiku. 'Bagus,' gumamku, menegakkan tubuhku. 'Oh, bisakah Anda membantuku?" Aku mencegat seorang wanita berpakaian rapi, tapi dia hanya melambaikan telepon genggam ke wajahku sebelum menempelkannya kembali
ukan tempat tujuan, dan hanya sepersekian detik untuk menyadari bahwa akan membutuhkan waktu lebih dari lima belas menit untuk berjalan kaki. Atau pincang. Kakiku mulai
mencari taksi yang tersedia di tengah lautan mobil-mobil hitam. Lampu indikator satu mu
keseimbangan. Aku terhuyung-huyung, kehilangan pijakan di tepi trotoar, sepatu hak tinggi yang telah melumpuhkanku sepanjang pagi menentukan nasibku. Tanah da
kupejamkan mata dan menunggu lempe
u tidak
k, tidak ada rasa saki
k, ada benturan, tapi posisi jatuh yang lembut, dan posisi tubuh masih tegak. Lengan ku terlipat di depan wajahku, terjepit di antara dada dan sesuatu yang kok
eorang pria, dengan
usnya menegakkan tubuhku. Seharusnya saya naik taksi itu sebelum terlambat untuk wawancara. Namun, tak peduli seberapa keras kuteriaki diriku sendiri
tik-bintik hijau menatap tajam padaku dari balik kacamata berbingkai tebal yang berada di atas hidungnya yang mancung. Matanya, yang dibingkai dengan bulu mata yang panjang, terlihat berat dan seperti malaikat, hampir feminin, dan menatap aku dengan tatapan malas, hampir geli. Ya Tuhan, hanya
erubah, seperti dia menyadari bahwa dia sedang diamati dan memutuskan untuk menunjukkannya dalam cahaya terbaiknya. Bahannya
angan pintu ketika dia menarik pintu ke belakang. Aku melangkah mundur dengan kaget. Dia bahkan tidak menatapku, bahkan tidak menyadari bahwa dia telah meninggalkanku terdampar di pinggir jalan. Yang kulihat adalah punggungnya yang bidang di balik blaz
bahwa dia telah menyelamatkanku dari kejatuhanku. Atau bahwa dia adalah seorang bajingan yang tampan. Aku ingin dia menatapku agar aku bisa melemparkan ta
yang sedang melaju. Dia perlahan-lahan menoleh dan melihat ke luar jendela belakang. Taksi itu mungki
ya terlalu lama hingga taksi itu hilang di antara
rbang ke udara sekali lagi, tapi aku tidak be
ulakukan. 'Permisi,' saya bernyanyi sambil bergegas menyusuri jalan dengan kaki telanjang, berkelok-kelok dan menghindari semua orang yang menghalangi jalan saya. Kaki ku
ta aku tidak