Geger di Bhumi Manggala
h menyisakan semburat merah ya
ang diri tanpa rasa takut sama sekali, karena kademangan Mandura adalah Kadem
diri di sisi jalan setapak yang akan di laluinya itu. Semakin terus Bondan berjalan, semaki
k juga dari tempatnya. Maka, Bondan
mat s
." jawab perempuan itu
berkata Bondan di dalam hatinya yang justru ia merasa kegirangan sendiri. "K
akut pulang sendiri. Sedangkan saya, tidak tahu harus minta diantar p
tik yang mau di antar pulang." kata Bondan lagi di dalam hati
kah saya tidak me
is dari sawah. Dan tadinya mau pulang kerumah. Tapi Ka
ah saya j
i biasa jalan jauh." sahut Bonda
nama Kakang.
ya yang tidak gatal, "Iy
aru saja saya akan mengatakan kalau nam
rangan di puji seperti itu
hu. Nama saya tidak se
orang-orang, perempuan cantik memang suka jual mahal. Tak apalah,
ita bisa jalan sekarang
an ikuti saya." jawab perempuan ya
Tunggu." s
perempuan itu b
arah hutan. Tidak menyus
polos tidak menangkap keanehan itu. "Saya lupa mengatakan k
juga
h saya jauh, kang. Apakah kakang ma
e ujung duniapun a
benar,
" ujar
telah berjalan menyusuri gelapnya Hutan Jati. Matahari di ufuk barat telah
ang tampak berkumpul di halaman rumah Demang Mandura
nya dengan wajah suram dan raut kemarahan hatinya, sedangkan istrinya yang dud
ah anakku Gandini telah di te
Demang mencari anak kita
Gandini tidak juga aku temukan," jawab Ki Gandara, "tidak masuk akal. Betul-betul tidak masuk akal ini.
laki-laki yang cukup tua tampak ber
Wista?" tanya Ki Ga
Demang. Kami juga belum dapat menemuka
utnya, "tapi ini penghinaan buatku, buat seluruh Mandura. Kademangan yang terkenal aman dan makmur tiba-tiba di coreng nama baiknya k
tapi kami memang belum menemukan
sama kepada pimpinan pengawal itu. Tetapi hasilnya sama, nihil. Pimpin
an kerja orang-orangnya. Terutama para pen
ini itu hilang di culik demit, ditelan setan!" sahut Ki Gandara dengan kemarahan yang menghe
gitupun dengan orang-orang yang berkerumun di halaman rumah Demang Mandura. Bahkan, beberapa sa
Ki Demang pada Ki Yudaya sebelum
a, Nimas Gandini segera
ulai merasa heran. Sudah lama mereka berjalan menyusuri hutan yang gelap, tap
ri sudah mau larut malam, tapi kenap
rempuan itu dengan suara yang pelan, ba
Adik k
perempuan itu jatuh tersungkur ke tanah, terdengar ia meng
a jatuh dan pingsan?" ujar Bonda
uan muda itu, tiba-tiba ia menjadi terkejut. Dengan bantuan sinar rembulan yang menembus kege
kenapa bisa me
nnya. Namun gadis itu tetap tidak bergeming sedikitpun. Se
n Gandini seperti ini. Aku yakin Ki Demang tidak akan mau mendengarkan. Pasti
i meninggalkan Gandini yang ter
juga baru kembali, setelah naik ke pendapa rumahnya, ia tampak masih mondar-m
imas Gandini Ki Demang." sahut Ki
ng wajahnya semula nampak muram kini menj
utan Jati, Ki Demang. Dia baik-baik saja
pa. Yang penting anakku sel
orang-orang ke
inya yang berada di dalam rumah, mengata
aja hampir putus asa dikarenakan kehilangan an
n, keduanya menunggu orang
diatas tandu dan di gotong oleh empat orang pengaw
mengangkat tubuh anaknya di kedua lengannya dan membawanya
Ki De
Gandini yang telah tersadar dari pingsannya dan keada
k yang akan menyeret orang itu dan menghukumnya dengan hukum gantung kalau per
mpak enggan menjawab apapun secara jelas, "Saya tidak ingat kenapa saya bisa ada di Hutan Ja
nyembunyikan sesuatu dari kami
ak menyembunyika
lah Gandini beristirahat Nyai. Mungkin dia masih lelah. Jangan kau terus memaksa dan
ela napas dalam-dalam, iapun memb
dara lalu meninggalkan ruangan kamar
n di dalam kamar. Dan Gandini langsung tahu angin apakah itu.
dak seperti sebelumnya, ujud perempuan itu kini tampak terasa nyata. Bahkan, Gandin
meminjam tubuhnya, hampir saja ia celaka karenanya. Dan kini ia menjadi ker
encari alasan. Katakan saja ba
aya, Nyai. Sedangkan saya anak ora
a. Kamu bisa menuduh pemuda itu, bahwa dialah yang telah menculikmu. D
emuda it
siapa dia. Yang terpenting,
paklah Nyai Gandara masuk dengan raut wajah penasaran sembari melihat ke seisi ruangan
iapa Gandini? Siapa pemu
ku hanya teringat kalau malam itu entah bagaimana caranya tiba-tiba saja aku berada di dalam H
nya yang tengah duduk diatas pembaringannya itu. "Lalu, ap
andini tidak meneruskan kata-katanya, ia malah terisak hebat. Sehingga isak
s, tentu saja Ki Gandiri segera
a a
yang menimpa dirinya di d
, sehingga tanpa sadar meninggikan nada suaranya. Tetapi, iapun segera m
k saja, kemarahan Ki Gandara seketika memenuhi seisi dadanya. Tanpa menunggu hari esok, ia langsung
angkat untuk mengepung dan menyasar seluruh Hutan Jati untuk men
andini yang wajahnya tampak agak tegang. Bagaimanpun, ia menjadi cemas dan meraba-raba, apakah di dalam Hutan
membenahi selimutnya. Terasa sapuan lembut tangan ibunya itu mengusap-usap kepalanya. Sehingga perlah
•