WIBU VS KPOPER
usan itu
tkan dirinya di salah satu kursi yang ada di depan pria itu. Ezra bertanya, hampir-hampir
apa kali pertemuan mereka yang masih sangat dini, bahkan masih bisa dihitung jari. Berdehem satu kali, gadis berambut panjang yang digelung rendah te
ng dengan jelas di wajah Ezra Atmadjaja kala memikirkannya. Kedua bola mata
ganmu, itu mema
ngikutinya macam anjing patuh pada majikan kesayangan. Semoga itu tidak bertahan lama, atau nanti mungkin Nar
pannya seperti tadi setelah dia memberi pesan singkat bahwa dirinya sudah sampai. Entah penglihatan Nara yang terlalu bagus atau hal lain, Ezra tida
gan sekaleng cola dingin, Nara menerima dengan senang hati, mengucap terima kasih sat
sih terarah pada gadis di depannya, mungkin sekedar menghargai kalau-kalau Nara tidak suka waktu makannya diinterupsi pembic
sudah lebih segar dibandingkan muka sembabnya beberapa saat lalu. Meski diam-diam, melihat hal itu membuat Ezra merasa bersalah juga. M
Ezra tadi, Nara mulai membuka topik pembicaraan, "Maaf, kem
u juga salah karena berusaha mengulik informasi tentangmu tanpa memikirkan dampaknya bagi dirimu
duduk membuat pria itu jadi sedikit merasa tidak
segera," balas Nara sembari membuka tutup klip cola. Dia menatap Ezra sejenak sebelum berkata, "
ama pertemuan keduanya, dimana Nara saat itu bahkan tak keberatan diabaikan, tidak merajuk, pun minta pulang seperti wanita yang sudah-sudah. Berbeda deng
menarik, s
dan tampaknya Nara pun mengharapkan dia lebih berinisiatif melontar apa yang ada di pikiran. Tapi rasanya buntu, alih-alih membuka mulut buat bertanya, dia malah ter
sa terlihat seksi begitu. Sial, s
seperti Nara sudah populer sejak dulu, dan sesiapa pun yang pernah merasai bibir tipis itu jelas merupa
ah kaget, sedangkan Nara malah tertawa geli, yang mana baru
itu, uh, ap
h, s
ggelam ke dalam lubang cacing saat merasa malu di novel modern untuk remaja, maka sekarang pria itu merasakannya. Dia malu. Ralat, sangat amat malu sekali, lebih tepatnya, apalagi ketika suara tawa si g
an Agustus menatapnya lagi, masih dengan sisa
bersantai menikmati waktu mereka, menatap wajah Ezra yang memang tampak datar, namun sepasang m
, "Aku tidak pernah menyetujui rencana seseorang karena kasihan, apalagi antek-antek semacamnya. Itu sangat menyebalkan, tahu?" Ada jeda yang diambil, ada napas yang diemb
serta kafetaria penuh pembicaraan di sekitar, mereka sepakat untuk meneruskan renca