Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Gairah Sang Majikan
Di sebuah pemakaman, seorang wanita cantik bermata hitam tengah berdiri menatap gundukan tanah baru yang masih basah. Awan hitam pekat di atas kepalanya sudah memayungi seperti tahu bagaimana perasaan gadis yang tidak meneteskan air mata sedikitpun.
Dia melihat dengan jelas bagaimana kakaknya dihabisi di depan matanya malam itu dengan sangat keji. Bahkan teriakan kakaknya yang mengiba tidak juga membuat hati si pembunuh luluh. Sangat kejam.
Rianne Lopez, adalah wanita berusia 27 tahun. Memiliki kedai kopi di pinggiran kota, tidak jauh dari tempat tinggalnya. Karena sudah larut dia memutuskan untuk pulang karena pengunjung juga sudah tidak ada yang datang.
Di jalan tiba-tiba saja gerimis turun, membuatnya berlari kecil karena tidak ingin tubuhnya basah jika tidak segera sampai di rumah.
Dia tinggal bersama saudara laki-lakinya Arche yang berusia 32 tahun, pria yang baik dan penuh dengan perhatian, tidak ada celah keburukan di mata Rianne untuk Arche kakaknya.
Tetapi kenapa pria-pria jahat itu dengan kejamnya mencabut nyawa yang bukan miliknya? Bahkan pihak berwajib seolah menutup mata dan telinga mereka dengan kasus yang menimpa saudaranya.
“Kak … Kau berbohong, kau mengatakan bahwa kau akan selalu menjaga dan bersamaku selamanya, tapi ….” senyumnya kecil tercetak di bibir mungilnya dia melanjutkan “Tapi kau meninggalkanku, kau melupakan semua janjimu, apakah kali ini aku boleh membencimu?”
Nada suaranya pelan dan dingin, siapapun yang mendengarnya pasti akan merasakan bagaimana rasa sakit yang dia rasakan sampai ke jantung-jantungnya.
“Kalian bertiga tidak pernah benar-benar sayang padaku, kasih sayang yang kalian berikan hanyalah kasih sayang palsu.” Dia melihat dua makam yang lain di samping makam kakaknya. Makam kedua orang tuanya.
Mereka meninggal karena kecelakaan lalu lintas bahkan tidak satupun dari penyidik mencari tahu apa penyebabnya. Sangat malang.
Rianne masih berdiri disana menatap nanar ke tiga gundukan yang berjejer di depan nya, sekarang dia benar-benar sendiri. Tidak akan ada lagi tepatnya untuk bermanja-manja. Saudaranya Arche yang selalu memiliki waktu luang untuknya sekarang sudah pergi meninggalkannya juga.
“Kak … Aku berjanji, aku akan membalas rasa sakitmu malam itu, aku akan menemukan orang yang telah membuatmu meninggalkanku sendiri, aku berjanji akan menguburkannya di samping pemakamanmu.”
Setelah mengatakan itu. Gadis itu memutar badan dan meninggalkan makam dalam keadaan yang basah kuyup, sejak tadi hujan sudah turun dan tidak mampu menahan diri untuk tidak menyiram semua kesedihan yang Anna rasakan.
Kaki jenjangnya menuju mobil tua kakaknya satu-satunya barang kesayangan kakaknya yang masih bisa digunakan. Dia melajukan mobil dengan wajah datar dan dingin. Tidak peduli deras hujan dan kencangnya angin, hatinya masih sama. Keras.
Beberapa menit di perjalanan dia sampai di pekarangan rumah bercat putih dengan nuansa klasik, rumah sederhana peninggalan keluarganya, di rumah ini dia bisa merasakan bagaimana kehilangan keluarganya.
Menghela nafas panjang, dia memasuki rumah dan berjalan gontai kearah kamarnya, masuk ke kamar mandi dan berendam dengan air hangat. Dia berjanji akan hidup lebih lama untuk membalas pembunuh kakaknya. Tuhan akan mengantarkannya kesana dia yakin itu.
***
Di tempat yang berbeda di dalam ruangan serba hitam, seorang pria berperawakan tinggi dan tegap tengah bersandar di kursi kebesarannya, membelakangi keempat suruhannya yang menunduk karena takut.
Suara berat dan dingin pria itu semakin membuat keempatnya merinding dan tidak berani bernapas.
“Kalian tahu apa akibatnya jika kalian membangkang perintahku?” suaranya berat dan dingin.
Pria itu memutar kursinya dan menghadap ke empat pria dengan pakaian hitam di depannya, keempatnya masih menunduk karena takut, bisa saja malam ini mereka semua terkubur karena nyawanya tercabut.
“Ma-maafkan kami boss.” Salah satu diantara mereka terpaksa membuka suara karena jika tidak habislah mereka semua.
Senyum iblis tercetak di bibir pria yang sekarang sudah berdiri dari kursinya membuat keempatnya semakin takut. Derap langkah sepatu membuat bulu kuduk mereka meremang, sebentar lagi, maka nyawa mereka habis.
“Maaf? Kalian meminta maaf, apakah kalian bisa menggantikan nyawanya?” nada suaranya masih tenang dan dingin, dan itulah yang membuat keempatnya semakin bergidik ngeri.