Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
[ Bagian 1 ]
Happy Reading!!
No Bully!!
No Edit!!
***
[ Normal ]
"Selamat pagi."
Adeeva menatap Xaiver yang sudah rapi dengan stelan jas kantornya.
"Kau berangkat pagi lagi?" tanya Adeeva serak khas bangun tidur.
Xaiver mengangguk. "Ya," balasnya singkat.
"Sibuk sekali ya, sampai kau harus pergi pagi pulang larut malam?" tanya Adeeva, kini ia sudah duduk bersandar kepala ranjang.
Xaiver yang tengah memasang dasi tersenyum ke arah Adeeva. "Ya, lumayan... Kau sendiri yang bilang kan, jika aku tidak boleh melimpahkan pekerjaanku pada Alex dan Rossa."
Adeeva mendesah, dulu Adeeva memang mengatakan jika Xaiver tidak boleh terus selalu tergantung pada Alex dan Rosa. Kini dia menyesal karenanya, Xaiver jadi super sibuk. Semua pekerjaan dia yang mengerjakan, tidak ada lagi Sekretaris pribadi.
Xaiver menjadi semakin rajin memang, tapi itu membuat Xaiver semakin sedikit di rumah.
"Tapi, akhir akhir ini kau bahkan tidak pernah pulang untuk makan siang lagi." Ungkap Adeeva lirih, biasanya walau pun Xaiver sangat sibuk. Suaminya itu tetap akan pulang untuk makan siang.
"Maaf, " lirih Xaiver, ia merasa sedikit bersalah melihat wajah sedih Adeeva.
"Vano sering menanyakan dirimu."
"Hari ini akan aku usahakan pulang untuk makan siang bersama kalian," Xaiver mendeja ucapannya. "Tapi aku tidak bisa janji." lanjutnya.
Adeeva bangkit dari ranjang, dan mengambil sesuatu dari dalam laci. Sebuah Amplop putih dengan logo rumah sakit.
"Xaiver aku--,"
"Aku harus ke kantor sekarang." Xaiver memotong ucapan Adeeva.
"Tapi aku--,"
"Sabar ya, jika urusanku selesai. Aku akan kembali beraktivitas seperti biasa kok." ujar Xaiver, ia kembali memotong ucapan Adeeva.
Adeeva mendesah malas, ia pun tidak jadi menyerahkan amplop itu pada Xaiver.
"Jangan bersedih, aku tidak suka melihatnya." desah Xaiver lirih, lalu ia membawa Adeeva ke dalam dekapannya.
"Aku tidak apa-apa." Adeeva melepaskan pelukan Xaiver, lalu ia mencoba tersenyum semanis mungkin.
"Ok. Aku pergi dulu, sampaikan salamku pada anak anak."
Xaiver mencium bibir Adeeva sekilas, lalu beranjak meninggalkan Adeeva yang hanya diam menatap kepergian Xaiver.
Adeeva menatap amplop di tangannya dengan tatapan nanar, dia takut dengan segala hal kemungkinan buruk yang ada di dalam otaknya.
Adeeva pun menggelengkan kepalanya pelan, mencoba menyingkirkan pikiran buruknya tentang Xaiver.
"Jangan berpikiran buruk Adeeva, Xaiver hanya sedang sibuk." Adeeva meyakinkan dirinya sendiri untuk percaya pada Xaiver.
Adeeva mendesah kesal, ia melemparkan amplop itu ke atas ranjang, dan bergegas untuk membersihkan diri.
Setelah mandi berendam, Adeeva berdandan dan mencoba menggunakan pakaian baru, pakaian rekomendasi dari Yuki.
Adeeva berpikir jika Xaiver akhir akhir ini suka lembur dan jarang pulang karena bosan dengan dirinya yang jarang dandan dan membiarkan dirinya jelek.
Adeeva menatap pantulan dirinya di cermin. "Terlalu seksi, duh terasa seperti wanita murahan."
"Tapi kan dari dulu, Xaiver suka yang seperti ini." gumamnya kesal saat mengingat beberapa lembar foto Xaiver dan Arabella di sebuah restoran, entah siapa pengirimnya, Adeeva tidak tau.
"Ma..."
Adeeva menatap Vano yang entah sejak kapan masuk ke dalam kamar, anak itu berdiri di pintu Walk in Closet, dengan Sherlin di sampingnya.
"Ada apa sayang?" tanya Adeeva, ia berjalan ke arah Vano dan Sherlin, kemudian berjongkok di depan mereka berdua.
"Mama mau ka mana?" tanya Vano polos. Anak berusia lima tahun itu bingung melihat Ibunya tampil cantik, biasanya kan Ibunya hanya akan tampil cantik jika acara tertentu saja.