/0/24873/coverorgin.jpg?v=3bb5d9f52074eb9898689abd6ad7c196&imageMogr2/format/webp)
“Bukankah dia si wanita angkuh?” bisik seorang karyawan laki-laki bersembunyi dari belakang meja kerja.
“Benar, ada kabar dia tidak suka dengan laki-laki.” jawab laki-laki lain di seberang.
Seorang yang lain bersungut mendengar temannya memancing percakapan,“Ibunya seorang pelacur yang hidup di kalangan saudagar kaya akhirnya dinikahi.”
“Bagaimana kau bisa tahu?” tanya seorang junior, terlihat dari kemeja putih yang dia kenakan sangat rapi dan bersih. Berbeda jauh dengan orang-orang yang sudah lama bekerja disana, mereka rata-rata hanya mengenakan pakaian seadanya.
“Temanku bercerita dan dia mengenalnya. Dia pernah diajak tidur oleh teman sekelas dan lagi foto-foto vulgarnya sudah tersebar banyak di internet.”
Suasana ruang kerja mulai memanas, Claretta yang mendengar bualan mereka mendatangi meja kerja.
“Bukannya itu editan? Semua orang tahu kalau itu editan.”
“Memang siapa yang peduli, itu editan atau bukan. Kalau benar berarti...” ucap yang lain, namun kata-katanya berhenti ketika Claretta mendatangi mereka.
Dia yang sedari tadi mendengar pembicaraan segerombolan laki-laki, memukul meja dengan berkas yang dia bawa.
“Masuk di perusahaan sehebat ini adalah mimpi semua orang. Kalian masuk dan bekerja di sini karena mulut busuk kalian yang hanya bermodalkan orang yang sama busuk seperti kalian. Jika ingin bekerja lama di sini, maka lakukan tugas kalian. Karena jika tidak, berarti otak kalian editan.” tukas Claretta dengan lantang sehingga terdengar oleh karyawan lainnya.
Setelah mengucapkan hal tersebut, Claretta pergi ke divisi lain berisikan pegawai wanita, ide pemisahan tempat kerja adalah idenya. Menurutnya lebih efisien dan Claretta lebih senang bergaul dengan mereka.
Claretta melihat seorang gadis yang belum pernah dia temui dan menghampirinya.
Dengan rasa penasaran,“Siapa namamu?” tanya Claretta.
“Sa... saya Mia.” ucapnya sembari berdiri dengan tergesa-gesa, tingkahnya yang terlihat ceroboh membuat Claretta tersenyum, sembari pergi mengambil beberapa berkas dari pegawai lain.
Dia heran banyak dari mereka sedang asik bermain ponsel daripada sibuk di depan komputer masing-masing.
“Apa yang kalian lakukan?” tanyanya usai memeriksa berkas hasil pekerjaan karyawan yang lain tiba-tiba beberapa orang mulai mengerumuni dan menyodorkan hp mereka ke wajah Claretta.
“Coba lihat ini!” tiba-tiba sebuah ponsel mengarah ke wajah Claretta dengan mata berbinar-binar tidak menghiraukan situasinya yang kini sedang dihimpit banyak orang.
Sejenak Claretta melihat judul novel ‘Ksatria dan 4 Ultimate’ dan membaca sekilas judul novel online tersebut melihat tingkah mereka, Claretta merasa pusing.
“Waktu kalian hanya habis untuk ini?” Claretta menghela nafas meletakkan tangannya ke atas kepala.
“Kau tidak tahu? Mereka tampan dan sangat keren. Apalagi tokoh utama ksatria yang ada dalam cerita. Novel ini bercerita tentang seseorang yang berinkarnasi masuk dalam novel dan menjadi tokoh utama.” ucap gadis itu yang menyodorkan smartphone.
“Apa yang bagusnya? Lagi pula reinkarnasi? Apa-apaan itu? Hanya cerita takhayul yang tidak mendasar sekali.” sanggah Claretta mulai gemas dengan tingkah lakunya.
“Kami suka membaca ini dan berharap bisa bereinkarnasi seperti tokoh utama. Membayangkan dikelilingi 5 laki-laki tampan, kaya, memiliki kekuatan dan berkuasa.” timpal Hyein dengan pita merah yang mengikat di kemeja biru muda dengan rambut yang diikat, imajinasinya melayang tinggi.
“Harem?” ujar salah satu karyawan yang lain entah dari mana asalnya.
Sontak semua karyawan yang mendengarkan ucapan tersebut tertawa, fitrah wanita juga ingin dipuja. Sedangkan Claretta merasa bulu kudunya berdiri di satu sisi tingkah mereka membuat Claretta senang.
Sore hari dimana pekerjaan mereka telah selesai, Claretta yang sudah menyelesaikan semua tanggung jawabnya sebagai kepala divisi akhirnya keluar dari tempat kerjanya dan berniat untuk mengabari ibunya.
Claretta ingat berjanji akan menelpon untuk menanyakan kabar dan pergi berkunjung kerumah ibunya. Lift pun berhenti dan Claretta berbicara di telepon.
“Halo, Ibu? Bagaimana kabarmu?” tanya Claretta.
“Apakah kau sudah pulang kerumah?” jawabnya dari seberang.
“Aku baru keluar dari tempat kerja dan akan berkunjung.” ujar Claretta.
“Ayah dan saudara-saudaramu tidak jadi ke rumah, jadi tidak perlu khawatir dan besok kamu juga bekerja.”
/0/3006/coverorgin.jpg?v=6604e12428211f6a302806e6f870d156&imageMogr2/format/webp)
/0/5323/coverorgin.jpg?v=0b0a63408ac014c3d3f51285971ab326&imageMogr2/format/webp)
/0/16020/coverorgin.jpg?v=18a857d997eb3a8326e4dd79f0d275a3&imageMogr2/format/webp)