Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Kakinya meliuk di antara langkah yang gontai di tengah lorong sebuah hotel bintang lima. Perutnya sedikit mual, tapi tidak membuatnya ingin memuntahkan alkohol yang telah dia sesap hanya beberapa sloki.
Belva Halburt, gadis mudah berusia 21 tahun yang baru saja lulus dari jurusan Design di salah satu Universitas ternama di Inggris itu sedang berjuang untuk menemukan kamar yang telah disewa oleh Elea-sahabatnya, sang pemilik pesta ulang tahun yang diadakan di kelab lantai paling atas hotel itu.
Belva memang bukan peminum yang handal. Jika saja bukan karena Elea, dia tidak akan mau untuk menginjakkan kaki di sebuah klub. Selama ini, kedatangannya di kelab bisa dihitung tidak lebih dari sepuluh jari. Baginya, hal yang terpenting adalah belajar. Dia tidak mau menyia-nyiakan beasiswa yang telah dia terima untuk menempuh pendidikan yang dia impikan.
Kedua mata Belva menyipit. Dia menatap satu pintu kamar cukup lama, memastikan apakah nomor yang sedang dia lihat benar dengan ingatannya. Detik berikutnya, dia mengangguk penuh keyakinan dan mendekat.
Namun, Belva kembali menyadari satu hal. Dia tidak memiliki kartu akses untuk masuk ke dalam kamar. Keningnya mengerut, kemudian menghela napas panjang.
"Elea! Buka pintunyaa!"
Teriakan Belva nyaring, menggema di sepanjang lorong. Dia terus menggedor-gedor pintu kamar sambil meneriaki nama sahabatnya tersebut. Padahal, Elea sendiri masih berada di kelab, melanjutkan pestanya bersama dengan teman-temannya yang lain.
"Elea! Cepatlah!" Belva kembali berteriak. "Elea! Elea! Elea!"
Pintu terbuka. Belva hampir terjatuh karena selama itu tubuhnya disandarkan pada pintu.
"Kau lama sekali, Elea! Aku hampir pingsan rasanya di luar," erang Belva tanpa melihat pada siapa yang membuka pintu. Dia terus berjalan gontai dan menghempaskan tubuhnya begitu saja di atas ranjang kasur.
Sadar akan sesuatu, Belva berusaha untuk membuka matanya sedikit sambil meracau. "Hei, tapi kenapa kau di sini, Elea? Bukankah pestamu belum selesai?"
Hening, tak ada suara. Belva merasa ada yang aneh di tengah ketidak-sadarannya. Gadis itu dengan cepat menengakkan badannya, dan membuka rahangnya lebar-lebar serta mendelik karena melihat sosok pria tampan yang sedang menaikkan sebelah alisnya, menatapnya tajam dan hanya mengenakan handuk di bagian bawah. Rambutnya basah berantakan, mungkin dia baru saja mandi. Satu hal lagi, dia bertelanjang dada, memperlihatkan tonjolan otot dari tiap lekuk badannya yang sempurna.
Sungguh sebuah pahatan Tuhan yang luar biasa. Andai saja Belva bisa memegang dada bidang pria itu, dan meraba sampai ke kotak six-pack yang tampak menggoda, oh!
Pria sempurna itu masih tak mengeluarkan sepatah kata pun. Dia hanya menatap tajam pada Belva, terlihat heran dan berusaha menepis tangan gadis itu dari badannya.
"Aku tahu ini adalah mimpi. Mana mungkin aku bertemu dengan pria seperti ini jika tidak sedang bermimpi." Belva semakin meracau.
"Lepaskan!" seru pria itu dingin.
"Diamlah, aku ingin menikmati mimpiku dengan benar." Belva mendesis, semakin mendekatkan tubuhnya pada pria itu.
Dalam benak Belva, saat ini hanyalah sebuah mimpi yang sangat sayang untuk dilewatkan. Dirinya terus mendorong tubuh tegap pria tampan itu hingga menempel pada dinding kamar, kemudian mengecup singkat pada bibir pria tersebut.