/0/14428/coverorgin.jpg?v=e673db163036ee391c656ce0b40786ba&imageMogr2/format/webp)
Elara menatap bayangan dirinya di cermin besar kamar utama. Gaun tidur sutra yang membalut tubuhnya terasa begitu kontras dengan suasana hatinya yang bergejolak. Malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, Vesper belum juga pulang. Bukan karena urusan pekerjaan-Elara tahu lebih baik dari itu.
Ia duduk di tepi ranjang king-size yang terlalu luas untuk ditempati seorang diri, mengamati layar ponselnya yang sepi tanpa satu pun pesan dari suaminya. Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Sesekali, Elara menggigit bibirnya, menahan gejolak kemarahan dan kepahitan yang semakin menumpuk sejak hari pertama pernikahan mereka.
Pernikahan yang seharusnya menjadi awal bahagia malah berubah menjadi permainan bertahan hidup.
Vesper tidak pernah menginginkannya. Itu sudah jelas sejak hari pertama ia mengucapkan janji suci di altar dengan ekspresi dingin dan tatapan kosong. Pernikahan ini hanyalah hasil dari perjodohan bisnis-Elara adalah bidak yang dikorbankan oleh keluarganya untuk mengamankan kemitraan dengan keluarga Aldric. Dan Vesper? Pria itu dipaksa menikah dengannya ketika hatinya sudah dimiliki oleh orang lain.
Namun, meskipun ia tahu Vesper membencinya, Elara tidak akan menyerah. Tidak setelah ia merasakan kenyamanan hidup sebagai nyonya keluarga Aldric. Ia tidak akan mundur dan menyerahkan semuanya hanya karena Vesper ingin bebas. Jika pria itu menginginkan kebebasan, biarkan dia berjuang untuk mendapatkannya.
Tiba-tiba, suara pintu utama berderit, menandakan seseorang baru saja masuk ke dalam rumah. Elara segera bangkit, melangkah keluar dari kamar, dan menuruni tangga dengan kecepatan yang terkontrol. Di lantai bawah, ia mendapati Vesper melepaskan jasnya dengan malas, melemparkannya ke sofa seolah rumah ini hanyalah tempat persinggahan sementara.
Aroma alkohol samar tercium dari tubuhnya, meskipun pria itu tampaknya masih cukup sadar. Mata tajamnya yang biru keperakan sekilas melirik ke arah Elara sebelum ia mengabaikannya sepenuhnya.
"Sudah larut," suara Elara terdengar datar, mencoba menahan emosinya. "Dari mana saja?"
Vesper menanggapi dengan tawa dingin. "Memangnya aku harus melapor padamu?"
/0/22932/coverorgin.jpg?v=1b294fcbf95f81ac62f4534a39516158&imageMogr2/format/webp)
/0/17755/coverorgin.jpg?v=c03d6b2af81ce04d9d705988982426d3&imageMogr2/format/webp)
/0/14657/coverorgin.jpg?v=20250123120231&imageMogr2/format/webp)
/0/21638/coverorgin.jpg?v=93a4504fb4f119a1df890d35f8343a67&imageMogr2/format/webp)
/0/27691/coverorgin.jpg?v=cace5d0e391bec7ed65d8a9df2ed69c0&imageMogr2/format/webp)
/0/27132/coverorgin.jpg?v=8a62a4074b9bfa878363e400e61cfb66&imageMogr2/format/webp)
/0/27200/coverorgin.jpg?v=b250a528e180dbffa54c6e5df87dedc1&imageMogr2/format/webp)
/0/16943/coverorgin.jpg?v=e961022ff4040c91094155cbd921ea3e&imageMogr2/format/webp)
/0/23532/coverorgin.jpg?v=4e60e3d262b3b2fb557ac9f345e1d24c&imageMogr2/format/webp)
/0/16515/coverorgin.jpg?v=cce79db0f75ce3167b39d18d99008fa6&imageMogr2/format/webp)
/0/29126/coverorgin.jpg?v=045f3c35a04bcdde1582b0604e907c32&imageMogr2/format/webp)
/0/20477/coverorgin.jpg?v=d3d102ccc325c6271f5cb994e6419429&imageMogr2/format/webp)
/0/28985/coverorgin.jpg?v=fc721434ce0a3ff81fe29e14403a93a6&imageMogr2/format/webp)
/0/27068/coverorgin.jpg?v=ff25ec482a368612f3864435423b3557&imageMogr2/format/webp)
/0/28410/coverorgin.jpg?v=20251019182534&imageMogr2/format/webp)
/0/16778/coverorgin.jpg?v=d263286d0088975b3cbdee6a62f23d5f&imageMogr2/format/webp)
/0/6707/coverorgin.jpg?v=51488038aaafd71b32bcc6bbb7b39e71&imageMogr2/format/webp)
/0/19539/coverorgin.jpg?v=8129e08c5be673a953fc32d0071ef17d&imageMogr2/format/webp)
/0/14181/coverorgin.jpg?v=3bbe7c7150d37d99a6072d3d27f6e6d9&imageMogr2/format/webp)