Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Ting
Terdengar suara notifikasi yang menandakan adanya pesan masuk di ponsel Rhein. Rhein hanya melihatnya sekilas. Karena pesan yang masuk hanya pemberitahuan dari Facebook, maka Rhein mengabaikannya. Karena menurutnya itu tidak terlalu penting. Diapun kembali melanjutkan kegiatannya mencatat stok barang yang sudah habis di toko kelontong miliknya.
Setelah menyelesaikan kegiatannya, Rhein melangkahkan kakinya kekamar mandi untuk membersihkan diri. Karena matahari sudah tampak mulai terbenam.
"Apakah kamu sudah mencatat semua stok barang yang habis di toko kita, Rhein?" tanya Lidya, Ibu Rhein.
"Sudah, Bu," Rhein menghentikan langkahnya dan melihat kearah Lidya.
"Kau yakin tidak ada yang terlewat?" tanya Lidya lagi. "Dan kamu sesuaikan juga uang yang ada dengan jumlah barang yang akan dibelanjakan," tambahnya
Rhein tersenyum. "Jangan khawatir, Bu. Ibu tidak usah terlalu banyak berpikir. Nanti penyakit darah tinggi ibu kambuh lagi. Tolong Ibu jaga tokonya sebentar ya? Rhein mau mandi dulu. Gerah banget nih. Badan Rhein rasanya lengket semua."
Rhein pun kembali melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.
Lidya mengangguk. "Baiklah," kemudian berjalan kearah toko yang berada didepan rumah mereka. Toko yang tidak terlalu besar, tapi hanya itulah satu-satunya sumber mata pencaharian mereka.
Rhein dan Lidya hidup dalam keprihatinan sejak sang kepala keluarga meninggal dunia tiga tahun silam. Saat itu Rhein masih berusia 17 tahun dan duduk dibangku kelas 12 SMA. Semua harta, rumah dan mobil habis terjual untuk kesembuhan sang Ayah.
Rhein terpaksa mengubur cita-citanya untuk kuliah dan menjadi seorang guru. Karena adiknya yang pada saat itu masih duduk dibangku kelas 8 SMP juga masih membutuhkan biaya sekolah dan melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA.
Ayah Rhein hanyalah pegawai negeri Sipil biasa. Setelah meninggal, uang pensiun yang diperoleh Ibunya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Sedangkan sebagian uang hasil dari menjual rumahnya yang lama, Ibunya gunakan untuk membeli sebuah rumah kecil dipinggiran kota, dan membangun sebuah toko kelontong kecil-kecilan untuk menambah pemasukan.
Rhein sebagai anak tertua tidak mau tinggal diam. Dia membantu Ibunya mengelola toko. Karena memang tidak mudah mencari pekerjaan dijaman sulit seperti ini. Beberapa kali Rhein mencoba melamar pekerjaan ke perusahaan-perusahaan tetapi selalu ditolak. Karena ijazahnya yang hanya lulusan SMA.
Rhein juga berjualan baju-baju serta alat-alat make-up dengan cara online untuk membantu meringankan beban Ibunya.
***
#
I was so high
I did not recognize
The fire burning in your eyes
The chaos that controlled my mind
#
Lagu maroon five terdengar dari ponsel Rhein saat gadis itu baru saja keluar dari dalam kamar mandi.
"Hallo?" jawab Rhein setelah menggeser tombol hijau.
"Rhein, apakah sore ini kamu tidak ada kesibukan?" tanya suara di seberang panggilan.