Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Terbayang Masalalu

Terbayang Masalalu

Ivory Valaine

5.0
Komentar
21
Penayangan
4
Bab

Kegelisahan Selena muncul saat Aditya mengatakan beberapa kalimat ambigu tentang Noah. Masalalu yang masih melekat pada Selena, membuatnya tidak bisa hidup dalam bayangan itu. Pesta pernikahan baru saja selesai, bahkan keduanya belum sempat merasakan malam pertama saat tiba-tiba saja tubuh Selena terbangun di kamar lamanya. Seperti sebuah mimpi, Selena kembali ke masalalu. Dengan tubuh yang sama saat masih menjadi seorang pelajar, Selena mencari tahu tentang apa yang terjadi sebenarnya? Akankah Selena mendapatkan jawaban atas rasa ingin tahunya?

Bab 1 Pertemuan Pertama

Selena baru saja tiba di Bali setelah menyelesaikan bisnis keluarganya yang ada di Jerman. Wanita yang berusia hampir tiga puluh tahun itu tengah menarik tas koper yang ada di tangan kanannya. Pandangan matanya mengedar di pintu keluar bandara dan mencari seseorang yang sudah ditugaskan untuk menjemputnya di sana.

"Kata Mama ada yang jemput, mana?" gumam Selena sembari menatap sekelilingnya.

Sembari menunggu, Selena memilih bersantai pada café yang ada di salah satu sudut bandara. Selena memesan americano dingin, dengan cup sedang. Dia sengaja duduk di bagian depan café, agar saat supir yang menjemputnya datang, Selena bisa dengan mudah menemukannya.

"Udah lima belas menit nih, kemana sih supirnya?" gerutu Selena, kesal telah menunggu lama.

Gadis itu mulai menghidupkan ponsel yang sejak tadi dalam mode mati. Terpaksa Selena menghubungi ibunya untuk mengetahui, siapa yang akan menjemput dia di sana?

"Halo, Ma?"

"Kamu udah sampai? Di mana sekarang?" tanya sang ibu dari seberang.

"Aku udah nunggu hampir setengah jam ini, yang jemput mana?" tanya Selena dengan nada kesal.

"Loh! Belum dateng?"

"Ye ... siapa sih yang jemput? Gak mungkin kalo yang jemput Pak Karim."

"Emang bukan Pak Karim," jawab sang ibu dari seberang.

"Iya terus siapa?"

"Kamu tunggu dulu, biar Mama telepon orangnya."

Setelah itu, panggilan pun terputus, dan Selena berdecak kesal. Dia kembali meminum kopi yang ada di genggamannya. Tanpa sengaja, pandangan mata Selena melihat seseorang yang sudah hampir sepuluh tahun tidak ditemuinya. Selena Nampak lebih terkejut saat pria itu berjalan mendekatinya.

Langkah kaki pria itu terhenti tepat di depan Selena, hingga akhirnya dia menyapa Selena dengan ramah.

"Udah nunggu lama? Maaf ya, jalanan Kota Denpasar makin macet. Langsung balik aja yuk!" ajak pria itu.

Selena masih terdiam seperti tertegun cukup lama. Beberapa kali Selena mengerjapkan matanya, berharap semua bukan mimpi. Lalu, saat pria itu hampir menyentuh wajah Selena, dengan gerakan cepat wanita tersebut memelintir tangan Noah.

"Aduh! Sakit, Len! Kamu kok masih aja sama sih, kasar!"

Mendengar ucapan pria di hadapannya, Selena semakin yakin, dia adalah Noah. Teman masa SMA-nya yang sudah lama menghilang.

"Noah?" ucap Selena.

"Iya, aku Noah."

"Serius? Kamu masih hidup? Masih napas? Badan juga masih utuh, gak ada yang cacat," ujar Selena memperhatikan seluruh tubuh Noah dari atas hingga bawah.

"Kamu kenapa bilang gitu? Berasa aku jadi mayat hidup nih."

"Noah, serius ini kamu?" Selena masih tidak percaya dan mengulang ucapannya.

"Astaga, Selen ... iya ini Noah. Cowok paling cakep se-SMA. Dan selalu lebih cakep dari si Galaxy Andromeda!"

"Wah ... kepedean kamu masih ternyata, beneran Noah."

"Masih ragu?" tanya Noah sembari memainkan alisnya naik-turun.

"Udah gak! Terus ... kamu ngapain ke sini?" Selena balik bertanya dengan nada ingin tahu.

"Lah ... bijimana sih! Aku yang jemput kamu, emang mama gak kasih tahu ya?"

"Apa? Jadi, kamu yang jemput aku?"

Noah sangat mengerti jika Selena sedikit terkejut dengan pertemuan itu. mereka tidak pernah menyangka akan bertemu kembali setelah sepuluh tahun terpisah. Saat itu Noah terpaksa menghilang dari kehidupan Selena, dengan tanpa alasan yang masuk akal.

Setelah puas dengan pertemuan pertamanya, kini mereka berjalan bersama menuju area parkir mobil. Noah memasukkan tas koper milik Selena ke bagasi mobil, lalu dia masuk dan mengemudikan mobil itu menuju rumah Selena yang ada di kawasan Ubud, Bali.

"Ke mana aja?" tanya Selena ingin tahu.

"Di sini-sini aja sih. kenapa? Kangen?" sahut Noah dengan sedikit menggoda Selena.

"Iya, udah sepuluh tahun kita gak ketemu," jawab Selena dengan tersenyum tipis.

"Sama sih, cuman kayaknya rasa kangen kamu lebih besar ya?"

"Idih, kepedean! Aku kangen jitak pala kamu tau!"

"Hahaha ... masih suka jitak kepala orang? Siapa yang jadi target kamu di sana?"

"Gak ada, makannya aku kangen."

Obrolan itu terasa canggung, dan beberapa kali suasana terasa sunyi karena mereka hanya terdiam.

"Aku nyalain audio box-nya ya? Sepi amit." Selena menekan audio box yang ada di depannya.

Dia menentukan frekuensi radio yang ingin didengarkan. Saat sebuah lagu dari Avril Lavigne dengan judul Wish You were here terdengar, ke duanya tanpa sengaja melantunkan lagu itu secara bersama.

"Masih suka sama lagu ini?" tanya Noah yang ingat dengan lagu kesukaan Selena.

"Always."

"Gimana Jerman? Katanya kamu pegang bisnis mendiang papa kamu di sana?" tanya Noah mencairkan suasana.

"Iya, setelah kepergian papa. Bisnis yang ada di Jerman jadi terbengkalai. Untung aja waktu itu aku kuliah di Inggris, jadi bisa langsung pegang pas udah lulus," jelas Selena dengan tatapan nanar.

"Maaf ya? Waktu itu aku gak ada di samping kamu," ujar Noah yang terlihat menyesal.

"Iya, gapapa ... papa sama pama kamu dateng ke sana waktu itu, tapi mereka gak ada yang tau di mana kamu. Emang kamu hilang ke mana sih? udah kayak demit aja."

"Ada ... yang jelas waktu itu aku lagi nyari jati diri."

"Owh ... terus, kenapa sekarang jadi kamu yang jemput aku?"

"Entar juga kamu tahu."

"Hmm, main rahasia-rahasiaan nih sekarang."

"Hahaha."

Obrolan yang terasa akrab itu berubah kembali canggung saat Noah menghentikan tawanya.

Tanpa terasa, mobil yang dikemudikan oleh Noah memasuki halaman rumah Selena. Seorang wanita paruh baya terlihat berdiri dengan tersenyum menyambut kedatangan anak semata wayangnya.

Selena berlari memeluk tubuh ibunya dengan erat, lalu keduanya saling menumpahkan rasa rindu. Wanita itu mempersilakan Noah untuk masuk ke rumah bersama mereka.

Noah yang sedang mengangkat tas koper milik Selena, kini meletakkannya di ruang tamu. Selena tersenyum dan meraih tas itu dari Noah.

"Aku ke kamar dulu ya?" pamit Selena sembari menarik tas kopernya.

"Oke."

Noah tersenyum saat tatapannya tidak teralihkan dari sosok Selena yang sudah dewasa dan semakin cantik. Sementara wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibu Selena, kini berdeham dan membuat Noah menjadi salah tingkah.

"Selena makin cantik ya?" tanya ibu Selena dengan menepuk bahu Noah beebrapa kali.

"Tante ... maaf telat, tadi macet banget. Dari kantor ke bandara juga lumayan jauh," ujar Noah beralasan.

"Gapapa, lagian Selen nggak ngambek, berarti aman," jawab wanita itu dengan santai.

"Kamu udah kasih tahu Selena soal hubungan kalian setelah ini?" tanya ibu Selena.

"Belum, maunya sekarang pas lagi sama Tante."

"Apa kamu lamar dia aja pas makan malam besok?"

Tiba-tiba saja Noah melirik ke belakang wanita itu dan melihat sosok Selena yang berjalan mendekati mereka.

"Boleh, ada Selena, Tan." Noah memelankan suaranya.

Selena terlihat sedikit mencurigai gerak gerik ibu dan juga sahabat lamanya itu. Dia duduk tepat di samping ibunya dengan tangan yang melingkar di lengan.

"Ma, kok Noah yang jemput?" tanya Selena kembali ingin tahu alasan mereka.

"Iya, Noah yang maksa," jawab wanita dengan pakaian long dress ala ibu-ibu rumah tangga.

"Gak mungkin kalau Noah yang maksa, yang ada pasti ada apa-apa nih."

"Iya, aku yang maksa buat jemput kamu tadi. Kenapa? Gak suka kalo aku yang jemput?" sahut Noah mengalihkan pandangan Selena.

"Suka kok. Banget malahan." Wajah Selena tampak sumringah dengan memamerkan deretan giginya yang berjajar rapi..

Noah merasa lega mendengar jawaban sahabat lamanya itu. Kini, dia hanya perlu memikirkan acara yang akan berlangsung besok. Lebih tepatnya, acara makan malam untuk mempertemukan dua keluarga.

Tepat sebelum Noah berpamitan, ibu Selena seakan mengingatkan pada pria itu untuk tidak lupa dengan acara yang sudah mereka rencanakan.

"Noah, jangan sampai terlambat ya! Tante mau besok menjadi hari yang baik untuk kalian."

Kening Selena berkerut seakan menunggu penjelasan. "Ada apa besok, Ma?"

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Ivory Valaine

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku