Tiga tahun biduk rumah tangga kami arungi, badai datang silih berganti dan sekarang badai prahara kembali datang, menguji kesabaran dan cinta kami. "Tidak ada kata 'tapi', Kamu bercerai atau suamimu kawin lagi!" ujar Ibu mertua Tiara. Sejak saat itu rumah tangga Tiara dan Prasetya goyah. Tiang penyangga untuk terus bertahan itu sudah mulai rapuh. Rumah tangga Tiara hancur berantakan. Kau dan putrimu juga akan menerima lebih dari sakit yang aku rasakan. Camkan itu wahai Ibu Mertua! Hubungan pernikahan itu bukan hanya perihal memiliki keturunan.
"Bercerai atau suamimu menikah lagi," ucap wanita paruh baya yang aku panggil ibu mertua itu. Suaranya menggema, membuat jantung Tiara berdetak kencang mendengar itu.
"Tapi, Bu. Aku baru menikah 3 tahun, di luar sana masih banyak pasangan yang belum di karuniai anak. Bahkan sudah puluhan tahun," sanggah Tiara tidak terima.
"Tahu apa kamu dengan dunia luar. Kerja kamu hanya bisa meTiarah tangan pada suami," hina wanita paruh baya itu lagi tidak menerima pembantahan.
"Sudah, Bu. Cukup! Aku akan memikirkannya lagi nanti," sanggah Prasetya tak enak hati mendengar hinaan dari ibunya sendiri. Dia yang telah memutuskan untuk menikah dengan Tiara dan hingga sampai saat ini sangat mencintai wanita bernama Tiara Pratiwi itu.
"Mas, baiknya Kau ceraikan saja aku. Terserah nanti Kau mau menikahi siapa. Aku tidak siap Mas untuk diceraikan."
"Tiara, nanti kita bicarakan lagi."
"Tidak, Mas. Aku mau masalah ini segera selesai." Pinta Tiara tepat di depan semua keluarga Nugraha-keluarga dari pihak suaminya.
Prasetya membisu, sungguh tidak pernah terlintas dipikirannya untuk berpisah dengan Tiara, tidak sama sekali. Tiara adalah orang kedua yang mengisi hatinya dan hingga sebelum hari ini hubungan mereka baik-baik saja.
"Jadi, Kamu pilih apa Mas?" desak Tiara sudah dengan air mata mengalir deras di pipinya.
Yang hadir di ruang tengah itu pun semua terdiam, menunggu jawaban dari bibir Prasetya.
Prasetyaa sendiri bahkan tak ingin menjawab itu sekarang, batinnya sungguh tak bisa meninggalkan Tiara-istrinya.
Ting
Tong
Bel rumah mewah itu berbunyi, tampak serentak semua menoleh ke arah pintu. Siapakah yang bertamu malam-malam begini?
"Bi, coba lihat siapa yang bertamu!" perintah Miranti pada pelayan rumah tangga.
"Baik, Nyonya." Wanita bertubuh gempal itu berjalan menuju pintu memeriksa siapa yang ada di depan pintu.
Sementara itu Prasetya masih membisu, suaranya terasa tercekat di tenggorokannya. Tahu keputusannya akan membuat sakit hati istrinya.
Di ruangan itu, bukan hanya ada Tiara dan suaminya, Miranti-ibu mertua Tiara dan Wirawan suami dari Miranti juga ada di sana, saudara perempuan dari Prasetya juga ada duduk menyaksikan.
"Bu, ada Non Kania bertamu," ujar Bi Mumu memberitahu. Kepalanya menunduk tak enak hati karena tahu siapa orang yang bertamu itu.
"Benarkah?" Miranti tampak sumringah, wanita paruh baya itu menampakkan gigi-giginya saking senangnya. Miranti bangkit dari sofa, kemudian berjalan keluar menemui sang tamu.
Sungguh kali ini Prasetya semakin membisu, bibirnya semakin kelu ketika mendengar nama Kania disebut. Ada banyak pertanyaan yang terlontar di benaknya juga kini jantungnya berdebar entah kenapa.
Tampak senyum licik terlukis di bibir Miranti, saat menggandeng seorang perempuan dengan tubuh langsing, tinggi juga terlihat cantik dan elegant. Dari cara berjalannya saja sudah terlihat wanita itu bukan orang yang sembarangan ditambah pakaian juga semua yang di pakai oleh wanita itu terlihat bermerek.
Tiara menoleh sesaat wanita yang kini duduk di samping ibu mertuanya, menyeka air matanya tak ingin memperlihatkan itu pada wanita yang bertamu itu.
"Prasetya, Kania yang akan Ibu nikahkan denganmu," ucap Miranti memberitahu, terlihat Keluarga Nugraha sumringah mendengar itu. Tapi, tidak untuk Tiara. Wanita muda itu terlihat membeku, manik matanya menatap lekat perempuan yang kini duduk tepat di depannya itu. Sungguh berbanding terbalik dengan dirinya yang hanya pakai daster berlengan panjang saja.
"Jadi, kita bercerai 'kan, Mas?"
Tiara kembali membuka pembicaraan, tahu yang bertamu bukanlah orang lain, tapi wanita yang akan menjadi istri dari Prasetya nanti.
Tiara terkekeh sendiri kini, sungguh semua orang sedang mempermainkannya juga secara tidak langsung mePrasetyaahkannya. Di mana letak otak mereka yang terang-terangan membawa calon madunya itu.
"Mas, Aku ingin mendengar jawabanmu sekarang!" seru Tiara sudah tidak sabar mendengar jawaban yang keduanya tetap akan menyakitkan.
"Kita tidak akan bercerai, Aku akan menikah lagi."
"Begitu dong, Prasetya. Kania selamat ya sayang." Ibu mertuanya Tiara justru terlihat sangat senang, memeluk calon menantu barunya juga mencium pipi kiri dan kanannya.
"Tiara, sadar diri Kamu. Sudah mandul, ngelunjak minta cerai. Masih syukur Prasetya masih mau mempertahankanmu," cibir Miranti sambil mengulas senyum pada calon menantunya dan saat memandangi Tiara wajahnya mendengut juga mendelik tajam.
"Oke, aku terima. Tapi, aku punya 3 syarat, Mas," ucap Tiara menegakkan punggungnya berusaha untuk tegar, justru jauh di dalam sana dia sudah hancur berkeping-keping. Senyum kecut terlukis dari bibir merah mudanya sebelum mengucapkan tiga persyaratan penentu hidupnya.
"Heh, siapa Kamu pakai mengajukan syarat segala!" sanggah Ayu-kakak ipar Tiara. Tidak terima juga dia.
Sedangkan suaminya masih membisu, sebenarnya lebih tidak ingin ikut campur dengan urusan keluarga Nugraha ini.
"Tidak, tidak ada syarat. Kalau Kamu tidak setuju, Kamu bisa angkat kaki dari sini!" protes Miranti tak mau tahu.
"Sudah, biarkan dia bicara!" ujar Wirawan sebagai kepala keluarga menengahi. Juga tidak ingin menambah panjang perdebatan.
"Sebutkan tiga syarat tersebut," ujar Wirawan memberi waktu. Sedangkan Prasetya sendiri tidak bergeming, sungguh dia sangat takut sekarang jika nanti tidak dapat memenuhi tiga syarat yang di maksud istrinya tersebut.
"Terima kasih, Ayah mertua yang baik hati dan tampan," ujar Tiara berkelakar namun sama sekali tidak lucu. Sungguh senyum di bibirnya hanya sebagai pemanis kepahitan yang ada.
"Aku punya tiga syarat," ujar Tiara kini menyilangkan kakinya sombong. Sungguh Miranti mencebik wajahnya melihat hal itu juga Kania yang masih berpura lugu.
"Satu, Kau ceraikan aku sekarang, jika nanti sebelum masa iddahku habis istrimu belum hamil juga, Kita akan bercerai resmi. Tapi, jika dalam masa itu Istrimu hamil, aku akan menerima rujukmu." Tiara mendeja sebentar, menarik napas panjang juga menatapi raut wajah suaminya yang kini berubah lebih muram dari sebelumnya.
"Dua, Kau tidak boleh melarangku dekat dengan lelaki mana pun. Tidak, pula jika aku ingin mencicipi mereka."
"Tiara!" seru Prasetya tidak terima, sungguh selama ini dia menahan Tiara di rumah karena tak sanggup melihat Tiara dekat dengan lelaki lain.
"Kamu tidak terima, Mas? Apa selama ini aku pernah dekat dengan lelaki lain? Apa aku kurang setia untukmu, ch." Tiara mendecakkan lidahnya.
"Lanjutkan!" seru Prasetya mengalah. Tak ingin Tiara mengajukan syarat yang aneh lagi. Dia percaya Tiara akan menjaga harga dirinya sendiri.
Tampak, semua tegang mendengarkan syarat yang di ajukan Tiara. Miranti dan Ayu bahkan saling berpandangan menghina Tiara yang tak tahu malu itu.
"Tiga, selama itu pula Aku tidak ingin di sentuh olehmu, Mas. Aku belum siap bercocok tanam dengan barang yang habis di pakai oleh orang lain."
"Satu lagi bonus syarat yang aku ajukan. Kalian mau minta tanda tangan persetujuanku 'kan? Aku minta ganti kompensasi 200 juta. Jika tidak siap, Aku minta cerai."
Buku lain oleh Oren L
Selebihnya