Alina tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa lelaki yang ia temui di kereta adalah lelaki yang menjadi bagian dari hidupnya. Lelaki yang mampu membuatnya keluar dari semua masalahnya,lelaki yang selalu bertindak dengan kepala dingin,Alina berharap bahwa pernikahan yang didasari kontrak itu terus berjalan. Namun,Alina ragu... apakah akan terus berjalan?
Alina Revalina.
Gadis berusia dua puluh lima tahun itu mendaratkan bokongnya di kursi kereta sembari menghela napas lega. Akhirnya ia akan pulang sebentar lagi,dengan wajah letih ia memejamkan mata sebentar.
"Untung aja..." Gadis berambut coklat itu membuka tas-nya,entah kenapa perutnya tiba-tiba lapar. Padahal niatnya tadi ingin tertidur sebentar.
"Oh iya,aku lupa dari pagi nggak nyentuh makanan sama sekali,"monolognya menyesal,mengapa ia begitu bodoh menyiksa dirinya sendiri seperti ini.
Gadis itu merutuki dirinya yang terlalu sibuk sampai melupakan perutnya yang terus berbunyi dari dia bekerja.
Apalagi setelah ini ia akan kembali berkutat dengan pekerjaannya dirumah. Sangat melelahkan,namun Alina tidak akan mundur.
Ia mengeluarkan Snack berukuran sedang,gadis itu mengernyit begitu bungkusnya tak bisa dibuka.
Apa mungkin karena ia terlalu lelah?
"Tolonglah,jangan buat aku sulit,"rengek gadis itu seraya berbisik. Namun sepertinya pria disampingnya mendengar ucapan itu sampai menoleh--ah bukan,lebih tepatnya melirik Yeonjung--yang sedang kesusahan.
Tanpa aba-aba pria dengan rambut hitam itu merebut Snack yang sedang Alina perjuangkan sekarang.
"Eh?"pekik gadis itu. Terbersit dalam pikirannya jika pria dengan kemeja putih itu akan mencuri makanan terakhir miliknya.
Ternyata,dugaannya salah--salah besar. Lelaki itu mengembalikannya dengan bungkusan yang telah terbuka.
Mata Alina mengerjap,memandangi paras rupawan orang yang menolongnya. Apalagi hidungnya seperti perosotan tk. Duh!Alina sadar!
Pria itu menaikkan satu alisnya--bingung.
"Mbak?"tanyanya seraya melambai dihadapan gadis dengan mata bulat itu.
"Eh!ah maaf,terima kasih." Buru-buru gadis itu memalingkan wajahnya.
"Aduh,ganteng banget,"gumam gadis itu lirih.
Melupakan Snack yang sempat bertempur dengannya,kini Alina hanya bisa diam membeku. Padahal perutnya sangat berisik minta diisi,namun otaknya entah kenapa tidak sinkron sekarang.
Kenapa ia tidak menyadari lelaki ini sebelumnya?
Disela lamunan,ponselnya berdering.
Tio.
"Manusia satu ini emang bener-bener,"lirih Alina seraya menerima panggilan.
"Selamat malam Ibu Alin."
"Berisik anjir!ngapain lo nelepon gue?!"sentak Alina dengan wajah memerah.
"Lo kenapa sih?tiba-tiba ngegas kaya gantengnya gue aja?!"balas lelaki diseberang sana tidak kalah sengitnya.
"Lo kan yang bocorin konsep gue ke San,ngaku nggak lo?!"
Tak sadar,Alina kini menaikkan nada suaranya. Membuat beberapa orang menatapnya.
"Lo tau?gara-gara lo,gue harus ngulang semua dari awal karena San udah pake konsep itu sebelum gue!!"kesal Alina.
Hening,Alina pikir Tio sudah memutuskan sambungan,ternyata tidak.
"Maaf Lin,gue..."
"Gue terlalu capek Tio buat nerima maaf dari lo itu."
Alina menutup panggilan,dengan wajah suntuk ia mengusap wajahnya. Memakan dengan rakus Snack yang ia pegang guna menyalurkan rasa kesal.
Ia lupa,sejak tadi pria disampingnya terus memperhatikan.
"Setelah yang dia lakuin,dia cuma minta maaf doang?!dia gak tau apa gue sampe begadang buat bikin konsep baru?!"dengusan gadis itu membuat pria tinggi itu terus memperhatikan.
"Kalo dia balik awas aja,gue bunuh!"teriak gadis itu lantang,tak peduli dengan para penumpang yang mungkin menganggapnya gila.
Alina menutup wajahnya dengan kedua tangan,terisak pelan.
Masih terbayang wajah atasannya yang kecewa karena pekerjaan yang ia buat tak sesuai ekspektasi. Alina marah,tentu saja. Apalagi ini dengan lelaki bernama San--saingannya dalam bidang pekerjaan.
Tiba-tiba Alina merasakan sentuhan pada bahunya,ia menoleh dengan mata memerah.
"Mau?"
Alina mengernyit kala pria yang tadi membantunya,kini malah menyodorkan satu bungkus permen karet.
"Saya tidak punya sapu tangan untuk membantu menghapus air mata mbak,"ucapnya seraya menyimpan permen itu di paha Alina.
"Saya harap itu bisa membantu mbak sedikit menghilangkan kesedihan,"lanjutnya dengan senyuman yang mampu membuat Alina meleleh seketika.
Alina membungkukkan sedikit kepalanya,setelah itu mengenggam benda itu erat.
"Terima kasih."
Bersamaan dengan itu kereta berhenti,pria itu tersenyum lagi kemudian melenggang dari hadapan Alina.
Alina mengulum senyum,menghapus air matanya yang membasahi pipi sejak tadi.
"Semoga kita bertemu lagi ya,"lirih Alina menatap pemberian lelaki itu.
Bab 1 1.
23/08/2024