Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Biarkan Aku Memilikimu Seutuhnya

Biarkan Aku Memilikimu Seutuhnya

aejeong

5.0
Komentar
998
Penayangan
4
Bab

Bianca merasakan kehancuran dalam rumah tangganya, sehingga ia tidak lagi mempercayai suaminya. Hingga akhirnya jiwa petualangannya pun muncul. Ia berhasil memasuki dunia maya pencarian jodoh, namun sebuah foto profil wanita justru membuatnya sangat tertarik. Ia berhasil mendekati wanita tersebut dan butuh perjuangan hingga akhirnya ia berhasil mendapatkan wanita itu. Tetapi, setelah beberapa tahun mereka menjalani hubungan tanpa status tersebut, wanita itu meminta sebuah kejelasan. Ia menginginkan Bianca seutuhnya. Dan Bianca pun mulai dilema. Apakah wanita ini akan menjadi pilihan akhirnya ataukah ia tetap kembali kepada suaminya yang sudah semakin berubah menjadi pribadi yang lebih baik?

Bab 1 Awal Mula

Dua wanita sedang berada di dalam sebuah apartemen dengan saling menatap penuh arti. Rasa rindu yang bercampur dengan kesal teraduk menjadi satu di dalam hati sang wanita yang berpenampilan bagai seorang karyawan eksekutif sebuah perusahaan ternama. Berbeda dengan wanita yang berpenampilan lebih casual, dirinya pun juga menahan rindu namun ada perasaan bersalah juga yang menyelimuti hatinya. Ini adalah pertemuan mereka setelah satu bulan lamanya mereka tidak berjumpa. Sebuah pertemuan yang tidak disangka akan sangat menguras emosi di antara keduanya.

"Bii, aku ingin jadi prioritas di dalam hidup kamu!" Ucap Indri, sosok wanita yang berpenampilan seperti eksekutif muda tersebut.

"Kamu sudah menjadi prioritas aku, sayang!" Jawab Bianca, wanita yang berpenampilan casual.

"Kapan aku jadi prioritas kamu? Kita bertemu saja sebulan hanya satu hingga dua kali saja. Bahkan di saat aku butuh kamu, banyak alasan yang ku buat. Jadi dimana letak prioritas aku di mata kamu?" Lanjut Indri.

"Sayang, maafkan aku. Tapi kamu tahu sendiri kan, aku nggak bisa semudah itu meninggalkan semua begitu saja tanpa sebuah alasan yang masuk akal!" Jawab Bianca dengan nada yang sangat sedih dan kecewa akan dirinya sendiri.

"Itu bukan prioritas namanya, Bii! Apakah kamu tahu arti prioritas itu apa?" Lanjut Bianca

"Iya aku tahu. Maaf atas segala sikap dan salahku selama 2 tahun terakhir ini. Aku tidak bermaksud begitu terhadap kamu, sayang, dan kaku pun tahu akan hal itu bukan?" Balas Bianca.

"Bii, ku mohon!" Indri mulai menitikan sedikit air matanya.

"Maaf, kalau selama ini aku tidak bisa selalu ada di saat kamu membutuhkan aku!" Lanjut Bianca.

"Bii, mau sampai kapan kita akan seperti ini? Aku nggak bisa hubungan kita hanya di belakang terus menerus. Please, aku mau kamu seutuhnya!" Indri menangis sembari memeluk sang kekasih, Bianca Novela.

"Iya, aku pun juga menginginkan sebuah hubungan yang seutuhnya denganmu, tetapi keadaan yang tidak bisa aku lepaskan begitu saja. Bisakah kamu dapat menunggu lagi? Beri aku waktu untuk ini semua. Aku akan memperjuangkan kamu untuk kali ini." Jawab Bianca yang sebenarnya sedang bingung dengan posisinya saat ini.

"Aku sudah menunggu setidaknya 2 tahun, Bii! Harus berapa lama lagi aku menunggu lagi? Dan apa kamu bisa memberiku sebuah kepastian?" Indri kembali mendesak Bianca.

Bianca terdiam sejenak. Dirinya tidak berani menatap mata indah milik Indri. Namun ia harus segera menenangkan kekasihnya tersebut. "Hhhh, baiklah. Beri aku waktu satu tahun untuk bisa menyelesaikan semua. Setelah itu, kita akan bersama-sama!" Jawab Bianca yang seketika itu juga langsung memeluk Indri.

Kini Bianca membiarkan Indri menangis dengan sepuasnya di dalam pelukan Bianca. Bianca tahu bahwa dirinya adalah terdakwa dari kejadian ini semua. Membiarkan Indri masuk dalam perangkap yang tidak sengaja ia lepas begitu saja. Dirinya pun juga terjerat sendiri oleh permainan buatannya. Hingga kini hati Bianca harus terbelah menjadi dua.

"Siapa yang akan menjadi prioritas kamu, Bii? Aku atau suami kamu?" Tanya Indri dengan sangat tiba-tiba.

"Itu tidak perlu diragukan, kamu adalah prioritas aku, sayang!" Jawab Bianca dengan penuh kejujuran.

"Lalu kenapa kaku sulit untuk selalu siap sedia saat aku membutuhkan kamu?" Tanya Indri yang mulai sedikit terpancing.

"Hhhh, kamu sudah lupa. Ada tiga anak yang harus aku jaga. Aku bukan hanya seorang istri, tapi aku juga seorang ibu,sayang. Aku harus menjaga hati anak-anakku juga." Jawab Indri.

Dengan mendengar jawaban Bianca barusan, sebuah tamparan kenyataan baru saja mengenai Indri dengan sangat tepat sasaran. Indri melepaskan pelan-pelan pelukan tersebut. Ia baru menyadari akan hal itu. Ia melupakan status tambahan yang disandang oleh sang kekasih, Bianca.

"Sayang!" Panggil Bianca.

"Jangan mendekat, Bii. Aku butuh jarak!" Jawab Indri yang membuat Bianca seketika mematung begitu saja.

***

POV: Bianca

"Aku sudah tahu siapa wanita itu! Dasar lelaki buaya dan wanita murahan! Tega-teganya kalian bermain di belakang aku begitu saja! Saya yang memberi kamu makan dan pekerjaa di kantor saya malah dengan seenaknya kamu menggoda suami saya! Dan kamu Dito! Dasar gatal memang! Lebih baik kita bercerai saja! Dan jangan harap kamu dapat bertemu dengan anak-anak setelah ini!" Bentakku yang penuh dengan emosi di dalam ruang kerja.

"Maafkan saya, Bu! Saya tidak bermaksud begitu!" Jawab Nur yang berusaha untuk mendapatkan hati Bianca lagi agar ia tidak dipecat dari pekerjaannya.

"Tidak bermaksud bagaimana? Sampai kamu pun berani tidur dengan suami saya itu tidak bermaksud? Mau menusuk saya dari belakang? Dan kamu Dito! Dasar lelaki hidung belang tidak tahu diri! Aku memberimu banyak modal dengan segala usaha yang kita jalankan bersama dan aku sudah mengalah untuk lebih banyak di rumah, tapi kamu melakukan hal hina seperti ini? Tidak tahu diuntung memang!" Aku mulai terpancing emosi.

"Sayang, maafkan aku! Aku khilaf dan tidak sengaja! Ku mohon maafkan aku!" Dito memohon hingga bersujud di kakiku.

"Khilaf? Tapi hingga 4x kalian sudah menginap di hotel! Dan pilihan wanitamu kali ini sangatlah rendah, Dito! Dasar murahan!" Aku masih harus menahan emosinya karena dirinya pun tidak ingin sampai bermain fisik kepada dua makhluk manusia tidak tahu diri tersebut.

"Bu, saya salah. Saya akan resign dari kantor ini dan tidak akan menghubungi kantor serta bapak lagi. Saya benar-benar bersalah!" Ujar Nur yang dengan menunjukkan wajah sok malaikatnya kepadaku.

"Oh satu lagi, apa suami kamu juga sudah tahu dengan kelakuan kalian berdua?" Tanya aku yang sudah merasa jijik dengan wanita di depanku.

"Tidak, Bu! Saya tidak bisa memberitahu suami saya karena nanti saya akan dihajar habis-habisan olehnya." Jawab Nur dengan tertunduk.

"Sudah sepantasnya kalian berdua dihajar! Sudah untung aku tidak melaporkan kalian ke pihak berwajib atas tuduhan zina dengan segala bukti yang saya miliki!" Ujar diriku dengan cukup sinis.

"Cukup sayang, aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku khilaf, aku akan kembali setia ke kamu dan melupakan wanita ini. Ku mohon!" Dito sangat berharap masih ingin kembali kepadaku.

"Iya bu, saya akan segera resign dari kantor ini secepatnya. Hari ini saya akan ke menyerahkan surat pengunduran diri saya kepada ibu." Sahut Nur dengan buru-buru.

"Tidak perlu! Kamu saya pecat dan pergi dari hadapan saya sekarang juga. Jangan sekalipun saya melihat wajah kamu lagi!" Usir Bianca.

"Sayang!" Panggil Dito yang masih berlutut di kaki aku sembari memohon-mohon.

"Dan untuk kamu! Posisi akan kita tukar! Kamu yang akan stand by di rumah dan aku yang akan mengurus perusahaan ini! Sekali lagi kamu melakukan hal yang sama, jangan harap kamu mendapatkan maafku. Bahkan aku akan meminta cerai dan tidak akan membiarkanmu dapat bertemu anak-anak lagi, terutama anak kesayangan kamu, Halim." Ujar diriku yang kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Dito yang masih ternganga mendengar ucapan aku yang begitu terdengar menyeramkan baginya.

***

POV: Indri

Tidak banyak yang tahu bahwa aku adalah seorang biseksual. Namun, di dunia modeling siapa saja akan memiliki orientasi seksual yang beraneka ragam. Ya, aku seorang model sebagai pekerjaan sampingan. Dan pekerjaan utamaku ada seorang karyawan swasta di salah satu sudut kota Pulau Bali. Ah, Bali. Pasti semua orang akan beranggapan biasa saja jika beraneka manusia dengan segala jenisnya berada di sini, bukan. Aku memilih tinggal di Bali juga bukan karena hal itu, melainkan sumber pencarian mata uang yang lebih mudah untuk di dapatkan.

"Beib, cepat ganti baju! Kita masih ada 2 pakaian lagi!" Panggil Yogi yang juga salah satu model bersama dengan Indri.

"Iya iya! Ini lho lagi jalan ke ruang ganti! Itu juga masih sesi mas Prabu sama mbak Ayu!" Jawabku dengan sedikit terburu-buru berjalan karena baju yang ku kenakan sedikit susah membuatku berjalan.

Yogi pun mengikuti kakiku melangkah. "Beib, si artis ibu kota itu masih sering nanyain kamu lho!" Goda Yogi.

"Siapa beib?" Aku masih belum mengerti dengan apa yang dimaksud dengan Yogi.

"Itu lho artis lawas yang udah jadi produser dan sutradara! Aku juga lupa namanya, eeee, mbak Raline! Inget nggak?" Yogi berkata dengan penuh antusias.

"Aaah, dia. Biarkan sudah. Toh dia sudah punya lakik, anaknya pun cantik dan ganteng pula!" Jawabku dengan santai.

"Eh, itu kan kedok dia! Tapi dia masih mau ngejar kamu lho! Lumayan jadi sugar baby dia, beib! Dia kan tajir melintir!" Ujar Yogi dengan gaya ulalanya.

"Udah capek setahun jadi sugar baby dia, beib! Gila banget lha! Nggak kuat imbangi dia dengan segala kemauan dan fantasinya!" Jawabku yang sudah tidak ingin lagi bersama artis kondang pada jamannya.

Ah iya, aku memang pernah jadi salah satu sugar baby milik seorang artis kawakan. Dia sudah sangat jarang berakting lagi, namun dia lebih sibuk dengan aktivitasnya sebagai lagi pada produser maupun sutradara. Dan setiap dia berada di Bali, aku selalu berada di sampingnya. Bahkan saat ia ada proyek pembuatan film di Eropa, aku pun ikut dengannya. Dan sekalia lagi, artis itu sudah memiliki suami dan juga anak. Aku memutuskan untuk tidak menjadi sugar babynya karena aku sudah cukup lelah dengannya selama setahun terakhir kemarin. Baik, sopan, hanya saja fantasinya yang membuatku kelimpungan. Ya, fantasi sex nya. Itu saja yang membuatku tidak sanggup dan cukup frustasi rasanya.

"Beib! Kalau udah ganti baju, langsung ke sana ya! Bentar lagi giliran kaku sama mbak ayu berdua. Mbak Ayu juga udah mulai ganti baju itu!" Ujar Yogi.

"Iya iya, beib! Sabar! Aku juga sudah dengan kecepatan penuh ini mengganti baju sampai dibantu sama mbak Deni and mbak Yuli!" Jawabku yang sedikit menggerutu sebenarnya.

"Mbak, ada salam dari fotografernya, katanya dia suka sama mbak Bianca!" Ujar mbak Yuli sedikit berbisik.

"Haduh, fotografer utamanya mbak?" Tanyaku meragu.

"Iya mbak. Mas Agung itu minta nomor hape mbak katanya, tapi saya nggak kasih, saya bilang mau tanya mbak dulu!" Jawab mbak Yuli hati-hati.

"Bilang aja aku udah nikah mbak. Modelan fotografer kayak dia mah cuma pengen dapetin model buat temenin dia tidur doang!" Ejek ku yang sudah hafal dengan aneka ragam kelakuan fotografer.

"Hehehehe! Bener mbak! Saya aja dengar gosip itu mas Agung sebenarnya udah nikah, tapi istrinya di kampung. Dan banyak model yang udah dia tidurin. Malah ada dua apa tiga model sampai hamidun dan nggak berkarir jadi model lagi sekarang!" Lanjut mbak Deni.

"Ish, najis dah! Ogah deh!" Jawabku dengan cukup jijik sebenarnya.

***

Baru saja Bianca dan Dito menjalani kehidupan yang lebih baik, tiba-tiba wanita simpanan Dito yang sudah diusir oleh Bianca, dengan beraninya datang ke rumah mereka berdua. Untung saja ketiga anak Bianca sedang berada di rumah neneknya.

"Ada apa lagi kamu kemari, hah!" Bentak Bianca yang melirik ke arah Dito.

"Aku hanya ingin meminta pertanggungjawaban dari Pak Dito!" Jawab Nur dengan gaya angkuhnya.

"Pertanggungjawaban apa!" Ujar Dito dengan wajahnya yang mulai merah karena takut apa yang ditakutkan selama ini terjadi.

"Aku hamil anak kamu! Dan kamu harus bertanggung jawab atas anak ini, pak!" Balas Nur.

"Kamu sudah ada suami! Jadi bisa saja itu anak kamu! Atau bisa saja punya anak laki-laki lainnya!" Dito langsung mengelak begitu saja.

Bianca sebenarnya sudah sangat emosi. Namun, rupanya menyukai pertengkaran tersebut. Ia hanya menikmati saja pertengkaran suaminya dengan selingkuhannya itu. Nur yang tetap memaksa minta pertanggungjawaba, sedangkan Dito tidak ingin. Ya, semua lelaki itu sama. Hanya ingin menikmati tapi tidak ingin bertanggung jawab. Alamiah kah? Bukan! Tapi itu hanya nafsu setan belaka.

"Jika kalian masih ingin bertengkar, silahkan dilanjutkan. Tapi jangan di rumah saya. Anak-anak saya sebentar lagi akan pulang. Oya Dito, lebih baik kamu segera mengurusnya jika tidak ingin kehilangan anak-anak kamu!" Ujar Bianca dengan sangat dingin dan meninggalkan Dito serta Nur di ruang tamu.

"Jadi wanita jangan terlalu begitu, Bu! Anda harusnya bisa tahu perasaan bagaimana saat ini!" Bentak Nur yang membuat Bianca kini mulai terpancing emosinya.

Bianca memutar badannya dan berjalan mendekat Nur. Ia menatap Nur penuh jijik dari atas hingga bawah. Seolah memberi kesan bahwa Nur bukan lah wanita yang benar. Sesaat kemudian, Bianca dengan cekatan mendaratkan sebuah tamparan cukup keras di pipi milik Nur. Membuat sang pemilik pipi juga Dito terperanjat melihat kejadian tersebut.

"Apa-apaan kamu, Bianca!" Ujar Dito yang kaget.

"Stop! Jangan mencegahku, To! Dan kamu wanita murahan! Apa kamu bilang tadi? Aku harus mengerti perasaan kamu? Saat kamu berselingkuh dengan Dito apa kamu mengerti perasaan saya! Kamu juga seorang wanita, ibu, sekaligus istri orang! Apa kamu tidak lebih hina dari seorang pelacur! Atau jangan-jangan kamu memang seorang pelacur! Pergi kamu dari sini! Dan jika kamu masih menginginkan Dito, silahkan ambil Dia! Saya tidak butuh laki-laki seperti dia!" Bentak Bianca yang mulai menahan rasa emosinya saat ini agar ketika anak-anaknya pulang, dirinya mampu memberikan wajah yang tenang serta bahagia.

"Bianca, aku mohon. Aku tidak ingin bersama dia! Aku masih mencintai kamu!" Ujar Dito yang memohon kemudian berlutut di kaki Bianca di saat Bianca ingin meninggalkan keduanya.

"Selesaikan urusan kamu dengan wanita murahan itu! Selama kamu belum selesai dengan wanita itu, jangan menginjakkan kaki kamu itu ke rumah yang kita bangun sejak awal ini!" Jawab Bianca dengan sangat ketus dan berlalu begitu saja.

Terdengar samar bahwa Dito benar mengusir Nur dan selingkuhan Dito tidak ingin ditinggalkan begitu saja oleh Dito. Entah apa yang wanita itu harapkan dari seorang Dito. Jika harta, seluruh karyawan tahu bahwa pemilik perusahaan adalah Bianca. Dito hanya membantunya di saat kini Bianca sedang sibuk mengurus anak-anaknya yang sedang duduk di bangku sekolah dasar.

***

Malam itu Dito benar-benar tidak diijinkan oleh Bianca untuk tidur bersamanya. Bahkan sangat dilarang oleh Bianca tidur di kamar anak-anak mereka. Sehingga Dito pun memilih untuk tidur di ruang keluarga. Waktu sudah menunjukkan pukul 00.32. Bianca pun masih belum dapat memejamkan matanya. Ia pun berniat untuk melihat anak-anaknya di kamar sebelah. Bianca keluar dari kamar, dengan spontan sudut matanya pun melirik ke arah ruang keluarga. Suara televisi masih menyala, tapi sepertinya sang suami telah tertidur. Ia pun mendekat ke ruangan tersebut untuk berniat mematikan televisi yang tidak dilihat oleh Dito.

"Jangan dimatikan. Aku masih ingin melihatnya." Ujar Dito dengan lembut yang membuat Bianca sedikit terkejut.

"Oh, ok!" Jawab Bianca yang berusaha tenang dan berlalu begitu saja.

"Kenapa harus pergi? Bisakah kita berbicara sejenak?" Tanya Dito.

"Apa lagi yang ingin dibicarakan?" Balas Bianca.

"Kita." Dito menjawab dengan cepat.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan." Bianca menjawab dengan sangat ketus.

"Mengapa begitu? Bukankah permasalahan seperti ini harus segera diselesaikan agar tidak berlarut? Please." Lanjut Dito.

"Aku mengantuk. Besok aku yang harus ke kantor. Kamu tidak perlu ke kantor lagi. Atau mungkin sebaiknya kamu mulai mencari pekerjaan lain. Karena aku akan segera menceraikan kamu." Jawab Bianca dengan sangat ketus dan berlalu begitu saja.

Mendengar ucapan Bianca, Dito bangkit dari posisinya. Ia mengejar Bianca dan berhasil mendapatkan lengan Bianca.

"Sayang, aku tidak ingin bercerai. Aku khilaf dan sungguh-sungguh meminta maaf telah menodai pernikahan kita. Aku masih mencintai kamu dan juga anak-anak kita. Aku mohon, kita bertahan untuk anak-anak jika kamu sangat membenci aku." Pinta Dito dengan wajahnya yang sangat sendu saat ini.

"Demi anak-anak katamu? Tidak! Dalam pernikahan, aku tidak hanya mementingkan anak-anak. Kalau aku tidak bisa bahagia, maka aku tidak dapat membahagiakan anak-anak. Dan aku lama-lama akan stres dan gila sendiri. No! Aku tidak menginginkan hal itu. Soal perceraian, lama-lama anak-anak juga akan mengerti. Jadi kamu tidak perlu khawatir. Sudah, aku harus istirahat. Banyak yang harus aku urus untuk esok hari." Balas Bianca yang langsung melepaskan tangan Dito dari lengannya.

"Bianca! Sayang!" Panggil Dito yang tidak direspon sama sekali oleh Bianca.

Hati kecil Bianca menangis sebenarnya. Rasa sedih dan kecewa sangat ia rasakan saat ini. Dunianya begitu hancur dan tidak ada yang bisa ia lakukan. Berselingkuh saja membuat Bianca sangat membenci Dito, namun kehadiran seorang anak di dalam rahim milik selingkuhan Dito, semakin membuat dunia Bianca jungkir balik. Ia tidak dapat membayangkan di masa mendatang akan hadir seorang anak yang meminta pertanggungjawaban Dito. Bianca tidak dapat membayangkan hal tersebut. Terlebih lagi perasaan anak-anaknya nanti di kemudian hari bila mengetahui kenyataan tersebut.

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku