Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
65
Penayangan
10
Bab

Gadis itu tengah murung, terkadang dia juga tersenyum. Namun ada guratan kesedihan yang tersirat. Sebuah pristiwa pada masa lalunya ... masih membekas, dan membuatnya hancur. Seorang gadis kecil yang tewas, karena ulah ibunya yang mengidap skizofrenia. Dia adalah Clara, hantu kecil yang kesepian. Dan akan menunjukkan kekuatannya bila ada seseorang yang membuatnya kesal. Dia hanya ingin mendapatkan teman. Dan dia hanya ingin melindungi orang yang ia sayangi. Namun caranya terkadang salah, tak jarang ia melukai orang lain dan bahkan menghilangkan nyawanya. Monster kecil ini mulai ikut campur dalam kehidupan keluarga Brown. Dan terus menebar teror pada siapaun yang menyakiti teman barunya. Yaitu, Grace Brown. Simak kisah hantu Clara dalam novel ini.

Bab 1 Si Gadis Murung

Halloween telah tiba, dan untuk pertama kalinya keluarga Brown merayakan pesta Halloween di rumah baru mereka.

Suasana begitu meriah, aneka permen dan kue-kue berbentuk unik tersusun dengan rapi. Keadaan rumah juga terlihat berbeda, dihias begitu nyentrik dan dipenuhi nuansa gelap.

"Ayah, apa labunya sudah cukup?" tanya seorang pria muda kepada ayahnya.

Dia adalah Ace Brown, dan ayahnya bernama Abraham Brown.

"Aku rasa sudah cukup! Sebentar lagi sepupumu akan datang!" tukas Abraham.

"Iya!" jawab Ace, dia meletakkan labu yang sudah diukir monster olehnya di atas meja.

Dan dia duduk dengan wajah yang tak bersemangat.

Sesungguhnya Ace sangat keberatan atas keputusan ayahnya mengundang keluarga sepupunya yang bernama Asher, telebih ibunya Asher yang tak lain adalah adik kandung ayahnya sangatlah sombong.

Wanita itu bernama Kayana Smith. Dan keluarga mereka memang lebih kaya dibandingkan dengan keluarga Brown.

Bibinya itu menjadi kaya karena menikah dengan pengusaha properti sukses bernama Arnold Smith.

Dan hal itu menjadikannya orang yang sombong dan sering merendahkan keluarga Brown.

"Hei, sayang kenapa diam saja? Ayo kenakan kostumnya, Sayang!" suruh Jovanka, ibunda dari Ace.

Sedangkan Grace adik perempuan Ace sudah tampil cantik menggunakan kostum peri.

"Hei, semuanya! Bagaimana dengan kostumku?" tanya gadis kecil itu, usianya baru menginjak 5 tahun, sedangkan Ace 18 tahun.

"Wah, putriku cantik sekali!" puji Jovanka.

"Terima kasih!" jawab gadis kecil itu dengan riang.

Grace mendekati kakaknya.

"Kak, ayo pakai kostummu! Nanti Bibi Kayana keburu datang, lo!" ujar Grace.

"Aku tidak peduli!" sengut Ace.

Dan benar saja, tak lama orang yang sedang mereka bicarakan itu pun datang.

"Permisi! Apa kami boleh masuk?" tukas Kayana dari luar rumah.

"Cih! Seperti tidak punya aturan saja! Memangnya mengetuk pintu atau menekan bell dulu apa susahnya, sih?" gumam Ace yang tak suka melihat wanita itu.

"Mari masuk!" suruh Ace dengan terpaksa.

Keduanya masuk dengan menaikan dagu.

"Wah, rumahnya lumayan bagus kalau dihias seperti ini!" ucap Kayana.

"Iya, Bu! Tapi tetap saja keadaannya sangat sempit! Aku sulit bernapas!" cerca Asher.

"Ssst ... tidak boleh begitu, Sayang!" sahut Kayana.

Jangan ditanya bagaiamana kesalnya Ace atas kehadiran dua orang ini. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa. Ayahnya yang sudah mengundang keduanya, dan Abraham sangat menyayangi adik serta keponakannya itu. Tentu semua karena ia merasa bangga memiliki saudari yang kaya-raya.

***

Musik yang menghentak mulai terdengar, dan mereka tengah asik meminum anggur.

"Abraham! Jujur awalnya aku tidak mau datang di acaramu, tapi berhubung suamiku sedang di luar kota, jadi aku memutuskan untuk datang!" ucap Kayana.

"Terima kasih, Adikku Sayang! Kau sudah berkunjung ke rumah reot kakakmu ini!" ujar Abraham sambil tertawa.

Jovanka datang, lalu menuangkan segelas anggur pada gelasnya sendiri.

"Jo, kau kenapa memakai warna lipstik seperti itu? Jelek sekali!" cerca Kayana, "pasti lipstik murahan, ya?" ucapnya dengan sorot mata meledek.

Jovanka hanya bisa mendengus kesal, dia tak membalas celaan Kayana barang sedikit pun. Karena wanita itu tahu jika dia memarahi Kayana maka Abraham suaminya juga akan marah kepadanya.

Perlahan Grace pun mendekati mereka, "Bu, boleh aku minta minumannya?" tanya gadis itu.

Jovanka pun tersenyum dan memberikan jus jeruk untuk putrinya.

"Ini untukmu, Sayang," tukasnya.

"Kenapa yang ini? Dan tidak seperti milik kalian?" tanya Grace.

"Ini minuman untuk anak-anak. Dan yang itu untuk kami yang sudah dewasa," jelas Jovanka dengan sabar, "kalau masih kecil dilarang minum punya orang dewasa, ya!" timpalnya.

"Oh, begitu ya, Bu?" Grace menganggukkan kepalanya.

"Iya, Sayang," Jovanka tersenyum lagi.

"Aku boleh main ke luar rumah?" tanya Grace.

"Tentu saja!" jawab Jovanka.

Lalu gadis kecil itu pun memilih bermain sendirian di luar rumah.

Selama tinggal di sini, Grace merasa kesepian. Di sini rumahnya terpencil dan sangat sempit. Dia tidak memiliki teman.

'Aku rindu, teman-temanku ....' Bicara Grace di dalam hati.

Nanar netranya memandang halaman rumah.

Dia sedang meratapi nasib yang tidak ia sukai, namun terpaksa harus ia jalani.

Orang tuanya pindah di rumah ini karena himpitan ekonomi.

Mereka baru saja mengalami kebangkrutan. Sehingga terpaksa menjual rumah besarnya dan menukarnya dengan yang lebih kecil, dan letaknya cukup terpencil.

Namun tak ada pilihan lain, hanya rumah ini yang harganya murah, dan dengan begitu mereka bisa menggunakan uang dari sisa penjualan rumah besarnya untuk modal usaha lagi.

Grace duduk sambil melamun, dia menggunakan kostum bagus namun tidak bisa merasakan keceryaan.

"Huft ... aku benci kalau Bibi Kayana dan Asher datang. Mereka itu orang-orang jahat, pasti setelah ini Ibu akan menangis lagi," gumam Grace dengan wajah sendu.

Tepat di depannya, terdapat semak-semak dan pohon-pohon kering yang tak terurus, dia melihat ada seorang gadis kecil yang sedang bersembunyi.

"Dia siapa?" Grace semakin penasaran. Lalu dia berlari mendekat.

Musim gugur menjatuhkan ribuan daun, kaki kecilnya melintasi dedaunan kering yang berceceran.

Dan gadis kecil yang ia lihat tadi kini kembali berlari.

"Hei, tunggu!" teriak Grace.

Dia berhenti di balik tembok usang, seperti bekas rumah yang habis terbakar.

Gadis kecil itu membenamkan wajahnya di balik kedua lututnya.

Grace perlahan mendekati.

"Halo, kau baik-baik saja?" tanya Grace pada gadis itu.

Lalu si gadis kecil mengangkat wajahnya.

Grace mengulurkan tangan ke arahnya.

"Namaku Grace! Kau siapa?"

Kemudian gadis kecil itu tersenyum tipis menyambut tangan Grace.

"Wah, tanganmu dingin sekali!" kata Grace, "wajahmu juga pucat," imbuhnya.

"Apa kau sedang sakit?"

Gadis itu menjawabnya dengan menggelengkan kepalanya.

Lalu dia menuntun tangan Grace dan mengajaknya ke suatu tempat.

***

Mereka pergi di sebuah taman bermain, dan keduanya tengah bermain ayunan.

"Wah, tempat ini sangat bagus. Aku senang bertemu denganmu. Tapi namamu siapa?" tanya Grace sekali lagi, "bahkan sejak tadi kau tidak berbicara?"

Gadis kecil itu menoleh ke arah Grace.

"Namaku Clara." jawabnya dengan suara datar.

"Waw, nama yang bagus!" puji Grace.

Dia benar-benar senang bisa bertemu dengan teman sebaya.

Dia pikir hidupnya akan selalu muram karena selalu kesepian. Namun dia salah, hidupnya kembali ceria lagi setelah bertemu dengan teman baru yang bernama Clara.

"Kostummu sangat bagus." Puji Clara.

"Benarkah? Ini kakakku yang memilihkannya!" ujar Grace dengan penuh antusias.

***

Grace tengah asyik bermain dengan Clara, sementara di rumahnya. Ayah dan yang lainnya tengah sibuk mencari-cari keberadaan Grace.

"Astaga! Di mana putriku? Grace! Grace!" teriak Jovanka sambil menangis.

"Jo! Kamu itu jangan menangis! Kamu harus tenang! Kita cari bersama-sama!" ujar Abraham.

"Bagaimana aku bisa tenang? Putriku menghilang! Kita sudah mencarinya selama berjam-jam! Tapi mana hasilnya ...?" tukas Jovanka.

"Sabar, Bu!" Ace memeluk ibunya.

Mereka sudah mengelilingi area rumah dan jalanan sekitar sini untuk mencari Grace, namun mereka tidak menemukannya.

Jovanka berpikir jika ada yang telah menculik putri tercintanya itu.

To be continued

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku