Prahara Masa Lalu
a
akinya, ia bahkan tak punya keberanian untuk sekedar mendongkakan kepalnya."Elo liat nih sweteer gue jadi kotor, lo engak punya mata?" sent
p, meremas ujung seragam pu
ton dan berlalu pergi dengan wajah angkuhnya. Jelita masih diam tertunduk membiarkan air matan
a yang basah karena air mata, ia memandangi tubuh kurusnya yang terbalut seragam sekolah yang sudah lusuh, tak ada yang menarik dari jelita, kulit sawo matang, m
pada ibunya tidak sanggup harus bersekolah disekolah ternama yang penuh dengan murid muid kolongmerat yang angkuh itu, t
seorang siswi menyodo
ev," Jelit
yang melihat dirinya dekat dengan Jelita, ia takut menjadi bahan perundungan j
*
at sarapan," pan
k tangga."Habis ini kita pergi?" mel
hanya Jelita yang menjadi harapanya kini usai suami dan anak pertamanya pergi da
an sosok gadis yang sudah empat tahun meninggalkan keduanya."Sayang, selamat ulang tahun," dengan suara bergetar ibu Nita mengusap batu nisan yang bertuliskan na
mpuanya tak terasa empat tahun sudah meninggalkanya."Kakak, aku rindu," Jelita mengusap pelan bingkai foto itu, air matanya kembali tumpah mengingat bagaimana cara
nggalkany
n hidupku, kelak aku a
ng pasti kelak ia akan mencari tau untuk siapa surat itu ditunjukan."Kakak, maafkan aku, sampai saat ini aku belum bisa menemukan orang yang suda
*
enagkan?" tanya sang mama
elita memberika
dektkan wajahnya d
pasti akan dapat beasiswa
engan wajah yang berbinar binar. Jelita adalah kebanggany
inya. Jelita menghetikan langkah kakinya, ia mengambil ikat rambut disaku roknya mengikat rambut kriwilnya yang mengembang seperti singa. Jelit
g membuat beberapa buku yang dipegangnya jatuh berhamburan keta
kan aku," Jelita hendak mengusap lengan se
," dengan kasar pria it
pria dengan nada mengejek yang direspon gelak tawa dari teman temnaya yang
jaya itu, pria dengan paras hampir sempurna namun keangkuhanya melebihi sang pemilik semesta. Te
an kue."Jelita, antarkan pesanan ini," seorang wanita memberikan nampan berisi makanan dan minuman yang di pesan pelanggannya di cafe tersebut. Jel
lita dengan jantun
erjalan ke meja tersebut."Ini pesan
an ponselnya repleks mendo
tu sekolah mu," j
kerja
nan Arveen di mejanya dengan senyum tipis yang mengembang, bertemu tanpa se
di pesaannya. Senyum tipis itu masih menggembang. Di balik kaca mata minusnya Jelita masih memperhatikan Arveen diam diam. Gadis yang kerap di katakan cupu itu san