FREE FALL
amun tangan itu masih setia berpegang pada dirinya. Membuatnya bingung, apakah tang
a bertemu dengan Jesse atau sekedar menyapanya, Ryu menarik Leah keluar dari tempat kotor itu. Dirinya sudah tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri apab
sempurna di bagian leher belakang Ryu. Hampir semua beban tubuhnya dia tumpuhkan ke Ryu. Entah kenapa tidak ada kata yang bisa dirinya keluarkan sekarang, t
mbut, kepalanya disadarkan ke kursi yang bisa mengurangi sedikit rasa pusingnya itu. Leah yang memang belum sepenuhnya mabuk itu, masuk bisa sadar dengan apa yang dilakukan Ryu padanya, namun dia leb
l
yang mewaki
tbealt Li, jangan mikir yan
r jika kini Ryu masih menaruh tatapan tajamnya itu padanya. Sungguh dirinya paling tidak bisa
t yang bersamaan menimbulkan rasa takut pula, karena sudah membohongi Ryu. Dengan sangat sadar dia tahu kalo Ryu paling ti
yu yang melakukannya. Membuat nafasnya tercekat sementara. Hingga Leah merasakan bahwa mobil ini sudah berjalan, tanda bahwa Ryu sudah tidak menatapnya lag
a rasa tenang juga dengan perlahan berusaha untuk meraih hatinya. Iya, dia datang di saat yang tepat. Jika saja tadi dirinya mengabaikan telepon
ngg
untuk mencari Leah. Tapi bukannya deringan ponsel itu menghilang malah semakin berulang terus menerus, mau tidak mau membuatnya meng
i club xxx
u
irinya pikirkan sekarang, tapi apakah Leah benar benar ingin menjauhinya sekarang? Karena Leah
betul kelembutan Ryu saat memperlakukannya. Namun, dirinya masih tidak mendapatkan keberanian untuk bisa menatap mata Ryu untuk sekarang ini. Iya, sebut saja dirinya pengecut tapi sungguh dirinya belum siap apabila Ryu harus membencinya hari ini. Belum dan tak akan p
rak, dengan sisi kanan dan kirinya yang sudah terhimpit dengan guling. Tak lupa juga dirinya menyiapkan segelas air minum di meja dekat tempat tidur Leah. Jangan tanya kenapa Ryu
tanya itu tidak bisa pindah begitu saja dari
ncintai gadis ini, entah apa yang membuatnya menyukai Leah padahal tipenya sangat jauh dari perilaku gadis ini. Melihat kelakuannya tia
bisa melihat sekelebat punggung pria itu yang menjauh meninggalkannya. Hanya meninggalkan sebuah senyuman miris nan menyakitkan p
ari mulut Leah, sebelum matanya itu tak kuat lagi
menyilaukan pandangannya. Matanya masih sangat berat rasanya untuk terbuka, tapi matahari seakan tak mau memberikannya pengecualian. Satu tangannya masih berusaha memij
menjemputnya hari ini. Dengan perlahan kakinya itu berusaha untuk menyentuh lantai, namun segelas air putih yang berada di nakas meja menyita perhatiannya. Hanya segelas air pu
i indera penciumannya sudah diganggu dengan aroma masakan sup yang sedap. Entah siapa yang sedang memas