Gairah Liar Masa Puber
anita lajang ini panik. Ketika mereka berdua akhirnya tiba kembali di kota, menembus rintik hujan dan gel
a yang bisa ia ungkap dalam sebuah peristiwa pendek yang begitu bergelora tadi? Dan kenapa i
amat, Rien berbelok ke kiri, ke tempat kostnya. Sambil berusaha ter
e rumahnya. Tetapi dilihatnya Mba Rien hanya melambai, tidak menawarkan mam
u melepas jaket parasut dan celana pendeknya. Dengan bersaput h
sedang bermain ke tetangga sebelah. Cepat-cepat Rien mengunci pintu kamar mandi dan membuka pa
bil tersenyum, dalam hati ia memarahi dirinya sendiri. Rien, kamu telah membuka gerbang ke arah
nya mampu menampung gejolak itu. Rien mengambil sabun dan membasuh kedua tangannya dengan seksama.
esegaran menyerbu badannya, membuatnya ingin bernyanyi. Maka tak lama k
sa harum. Pada saat menyabuni bagian bawah tubuhnya, ia terkejut sendiri. Hampir saja sabun lepas da
ang berlebihan. Ada sensitifitas yang lebih dari biasanya. Tanpa sabun, tangannya be
sa yang telah lama tak dirasakannya: sebentuk geli yang bercampur nikmat
h, dan kedua kakinya bagai sedang berseter
usapan tangannya. Bahkan itu bukan lagi mengusap namanya. Itu meremas naman
enjata. Rien menggelinjang, dan hampir saja terpeleset di lantai kamar mandi yang licin. Tangan
s dilakukan di bawah sana. Mata Rien sedikit terpejam, dan mulutnya ya
a, dan Rien agak terhuyung, sehingga ia akhirnya
sadar. Buru-buru ia kembali ke dekat bak mandi. Terdengar sua
menjawab keras-keras, "Ya, ini aku La ... sedang mandi...", entah
k Lara lagi, terdengar melangkah me
ari .... ", jawab Rien
am. Dalam hati Rien bersyukur, Lara datang sebelum
erti itu. Sambil tertawa kecil, Rien menghentikan perdebatan di kal
ar mandi, dan telah pula menyabuni tubuhnya. Sama dengan Mba Rien,
ibu, atau ajakan Susi untuk bermain petak umpet. Kino melanjutkan gerakan-gerak
kesibukannya itu, Kino tak bertemu Mba Rien. Ia tak mungkin bisa menemui Mba Rien, karena dia
sengaja lewat!). Kata Niken, Mba Rien menyuruh Kino rajin belajar supaya semua ulangannya bernilai bagus. Kata Ni
ia tiba-tiba menghindar? sergahnya dalam hati, disertai gundah karena
ia melakukan itu di gua; ia bahkan tampak ceria, dan matanya penuh senyum menggoda
am, sehingga Kino baru tertidur pukul 2 pagi. Untung keesokan harinya
a. Tidak Dodi dan Iwan yang baginya cuma akan menambah persoalan. Tidak juga ibu, dan
i letih, lalu tidur-tiduran di bawah semak-semak tempat ia dulu pertama kali menyentuh dada
ang wanita bijaksana, pikir Kino dalam hati, dan ia pergi karena aku harus ulangan umum. Karena aku harus
rtanyaan-pertanyaan yang terus berdatangan di kepalanya. Pikiran itu pula yang membantu Kin
penuh dengan huruf dan angka. Satu demi satu ia menyelesaikan mata ulangan dengan sedikit
diri di dekatnya, memeluk tas dan menuaskan senyum di mukanya y
ng tampaknya peduli akan perasaannya. Kino teringat, Alma pula yang du
ka ia sedang duduk sendirian di pinggir lapangan basket menu
betapa indah kedua bola mata gadis yang oleh Dodi dan Iwan selalu dipuji-puji setinggi lang
ak tega mengatakan "tidak", maka ia cuma mengangguk dan mereka berjalan beriringan
memperdengarkan suitan nakalnya. Kino mengutuk dalam hati, dua
on asam rindang, berbincang-bincang ringan tentang sekolah. Alma ber
dukungannya kepada rencana itu. Alma bertanya apakah Kino akan ikut berkemah, dan Kino menja
anya! Alma tampak lembut, mungil, terkadang seperti sedang bersed
an suaranya yang pelan dan matanya yang menatap bening. Di depan Mba Rien, Kino seperti murid di hadapan ma
ringkih itu. Merasa perlu selalu jalan di sebelah kanan kalau beriringan. Merasa pe
kecuali jika Kino ingin mengantar Alma sampai ke rumahnya. Alma memecah kesunyian di a
a. Alma menghentikan langkah, berputar menghadap Kino yang juga sedang berdiri ter
jah Alma berubah mendengar ucapan Kino, dan bibirnya yang mungil susah-payah menyem
daftar kepada siapa." lanjut Kino se
padaku. Hari ini juga namamu sudah bisa kutulis sebagai peserta. Aku bisa menalangi uang pendaftarannya. Aku....," Alma menghentikan ucapanny
yikan rasa malu yang menyerbu. Kino tiba-tiba ingin tertawa keras, tetapi
etap menahan senyum, "Sampai jumpa
g memerah tetapi juga bersinar riang sempurna. Ma
k siang yang kering itu. "Sampai jumpa," bisiknya, tetapi tentu Kino tak
untuk berjalan ke arah rumahnya. Bumi terasa empuk, seperti kasur terb
penjara, dan anak-anak kelas dua dan kelas tiga adalah para pesakitan. Tetapi siapa yang pe
tu Pak Sulih, guru seni yang terlalu tua itu!), serta tidur melewati batas waktu yang selalu ditetapkan seca
eka berteman. Kino kini menyadari, Alma bukan gadis biasa, bukan semat
ua mereka itu: Alma peduli padanya, peduli pada apa yang dirasakannya, dan peduli dengan ke
narik gadis itu ke balik sebuah batu besar. Di situ, di antara gemersi
t sekali. Alma memejamkan mata, merasakan angin seperti sutra menyelimuti t
(Alma cuma setinggi hidungnya), melumat bibirnya yang
an teks gubahan mereka sendiri yang sangat gombal. Kin
lma dengannya. Pusing sekali Kino dibuatnya, tetapi apa lah dayanya, cuma D
menjenguk kakek-neneknya. Inilah pertama kalinya Alma merasa perlu melaporkan kepergiaannya
surat pendek, di atas kertas merah jambu, dan dikirim lewat kurir istimewa ber
isinya. Dengan seksama, dilipatnya kertas merah muda itu, dan disimpannya di dompet. Kepada
iap-siap berenang ke sungai, dan mengajak Iwan ikut serta. Sepanjang sore, mereka berlomba-lomba men
ika Dodi dan Iwan telah terpis
!" sergah wanita t
anjutkan dengan pertanyaan tentang Mba Rien, tetapi Kin
anya Niken, entah kenapa Kino mer
belum dimulai lagi, dan Susi belu
. koq tidak pernah ngobrol dengan M
, entah kenapa ia akhirnya berjalan beriringan dengan Niken ke arah sanggar. Niken berceloteh entah tentang
ihan. Kino menggumamkan terimakasih, menjawab sekenannya, lalu berjalan ke arah ruang latihan. Langkahny
uang latihan. Kino terpaku sejenak, matanya menyesuaikan diri dengan keremangan ruang latihan. Akhirn
hnya dalam hati, tetapi ia tak mempedulikan perasaannya. Dipeluknya Kino sebel
ia mencium pipinya, dan diberondongn
ng Susi, tentang .... entah tentang apa lagi. Banyak sekali yang tak bisa dijawabnya. Mba Rien tampa
dan mulus itu semakin terpampang indah, dan matanya yang bersinar itu semakin tampil
en mengajak Kino ke tempat kostnya. Kino hendak membantah, karena hari sudah mulai gelap. Tetapi, sebagaimana
an-teman, dan ayah-ibu telah mengijinkannya pulang paling lambat
pan dan berpakaian rapi, mungkin pacarnya. Kino mengangguk sopan, dan Mba Laras mencubit paha
adalah adik bungsu Rien. Pria itu menggumamkan, "Oooo.." yang entah mengandung curiga atau percaya. Kino tiba-
entu menurut saja karena Mba Laras juga mengusirnya
cita melahap pengganan lezat kegemarannya itu. Mba Rien terus bercerita tentang kakaknya, ten
mengimbangi keramaian ceritanya. Ia seperti burung gelatik di pagi hari, pikir Kino. Menggairahkan pula, dengan dad
nya akan keluar untuk menonton. Mba Rien keluar sebentar dan berbicara dengan pria
a Rien yang dipenuhi majalah-majalah dan buku tentang tari-m
ling Indonesia oleh seorang sutradara tari dari ibukota. Kino juga pernah mend
r, Mba Rien telah berdiri di belakang Kino, dekat sekali. Dengan ringan ia m
hi udara. Dadanya yang kenyal menekan punggung Kino, membuat pemuda ini
Mba Rien. Bukan itu saja, Kino bahkan tiba-tiba sudah mengulum bibir basah yang bern
Kino, bukan mendorong melainkan menempel saja. Lalu, ketika Kino terus melumat
embuat Kino semakin bergairah menciumi wani
nafsu itu. Matanya terpejam penuh penyerahan, juga
rbuat lebih bergairah lagi. Dan Kino pun menyambut ajakan seperti itu dengan sepenuh hati. Entah bagai
tu. Terasa gatal pula, karena Rien tergesek-gesek beha nilonnya. Kehangatan tiba-tiba menj
nya. Kino menindih Rien dan masih menghujaninya dengan ciuman. Rok Rien yang pendek telah
ng bisa dikerjakan Kino selama ini, meremas payudara (sebagaimana Mba Rien mengajarinya di pantai) dan menciumi bib
s seperti itu. Tubuhnya minta lebih dari itu, dan Rien ingin mendap
Tetapi pancaran birahi dari pemuda yang sekarang mendekapnya ini begitu kuat, mengundan
ya ke bawah. Tangan pemuda itu tampak lemas tak berdaya, mengikuti saja. Sambil mengerangkan
ngat di balik nilon tipis itu. Ah, apa yang harus kulakukan? pikirnya risau. Tetapi K
kemudian tangannya didorong lebih ke bawah. Tidak hanya ada hangat di sana, tetapi juga agak basah. Gerak
mudian Mba Rien bangkit, membuat Kino khawatir telah melakukan suatu kesalahan fatal. Tetapi ternyata tid
ng terpampang jelas, menampakkan segitiga hitam rambut-rambut halus yang sedikit membukit, dan sepasang bibir yang membasa
ari jawab di mata wanita itu. Ia sungguh bingung, tak tahu harus berbuat apa. Mba Ri
eperti biasanya, penuh dengan bujukan agar ia percaya saja kepadanya. Ia diam saja, ketika tangan
saja ketika Mba Rien, dengan tangan kirinya, menguak bibir-bibir di bawah sana, memperl
i tengahmu di sana....," tiba-tiba Mba
engan rasa kagum mulai menelusuri celah bibir dan dinding halus yang basah itu dengan jari tengahnya
ir yang tampaknya menebal itu. Ujung jari Kino kini merasakan sebuah tonjolan kecil di balik selaput kulit yang agak
ah yang semakin memerah dan mulut membuka menghembuskan nafas memburu. Kino memen
ahu apa namanya. Mudah sekali jari tangannya melesak ke liang kenyal kecil di bawah sana, k
n.... melesak sedikit. Demikan seterusnya, sementara Mba Rien kini menggelinjang, mengeran
ahhhh...," Mba Rien kini seperti orang mau me
ino bergerak secepat mungkin, sekeras mungkin, sekuat mungkin. Tangannya terasa pe
ampaknya membuat Mba Rien semakin keenakan. Rasanya seperti sedang menimba sumur dengan satu
edang menghadapi maut. Kaget, ia tarik tangannya, tetapi Mba Rien memprotes..."Ah, ja
urut kembali sekuat tenaga. Satu kali, dua kali, tiga kali .
an berguncang-guncang seperti sedang diserang batuk hebat. Tetapi bukan batuk yang keluar d
eraihnya ke pelukan tubuhnya yang masih turun-naik dengan nafas memburu. Kino terdiam menem
nita itu berucap. Kino hendak mengangkat kepalanya, t
hangat mengalir di dah
diri dari pelukan, dan memandang heran. Mba Rien memang mena
Kino dengan se
ap wajah Kino, lalu juga mengusap rambutnya yang agak menutupi dahi.
en berkata lagi, masih dengan berbisik, "Itu t
la nafas panjang. Ia menguakkan kepad
aneka perasaan: bangga bahwa ia dipilih oleh wanita menggairahkan ini, takjub karena ternyata orgasme itu begitu in
er wanita yang harum itu. Oh, terima kasih untuk
ambu