Save Me from Fade Away
celana training selutut. Sementara itu langkahnya terus mengayun seirama dengan denting musik
langit ufuk timur bersamaan dengan me
ri mengelilingi blok komplek yang terbilang luas. Sampai rasanya tubuh sudah basah kuyup oleh kerin
a di sekitar taman. Rasa dingin dari permukaan besi bangku menyerap ke permukaan kulitnya. Ia men
ng yang selalu Wulan katakan. Tidak ada makian yang selalu tertu
sekelebat bayangan mengerikan yang datang han
dukkan tubuhnya. Namun ia justru terpaku saat seorang
," suara cewek itu terdengar
ya, bibir tipisnya, mata bulatnya, juga hidung mancung nan mungilnya. Iya, harus Arial akui bahwa senyuman cewek di depannya ini
egera membuat cowok itu langsung memberi jarak, seolah
ngat senang bisa bertemu dengan sosok Arial. Sosok yang sebenarnya menjadi idola se
neral dan sebungkus roti utuh pada Arial. "Gue belii
kunjung meneri
kok." Nadine kembali b
mang belum menyentuh makanan dan memilih tidur seusai menelan pil penenang. Ditambah lagi pagi ini
tas lekas melahapnya, menikmati butiran halus abo
Arial tahu cara
gkus roti lagi pada Arial. Yang sebenar
ng. "Buat lo a
. Dari kemarin belum maka
dak berharap kalau Nadine akan melanjutkan curahan hatinya pagi-pa
a. "Nggak bokap, nggak nyokap, sama aja. Parahnya, kalo nyokap lagi nggak ada di rumah, bokap gue pulang sambil bawa selingkuhannya ke rum
as member
h melanjutkan curahan hatinya. Meski terlihat Arial enggan mendengarkannya
ial pun berkom
gue bisa langsu
is
memilih menatap pepohonan di depannya. Seakan
emang ada benarnya, tapi siapapun yang mendengar u
n tubuhnya ke sandaran bangku taman. Melir
sepanjang pipinya dan jatuh bebas menetes di kaus tipis. Kulitnya begit
n sukses membuat sepasang tatapan itu tertuju pada Arial. Dan ia membalas tatapan mata yan
ada PR," ucap Arial kembali me
lam dalam tanda tanya yang seketika terasa menumpuk di keningnya. Hingga kemudian ia tersadar dengan maksud pert
idak menyahut pertanyaannya sepatah kata pun. "Ngerjain tugas?" lanjut Nadine kemudian dan entah ba
hanks, buat menu sarapannya," lanjutnya seraya membalikkan tubuh sejenak tanpa menghentikan langkahnya. T
a menatap Arial dan membiarkan laki-laki itu pergi. Kemudi
*
r impulsnya cukup mengantarkan kepekaan dengan baik. Sepasang kakinya terayun menuju halaman belakang sekaligus menghampiri Mas
emedulikan Bi Tini dan Mas Yusuf dengan sekujur tubuh penuh peluh. Tatapan Mas Yusuf perlahan beralih dari secan
di dapur. Membersihkan porselen dengan telaten. Namun beberapa menit kemudian pe