Gulai Daging Ibu
mil
Gulai
ar
R.D.L
amping rumah Parni, wanita paruh baya yang sedari tadi menelan ludah membaya
ang berumur empat tahun berdecak berulang kali. Seolah i
ut, bumbunya meresap sampai ke sela-sela daging.
ya yang kini sedang mengelus rambutnya sayang, ia kembali mengecap,
tak tahan untuk menitikkan bulir bening yang se
i merutuki nasib buruk yang s
lumpuh mengharuskan tubuhnya yang memasuki usia renta harus
embiarkan buah hatinya tumbuh sehat dan memenuhi sega
ngin melihat anak-anak mereka sehat
hanya makan nasi aking, nasi bekas kemarin yang baginya sangat ber
tanak kembali, dan makan bersama dengan kelua
i belakang rumah bisa ia petik dan jadi pendam
reka tak pernah merasakan kecuali har
k kerumah, memeluk tubuh legam ibunya seraya merengek di pa
a, Bu?" ucap Si Sulung, To
a mengangg
ulai, Bu? Tini pengen, B
juga
juga
juga
ia jawab, Parni hanya mengulas seny
alian makan yang ada dulu, ya
u nitip Bapa
tara Parni melangkah gontai keluar rum
kan daging? jangankan dagi
ya sudah mewanti-wanti untuk tidak datang menginjakkan kaki lagi di rumahnya, membuat wanita paruh baya
rang tua! sekarang kau urus saja Gito, sua
an jadi pembawa soal bagiku dan juga anakku, tap
at menikah, padahal ka
untuk pergi dari benak Parni. Hatinya terlampau sakit. Air ma
e atas. Membiarkan perih di hatinya. Kembali wajah k
suara beberapa orang yang be
tip ke dalam area pemakaman demi menunta
asa sedang membawa cangkul dan seb
tau jika ada bayi yang akan se
man dengan kebun warga. Sebuah ide terbit begitu saja. Ide
*
ng putih di pundaknya. Ia sengaja menghindar d
esan untuk menunggu bersama bapaknya. Tak ada seoran
bisa makan, jika hanya di suruh menunggu,
mencingcang daging dan meracik bumbu. Sebagian daging ia masukkan ke dalam
r santan yang ia parut dan peras sendiri
n suaminya makan dengan lahap, karena untuk pertama kal
ak Parni berteriak girang seolah tak sabar untuk
atang ke dalam mangkuk dan membawanya k
bira. Mereka makan dengan amat lahap
yang menyuapi suaminya, Gito y
p terima kasih padanya. Ia tersadar dari lamuna
beli daging, Bu? tum
ncang, seolah ada ribuan mata yang kini menatap
adi kasih sedekah di jala
mdulillah kala
a masih ada sisa, jual aja, Bu.
enar kata suaminya, jika bisa di
u. Jualan aja, Bu. Pasti laku," T
kungan, rasa percaya dir
u akan berjualan gu
*