Untuk Reina
n dari tidurnya, duduk bersandar pada headboard memperhatikan baik-baik ruangan yang ter
enutupinya. Keningnya mengkerut menatap selimut p
ak tahu sudah berapa lama dirinya tidur, yang jelas siang tadi saat ke rumah Riga dirinya benar-benar mengantuk.
na. Laki-laki yang duduk di sampingnya langsung berdiri men
ng berhasil membuat
dalah tanda bahwa dirinya sedang berpiki
Djorgi itu menepuk-nepuk sofa ag
juga dirinya yang baru saja bangun tidur. Kondisi yang sebenarnya tidak membuat Reina merasa n
tu sebenarnya sudah mendengar kalimat itu dari Alexa tapi, dia tetap mendengarkan Djorgi dengan a
nak, itu terkesan seakan dirinya benar-benar tidur dengan
i Riga sangat jauh dari ekspektasinya. Dia pikir kalau Djorgi menyeramkan, dingin s
ita ya jalan-jalan." ajak
ana
la punya keluarga om. Kamu
au gitu a
lexa dan Djor
nya yang selalu hangat padanya. Tidak seperti ibu dan Sheila. Membuang kisah masa lalu yang meli
masuk. Pandangannya turun pada kantong plastik p
iga bakar." ajak Alexa seraya merangkul pun
u sendiri terlihat biasa-biasa saja, seakan sudah terbiasa dengan kehadiran Reina disekit
akan di atas alas piring. Gerak gerik Reina tak lepas dari pengama
ina bercanda. Setelah selesai menyiapkan piring Reina mengambil gelas dan m
uh cinta, ternyata kam
e Alexa," lagi-lagi Reina menimpali ucapan Djorgi dengan candaan. Te
an." Alexa meminta Re
menghabiskan makan malamnya seorang diri. Tidak ada obrolan hangat yang menanyakan harinya di sekolah
ok itu ogah-ogahan tapi, melihat sorot mata kedua orang tuanya yang penuh har
n kaki saja sambil menikmati angin malam. Namun tidak halnya dengan pikiran
penerangan. Cahayanya yang kekuning-kuningan seakan menciptakan suasana romantis tersendiri. Kedua
kembali mengingat pertemuan pertamanya dengan Djorgi. "Awalnya aku k
ah Reina. Seperti ada sebuah dorongan yang begitu kuat akhirnya Riga
k a
man
angkat ke udara. "Ayah ada di sana," katanya kemudian. "Udah hampir tig
lkan pergi oleh orang yang dicintainya pasti akan terluka dan bersedih, tapi dari mata Reina, cowok
ah. Duduk di teras sambil main catur." ucap Reina penuh dengan penyesalan. Sangat, sangat meny
da dada bidangnya, mengusap lembut surai panjang itu. Menyalurkan kehangatan dan ketenangan sekaligus. Awalnya Rein
na keduanya saling diam. Riga tahu bahwa sesuatu dalam dirinya berubah, sesuatu yang membuat d
*
g gadis yang masih terlelap dibalik selimut tebalnya. Enggan unt
a ya? Ah.. itu." Seakan diburu waktu Reina dengan tergesa masuk ke kam
akaian. Celana jean dipadukan dengan kemeja merah yang memanjang pada bagian belakangnya. Tang
ejanya membuat Reina melupakan polesan di wajahnya. Cewek itu b
sapukan tipis-tipis dan terakhir lipgloss. Tak banyak yang Reina butuhkan
a lewat dapur. Di sana ada asisten rumah tangganya yang sedang membua
m enam kurang
kak Sheila b
di ruang kerjanya. Kala
unda dulu
ya, cewek itu tetap mengetuk ruang kerja ibunya. Sampai sebuah suara dar
ketidaksukaan sama seperti sebelumnya. Wanita paruh baya itu men
tap lurus pada wanita yang sedang sibuk membolak-balikan kertas d
Bunda, orang tuanya teman aku ngajakin aku ke puncak. Besok malam kayaknya baru pulang. Bunda jangan lupa makan dan
m-macam. Gak akan buat nama bunda jelek. Bun
itu jatuh membasahi pipinya. Melangkah dengan kesedihan di hatin
saja di kirim. "Sheila udah bangun, aku mau ke puncak. Kamu kamu ikut?" tany
seakan menunjukkan bagaimana kebencian Sheila pada Reina. "G
adar itu tidak akan membuat keadaan membaik. Mendengar suara klakson mobil, Reina langsung
masuk ke dalam mobil milik Arman yang di kemudikan Riga. Djorgi d
m pulang?" tanya Alexa men
ingin siapapun mengetahui kalau keluarganya begitu membencinya. Tidak, sampai se