Buku Harian Seorang Pengacara Muda
a bergerak aktif, maju-mundur, naik-turun, seolah-olah diberati dengan logam berharga. Waktu bukan menjadi masalah sama sekali. Mereka saling berteriak saat saling terdorong untuk me
ik sekeliling ruangan,
r lima puluhan awal, namun perilakunya sangat mirip dengan Neely dan kawan-kawannya. Selama dua puluh tahun dia mengajar mata-mata kuliah yang dosen lain tidak mau mengajarkan dan mahasiswa tidak mau mengambil. Hak Anak-anak, Hukum Orang Disabilitas, Seminar tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga, Masal
semua mahasiswa masuk sekolah hukum diiringi dengan sejumlah idealism dan niat untuk melayani masyarakat, tapi setelah tiga tahu mengalami kompetisi brutal, kami tid
secara gratis, jumlah kami terpangkas dan hanya tersisa empat orang. Mata kuliah ini tidak ada nilainya, cuma dua jam dalam satu minggu, hampir tidak membutuhkan kerja apa pun. Dan inilah yang menarikku ke situ. Tap
mampu membantu mereka. Duduk di sampingku di belakang meja lipat yang sama adalah Bolie Harold, seorang laki-laki kulit hitam yang menjadi sahabat terbaikku di sekolah hukum. Dia juga merasa takutnya sepertiku. Di hadapan kami, terpampang kartu indeks terlipat dengan nama kami tertulis dalam tinta hitam-Bolie Harold dan Edward Cicero. Itulah aku. Di samping Bolie Harold berdiri podium tempat Miss Natalie berceloteh, dan sisi
besar tergantung di setiap sudut ruangan, suaranya yang melengking meledak dan menderu dari segala sudut. Alat bantu dengar ditepuk dan dicabut. Sejenak tidak seorang pun yang tertidur. Hari ini ada tiga obituary, dan saat akh
pajak penjualan, sang pianis menyerbu tuts piano. Penuh kegembiraan saat dia memainkan alunan pembukaan dengan suara berdentang-dentang. Orang-orang itu pun meraih buku nyanyian mereka dan menunggu bait pertama. Miss Natalie tidak melewatkan sat
orang malang ini tidak dapat melihat lebih jauh dari hidung mereka, jadi buku nyanyian itu tida
aran di lantai. Menandakan lagu berakhir. Mereka menatap sang pianis yang menggapai
terempas kembali ke tempat duduk. "Terima kasih. Musik merupakan berkah yang
Neely me
ya dari deretan belakang mengul
kuning dan kelabu ke arah Stephan yang tanpa suara sedang berjalan ke sampingnya. "Bukankah mereka tampan?" Dia bertanya sambil melambaikan tangan ke arah kami. "Seperti yang kalian ketahui," Miss Natalie meneruskan bicara ke mikrofon, "Profesor Stephan memberi kuliah hukum di Universitas Southaven. Di situlah putra bungsu saya belajar, namun tidak lulus, dan setiap tahun Profesor Stephan mengunjungi kita di sini bersama