Lentera Rindu
Rima lagi dengan nad
menutupi. "Perasaan, tidak ada tuh, saya den
a masanya Rima pasti akan tahu dengan sendirinya perihal meninggalnya si Kaerul y
memang hanya perasaan saya saja
ung Bary. "Saya juga tadi malam tid
mulai sibuk menjerang kayu bakar di atas
t pada sebuah cangkir kaleng bekas susu, salah satu c
untuk jaga-jaga jika bayinya menangis
beringsut menghamp
menyodorkan cangkir kaleng
asih kenyang. Buat Ka
harap, susu yang disodorkan oleh Rima, ti
"Tapi untuk Adek kamu," tambahnya
Bary. "Kak Rima menyebut bayi
?" tanya Rima lagi
rebahan sembari membaiki kain sarung bayinya. Di s
p kuah bayam seperti yang Kak Rima
membuyarkan
ak. Kenapa?
lakan api? Tapi kalau
bisa!" sambu
meraih korek api. "Bikin api di bagi
erlalu dekat, ya! Satu meteranl
k apa menyalakan api di tanah malam-malam
anting-ranting kering yang kebetulan melimpah ruah di sekitar la
Suara Rima begit
u gegas naik ke gubuk mend
u genggam baru lempar d
Kak," sa
umnya, tanpa kata ia langsung beringsut ke bagian dapur, mengambil se
emiliki satu pintu yaitu pintu utama gubuk, maka Ba
lemparkan ke dalam api. Setelah itu, Bary beringsut ke tangga gubuk, d
sudah menyal
kar g
menjak turun temurun, bahwa letupan-letupan kecil dan wangi garam yang termakan api, diy
api sugesti yang sudah mengakar dalam
diam, Bary kemb
n api, tapi kakak ndak sempat," ujar Rima saat
ehi Rima. Bary mengarahkan wajah, v
masih ada yang terle
akan menerangi Tembuni tersebut dengan petromak atau setidaknya satu batang lilin setiap magrib
apa pun pada Tembuni yang terke
an tembuninya,
wab Rima. "Besok kalau kamu ke kampung, tolong cari-carikan botol Krat
saya carikan, K
am, sibuk dengan pikiran mereka masin
aan yang sejak tadi Bary sungkan untuk
irnya habis Kakak pakai untuk kucek
n bau," ucap B
eru Rima. "Kamu su
?" Bary belum bisa merasa tenang ji
Bary, mengucap, "Besoklah! Dari t
gantuk. Tapi memang tidak ada yan
k perlu apa-apa, nant
asi bangun saja
k yang teramat sangat, tidak perlu menunggu
Rima pun memejamkan mata, coba men
an tenang, hari masih remang-re
ain sarung yang ia lilitkan pada dada, menutupi bagi
ember kita yang palin
tengah memejam, Bary
Bary pun meraih ember yang dimaksud oleh Rima barusan. Ember plastik berwarna hitam be
engah, Dek!" pinta Rima yan
Bary yang masih be
sedikit air, kemudian menyerahkannya pada Rima y
didih dari panci yang masih berada di atas tungku, lalu menuang
an seksama, Bary tak berbuat ap
alam ember yang berisi air dingin bercampur air mendidih,
embari mulai mengelap tubuhnya, dengan mengguna
n mandinya memang masih ada atau tidak, karena Bary sendiri sudah dua h
lu," tambah Bary dan langs
ma apabila lewat celah-celah dinding, ia men
ari-cari keberadaan sabun mandi yan
lagi yang sudah membawanya lari. Sial,
ucap Bary usai memastikan bahwa s
jeda beberapa saat sebelum Rima menja
y pun hanya membaw
serupa balok pipih dengan panjang sekira lima belasan centimeter dan l
murah, ia juga cukup awet. Per-picis-nya
uhnya. Setelah tiga hari tidak mandi, begitu ada ke
nyodorkan kain baju yang ia gu
ary menyambut
ni, ya!" seru Rima lagi sambil meny
lakukan seperti
l syarafnya yang putus. Sebenarnya, ini kalau kita punya uang macam orang lain, mau
mandi air panas begin
reka campur dengan doa-doa. Dulu itu, mana itu ada yang namanya rumah
kan bagian tertentu di tubuh Rima, dengan menggunakan kai
, Rima bert
rkan punggung ke dinding, menghadap Bary. Selang k
menunjuk bagian paling sesuatu di tubuhnya. "Pelan-pelan,
depan tungku dapur ini, tel
untuk menekan-tekankan kain basahan air hang
it lebih ke samping. Kali ini, Bary
dian yang tahu kebimbangan Bary. "Kalau tidak begitu
Bary benar-