Aku Diabaikan Saat Setia
kelopak mataku mengerjap. Aku memandang sekeliling. Angkot sudah hampir kosong. Ternyata tinggal aku sendiri yang menumpang di angkot, penumpang lain sudah tur
ke arahku yang duduk tepat di belakangnya. Aku terseny
enyerahkan uang pas. Tanpa menoleh lagi, aku berlari-lari kecil
eh mendengar suaraku yang cukup keras, lalu menghentikan gerakan tangannya pada gerbang be
aku terlambat, uang makanku bisa dipotong nanti. Uang makan buruh seperti aku tidak besar, tapi lu
it wajahnya, aku tebak umurnya sepantaran denganku. Ia ma
kulakukan barusan. Namun aku memilih untuk memanggil "Pak" kepadanya agar dia tidak merasa dirayu. Konon ka
Betul saja. Tepat saat aku melakukan absensi, bel yang kutakutkan sedari tadi melengking berbunyi. Bel masuk itu bagiku lebih mirip dengan jeritan hantu setiap pagi. Untunglah, kali ini aku selamat. Napas pa
*
anyak dan baik-baik semuanya. Meskipun aku kerja lembur, tapi tidak terasa seperti kerja rodi sama sekali. Aku menikmati saat-saat
gi uang lembur sedikitpun. Soal tidur malam, bukan kendala sama sekali. Di belakang pabrik ada mess kh
aikan dan ditinggal pergi. Pada akhirnya aku lebih sering merasa kesepian dan mencarik kegiatan sendiri dengan ponsel dan televisi. Aku tidak dianggap lebih penting daripada siaran sepak bola di teve tetangga. Seolah-olah ak
etelah perenungan panjang setiap malam sebelum tidur, aku bermaksud tetap mendesak Kang Oded untuk menceraikanku. Mas Rudi juga sudah ak
Dewi, salah seorang temanku se
m masa sibuk. Kebanyakan buruh diminta lembur karena ada proyek menjahit seragam sekolah salah satu sekolah swasta besar di kota Bandung. Oleh karena itu, biasa
lembur kembali, Dewi dimintai Pak Satpam u
baskan helaian-helaian sisa benang jahit yang menempel pada baju. Malu kan kalau mene
as. Demi menambah rasa peraya diri, aku kembali memulas wajah dengan bedak padat yang aku
ai janji. Omongan Mas Rudi selalu bisa aku percaya, janjinya jarang sekali diingkari. Biasanya, selain bertamu dia juga aka
sosok Mas Rudi yang aku lihat. Aku kecewa, senyumku pudar dari bibir. Ta
muram berkebalikan dengan wajah Kang Od
muncul. Di tangan Kang Oded ada bungkusan plastik hitam entah b
n memilih bersembunyi di dalam pabrik. Sekarang setelah telanjur membukakan pintu dan m
Kemudian, tangannya yang menenteng bungkusan terangkat dan ia mengangs