Sudut Pandang William:

Aku mengakhirinya. Setiap kali aku menginjakkan kaki di rumah keluarga kami, pasti aku akan selalu menghadapi masalah yang belum terselesaikan dan akhirnya aku pergi dengan suasana hati yang buruk. Tidak ada satu pun kejadian ketika aku pergi sambil tersenyum.

Aku lalu duduk di tepi ranjang Fera dan mengingat apa yang baru saja terjadi. Aku sangat kesal sampai aku mempertimbangkan kemungkinan untuk menghancurkan sesuatu.

Beberapa saat kemudian, ponselku berbunyi. Ada pesan masuk dari Fransiska.

"Aku telah mendapatkan akta nikah kita." Aku harus membaca pesan itu tiga kali untuk memastikan bahwa aku tidak sedang berkhayal.

Itu adalah pesan yang paling menyakitkan hati yang pernah aku terima. Aku mengklik foto yang dikirim bersama pesan tersebut. Foto tersebut diambil pada hari pernikahan Fransiska dan aku.

Di foto itu, kami berdiri sangat dekat satu sama lain. Sementara Fransiska tersenyum manis dengan agak menyipit seperti yang selalu dia tunjukan ketika dia merasa senang akan sesuatu, namun aku hanya mengerutkan kening seperti anak laki-laki yang terseret ke dalam kegiatan yang tidak ingin dia lakukan.

Hari itu ketika kami menikah, dia pasti sangat bahagia.

Aku mengusapkan ibu jariku ke wajah Fransiska di foto tersebut dengan lembut, lalu aku seperti terjatuh dalam pusaran perasaan campur aduk. Bagaimana mungkin bunga aster kecil yang ceria seperti Fransiska tiba-tiba berubah menjadi bunga mawar yang berduri?

Aku bahkan tidak siap melihatnya begitu bertekad untuk pergi dari hidupku.