Cinta Sang Psikiater
memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Namun sekarang, bukan waktu yang tepat untuknya memberi
nya sembari melepas pakaian yang ia kenakan, dan menggantinya dengan pakaian renang. Mira si anak p
mereka menempati rumah baru, tapi belum pernah sekalipun mengobrol dengan tetangga sebelahnya. Mary selalu mengatakan, bahwa orang di kota itu memiliki jad
dalah Marlina. Wanita dengan gaya rambut konde modern itu, selalu ingin tahu tentang latar belakang
nak dua itu melemparkan pertanyaan yang menyakitkan hati, "Siapa gadis kecil yang kau bawa itu, Mary?
tetap tenang dan tidak terpancing dengan pertanyaan tak bermutu yang keluar dari mulut Marlin
b, malah diam aja. Dasar, tidak sopan!" ucap wanita i
sanmu, Marlina! Aku tidak akan pernah menjawabnya! Aku pikir lama tak bertemu akan merubah sifat jelekmu itu, ternya
dupan dan juga urusan pribadi keluarganya semenjak ia tinggal di rumah itu, bersama dengan orang
u sudah betul aja." Marlina kembali memaki karena keberadaanny
a suami dan kedua anaknya, Anton dan Reva. Tidak jauh beda dengan ibunya, Reva yang masih belia, sud
-biru. Pagi itu setelah membersihkan diri, segera tangannya meraih baju seragam yang telah disiapkan oleh Bibi
di hadapannya. Ia kemudian mulai mematut diri, menyisir rambutnya. Tak lupa ia mengoleskan sedikit pelembab bi
? Ini udah jam berapa? Nant
ung di atas pintu kamar. Matanya terbelalak saat melihat jam s
mari pakaian, lalu bergegas berlari menuju ruang makan untuk sarapan pagi. Di sana,
udian berkata, "Ckckck ... kamu ngapain aja dari tadi? Kamu
i Mira keasyikan bercer
rcermin? Sudah maca
i. Ini hari pertama, jadi harus ce
ejauh itu, besarnya mau j
tetap jadi cita-cita utamaku."
oti tawar aja. Udah gak ada waktu lagi buat kamu sarapan nasi goreng," ujar Mary.
ibanyakin ya, Bi. Nanti aku
adis itu pun segera memakannya dengan cepat. Hanya dalam waktu
amitnya seraya mengambil tangan
a itu saat Mira mulai melan
ya dia akan berangkat sendiri menggunakan ojek. Itu adalah cara Mary un
tama Negeri 101 Jakarta. Dari raut wajahnya, gadis itu tampak sanga
ku pasti akan punya bany
i lantai 2. Sebelum masuk ke dalam kelas, Mira mengalihkan pandangannya ke atas, menatap se
nya ini
wa dan siswi yang tengah mengobrol. Mata Mira mengedar, mencari bangku kosong yang sekiranya be