Sekar
JI
eran yang aku cintai dalam ikatan tali suci pernikahan. Aku begitu bahagia sekali hari i
ng untuk meminangku. Aku sudah memikirkan akan jadi seperti apa pernikahanku. Per
y pihak orang tua Martin , agar menggunakan adat tradisional kedua belah pihak, jangan hanya satu pihak saja. Tapi sepertinya itu hanya sia-sia saja, karena
reka lah yang terbaik. Mau tak mau, aku menuruti permintaan keluarga Martin. Dan kembali aku bertengkar dengan Mama, karena menurut Mam
Ibunya. Bahkan ibunya juga menginginkan agar dirinya lah yang merencanakan setiap detail dari p
Martin yang merencanakan hingga tata pelaksanaannya. AKu tet
sehingga orang tua martin ingin merayakannya besar-besaran dalam adat-istiadat. Dan sangat bera
ang. Tapi entah mengapa, Mama masih saja memiliki kesabaran yang seluas samudra da
adat keluarganya berjalan mulus. Tak ada satu kekurangan apapun
ri sah dari seorang laki-laki yang ku puja dan ku impikan. Namun, acara pernikahan ini masih belum selesai. Karen
mengenai bagaimana menjadi seorang istri yang baik di mata suami. Untuk mala mini k
isata yang sedang digandrungi oleh para wisatawan, baik wisatawan local maupun wis
i sana. Hanya saling mengenal karakter satu sama lain dengan membiasakan diri dan memahami
bungan untuk yang pertama kalinya, tentu saja hal baik yang di perlihatkan. Entah itu perhatiannya yang bagaikan seorang ayah atau ibu, m
n ombak, suamiku, Martin mengusulkan agar setelah pulang
bagaimana kalau kita tinggal di
gnya kenap
kut kamu kesepian. Maka dari itu, kamu mau ya tinggal
denganmu, tinggal di luar
mu jalani saat ini? Nggak mungkin kan kalau kamu pe
suamiku sendiri? Lagipula untuk usaha, kan ada anak buah
ulu kepada pimpinanku, dan aku harus mempersiapkan segala sesuatu d
i liburan berdua, dan sebelum Martin berangkat dinas di luar daerah untu
mertuaku sangat baik sekali terhadapku. Mereka selalu perhatian pad
ar daerah. Berat hati ini berpisah dan melakukan hubungan jarak jauh. Pikiranku kacau d
. Dan pekerjaannya inilah yang mengharuskan dirinya untuk selalu berpindah-pindah tempat tugas. Kadang di d
hal yang buruk tentang Martin di sana. Yang kupikirkan adalah
tuanya agar selalu menjagaku layaknya aku adalah anak bungsunya.
t, tidak bisa leluasa dalam pekerjaan. Ada saja omongan buruk tentang diriku. Entah itu aku yang terlalu sibuk mengurus usa
in terpojok dengan sindiran sindiran halus mereka. Seperti mereka menganggapku seorang
ua yang kualami pada suamiku. Namun setiap kali aku menceritakannya, Martin selalu saja membela keluarganya
tic hanya untuk merecdam rasa kesal kepada suamiku. Aku mulai berspekulasi kalau Martin sudah tidak sayan
n komunikasinya dan tak ingin berbicara padaku. Aku tahu, meskipun aku mengata
uaku, Martin masih belum juga menghubungi. Kami berdua berte
ng di pikirkan oleh Martin, mengapa ia tega sekali padaku. Mendi
leh minta tolong n
a mbak
aku sudah nggak kuat lagi tinggal satu atap dengan mertua
u nya mbak se
dia malah nggak mau. Dia tahu nggak sih kalau aku tuh tertekan banget di sana. Dia tuh m
lihat dulu ya mbak. Nanti mbak sekar bisa telfon sa
elisah, dan pikiranku tak menentu. Memikirkan bagaimana Mar
sementara dengan sang Suami, terlebih lagi ada masalah ya
erpacaran dengan Martin. Namun, jika melihat keadaanku sekarang, dimana harga diriku seperti di injak-injak dan tak di angg
rikan jawaban, aku mencoba menguatk-utik layar ponselku. Mungkin saja suamiku, Martin akan memberi kabar