Istri Kedua Tuan Gio
perangkap dalam tubuhnya. Ia berjalan di sepanjang lorong besar rumah Rafael, menunduk, menghindari tatapan tajam para pelayan, dan bahkan Livia, yang tak pernah berhenti memer
ginginkan yang terbaik untuk Liana dan keluarganya, sikapnya yang dominan, yang selalu menunjukkan siapa yang memiliki kon
berjalan-jalan di taman besar milik rumah. Angin malam yang dingin menyentu
kaki di belakangnya. Ia berbalik, dan Rafael sudah berdi
terdengar penuh kendali kini mengandung sesuatu yang lebih lembut
adapannya. "Saya tidak menghindar, Rafael," jawabnya, berusaha tetap t
eka. "Aku tahu itu sulit. Tetapi aku di sini bukan untuk menyakiti kamu, Liana. Aku ingin kam
dah-pindah sesuai kehendakmu, Rafael. Aku bukan istri yang sem
membuat ini berhasil," katanya dengan suara yang lebih rendah, penuh tekanan. "Kamu me
terdengar pecah. "Keluarga yang mana? Keluarga yang hanya aku dan Clara yang dipertaruhkan? Atau keluarga yang sudah kamu bangun
alam sorot matanya. Namun, secepat itu juga, ia menutupnya, menggantikan dengan ketegasan. "Aku tidak bisa membiar
a hindari. "Lalu apa? Apakah itu berarti saya harus terus hidup dalam bayangan keluarga yang t
g lebih lembut, "aku tidak meminta kamu untuk merendahkan dirimu. Tapi aku meminta kamu untuk melihat kenyataan, bahwa tidak ada pilih
an betapa rapuhnya kehidupannya. Semua yang ia lakukan sekarang adalah demi oran
an kepala. "Aku tidak tahu bagaimana melanjutkan,
n yang tidak bisa ia katakan dengan kata-kata. "Kamu tidak sendiria
iburan. Ia terjebak dalam perang batin yang tidak mudah dimenangkan. Apa yang terjadi jika ia terus berjalan di jalan yang dipilih
lakukan seakan membuatnya semakin jauh dari kebahagiaan yang pernah ia impikan. Namun, dalam hatinya ya