DIGILIR BESAN DAN MENANTU - Rahasia Birahi Kampung
am. Bah Akin hampir terlelap, tubuhnya lelah setelah seharian di sawah dan begulat dengan berba
ngi
ah Akin mengernyit dalam tidurannya, telinganya menangkap suara itu semak
ang terlintas membuat bulu
tepat di bawah pohon rambutan. Tempat ia biasa dudu
k Siti tidur nyenyak, mendengkur pelan. Wanita itu su
lilitkan di pinggang. Tangannya gemetar saat ia melangkah ke luar kam
e
rsentak, kedua bola
ng bisa mengenalinya. Bahunya tampak terguncang karena isak tertahan. Cahaya remang-remang dari lampu depan rumah yang tak terlalu ter
antungnya lalu dengan langkah yang sa
uaranya serak, ha
hnya basah oleh air mata. Dan tanpa aba-aba, ia bangkit
ambil memeluk mertuanya, untung saja t
t. Penuh duka. P
nahan semua ini, saya mau minta pisah aja sa
masih m
saya hidup seperti nggak be
ggorokan. Tangannya terangkat, ingin menepiskan pe
r tengah malam, Neng?" suara Bah
aya nangis di kamar, na
tas terasa kabur. Ia tak tahu harus berbuat apa
a tahu
a kepastian untuk r
ulang ke rumah or
intonasi. Tapi justru itu yang m
at itu mengamb
h memeluk Bah Akin. "Tadi siang sudah cukup jawabannya,
akan napasnya
enatap hamparan sawah yang mengun
anak kalian,
bawa mereka,"
m berembus lembut, membawa suara geme
arkan itu terjadi,' gu
tak perlu merasa bertanggung jawab, karena memang ini semua
bertanggung jawab." Bah Aki
n sangat menderita. Mereka cucu-cucu abah. Abah wajib menyelamatkan merek
g teramat peduli sama masa depan cucu-cucunya, dia bahkan sudah membagi-bagikan lahan pertanian ba
aya tak bisa terus berharap pada seseorang yang b
in mengeras. "
auhkan wajahnya, menata
olong Rosid sesegera mungkin, minggu depan kalau dia k
al pada Rosid anaknya, yang membiarkan semuanya berlarut-larut,
n mau diobatin. Saya bahkan sudah bosan dibentak-bentak kalau lagi ngomongin masala
erbuai dengan desahan dan pelukan menantunya, padahal dengan jelas-jelas Widya bahkan sudah bisa mer
t lelah," lanjut Widya. "Saya butuh kepastian, bukan sesuatu
an sesuatu yang ta
kedua tang
ya menolong saya malam ini," desah Widya sambil mele
di sini bicaranya," Bah Akin akh
mah, gak enak bah ta
di Pend
asal abah benar-benar bisa memberikan so
." Bah Akin sedikit mendorong tubuh Widya agar melepaskan pelukan
ri masuk ke rumahnya, mengambil kunci p
ia merasakan ada yang hilang namun sangat membekas di sekitar perutnya. Tekanan itu benar-benar kera
suhu tubuhnya panas membara, membayangkan ses
ah dengan membawa beberapa barang di pelukannya, tangan kirinya meme
opo?" tanya Bah Akin
t kain sarung mertuanya menyembul besar di bagian selangkangannya sepert
dengan suara yang kembali bergetar, napas tuanya agak sedikit memburu, Widya
Rembulan di langit seperti malu-malu di balik awan, bintang gemintang tampak senang berkedap-kedip tiada lelah. Pera
ilik keluarga besar Sadikin. Dibangun oleh Rosani, anak Bah Akin yang paling tua dan palin
n tetap dirawat dengan baik. Pada saat anak atau cucu Bah
ngkong. Bangunannya dari kayu jati tua yang sudah mengilap oleh usia, ber
terasa lapang karena dindingnya sebagian terbuka, hanya berpagar kayu
gintip dari balik dahan randu. Airnya tenang, hanya sesekali beriak ketika ikan-ikan nila, ikan mas
roma tanah basah dan dedaunan yang sesekali bergesekan, sep
Di salah satu sudut, sebuah dipan kayu tanpa ranjang tertata dengan kasur tipis dan selimut
ang sengaja dibuat rendah, tempat sempurna untuk duduk menikm
hari setelah bekerja di kebun, sementara di malam hari, ia menjelma menjadi ruang kontemplasi yang damai, diiringi suara jang
berdiri dengan penerangan temaram di dalamnya. Atapnya dari daun rumbia ya
emuanya tampak sedikit samar. Tapi dari dalam gazebo, suasana justru semakin syahdu, s
agari tembol setinggi dua meter yang dilengkapi kawat berduri yang dialiri listrik di beberapa bagian yang
t tiba di samping pendopo, seolah mereka telah sele
," bisik Widya manja, sambil masuk
gak kuat baru dimasukin," canda sang mertua mulai nak
iar alam terbuka,' ba
*