CINTA YANG SALAH
sudut kafe yang biasa i
kir kopi atau teh hangat. Namun, hari ini, Maya datang sendirian. Arif sedang ada urusan kantor
kah terdengar jelas di telinganya. Maya tidak mengalihkan pandangannya, namun hatinya ber
s. Pria yang pernah mengisi hari-hari penuh cinta dan tawa di masa lalu, kini berdiri di depa
ya berdebar. "Maya?" suaranya penuh keheranan, seolah tak percaya bahwa mereka bertemu di
mikat, dengan tatapan yang menyiratkan kenangan indah yang tak pernah benar-benar hilang. Meskipu
mbali ke kota," jawab Maya, beru
ku baru beberapa minggu di sini. Sepertinya tak ada ya
hatinya bergemuruh. "Iya... memang. Tapi, bagaimana
ntara mereka. "Aku sebenarnya sudah lama ingin kembali," jawabnya, menatap
akan sesuatu di dalam dirinya, sebuah tarikan yang membuatnya ingin mengingkari kenyataan bahwa ia sudah menikah dengan Arif.
am dan penuh emosi, "Aku tidak pernah berhenti memikirkanmu. Aku tahu kita berdua memilih jalan yang berbeda
s, dan meskipun banyak waktu yang telah berlalu, perasaan itu seperti tidak pernah hilang. "Dimas..." Maya mencoba mengat
Tapi... aku tidak bisa hanya diam, Maya. Setiap kali aku melihatmu, aku merasa seperti kembali ke waktu itu-wak
ul dalam dirinya, meskipun ia mencoba keras untuk mengabaikannya. Hatinya masih milik Arif, t
embali seperti dulu. Aku hanya ingin tahu, apakah kamu juga masih merasakan hal ya
perti ombak yang tak bisa dihentikan. Dia mengingat malam-malam yang penuh canda tawa, percakapan panja
dalam dirinya mencoba menenangkan hatinya. Aku sudah memil
a, suaranya rendah, "Aku tidak tahu apakah aku bisa melupakan semua yang pernah kita miliki. Tapi aku juga tidak
edihan di matanya. "Aku mengerti, Maya. Aku tidak ingin memaksamu. Aku han
buatnya semakin bingung. Apa yang harus aku lakukan? pikirnya dalam hati. Kenapa aku m
mudah. Dan kini, ia terjebak di antara dua cinta yang sangat b
hwa Maya sedang berjuang dengan perasaan yang berlawanan, dan dia tidak ingin memaksakan
mbawa kita ke jalan yang
. "Kita berdua memilih jalur yang berbeda, tetapi aku selalu bertanya-t
dak tahu, Dimas. Aku... aku sudah berkomitmen pada Arif." Kata-kata itu teras
ak pernah ingin mengganggu hidupmu. Tapi, aku rasa aku perlu jujur dengan diriku sendiri
i Arif, pria yang telah menjadi suaminya, yang selalu ada untuknya, yang memberinya kenyamanan dan kestabi
ranya penuh tanya. "Kenapa kamu kembali ke sini? Kena
idupku tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi antara kita. Aku tidak bisa hanya diam melihatmu bahagia ber
yakinannya. "Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan, Dimas," jawab Maya pelan, "Aku sudah memilih ja
u hanya ingin kamu tahu, jika suatu saat nanti kamu merasa kehilangan ses
uh pengertian, seperti menambah beban yang harus ia bawa. Bagaimana bisa ia membia
Perasaan itu begitu kuat, begitu menggoda, namun di sisi lain,
g, Dimas?" Maya berbisik, hampir tidak terdeng
Aku hanya tahu, kadang-kadang hidup membawa kita kembali ke orang
an perasaan yang tertahan kini mulai retak sedikit demi sedikit. Ia tahu bahwa dirinya berada di
a mengangkat wajahnya dan melihat ke arah Dimas d
a membiarkan diriku terjebak leb
pengertian. "Aku mengerti, Maya. Aku tidak akan memaksamu. Tapi ing
baru saja ia buat. Ia melihat Dimas untuk terakhir kalinya, dan den
menenangkan pikirannya yang kalut. Kenangan bersama Dimas masih terngiang di telinganya, namun
wa dirinya sedang berjalan di atas garis tipis antara dua dunia-dunia yang penu
ia ambil, ia merasakan beratn
ambu