DI UJUNG KETIDAKSETIAAN
rasa kacau. Pikiran tentang Rizal dan Dika bergantian menyerbu benaknya, menciptakan kebisingan yang tak tertahankan. S
anya nyaris tak terdengar. Dalam beberapa minggu terakhir, hidu
a tanpa syarat. Ia merasa bersalah setiap kali menyadari bahwa dia telah mengkhianati kepercayaan Dika. Namun, perasaan terhadap Rizal sul
tiap kali pesan dari Rizal masuk, detak jantungnya berdebar kencang, tetapi setelah membaca pesan itu, rasa bersalah kembali
at mereka duduk makan malam. Suaranya lembut dan hang
atapan Dika. Dia tidak ingin membuat suaminya merasa
nuh perhatian. "Kau terlihat lelah akhir-akhir ini. Apakah ada
i kata-kata itu terasa terjebak di tenggorokannya. Dia tahu bahwa jika dia berbicara, semuanya akan
ia sembunyikan. "Kalau ada yang bisa membantu, jangan r
bahwa dia sedang terjebak dalam cinta yang terlarang. Begitu banyak yang harus dipertimbangkan-keluarga, anak-ana
dikit ketenangan dalam hatinya yang gelisah. Namun, saat ia duduk di bangku taman, pikirannya kembali kepada Rizal.
. Itu pesan dari Rizal. *"Aku rindu saat-s
ihat Rizal kembali begitu kuat. Ia menggigit bibirnya, berusaha menahan diri. Namun, rasa ingin tahuny
mana mungkin dia bisa begitu egois? Dika dan anak-anaknya layak mendapatkan cinta dan perhatian p
duk. Dika sudah menunggu di ruang tamu, menatap TV tetapi jelas t
jawabnya, tetapi kali in
mu tahu aku bisa mendengarkan. Kita perlu saling
kasih untuk segalanya," ucapnya, berusaha tersenyum
i tahu Dika tentang perasaannya yang membingungkan? Dia tidak bisa membayangk
ita berdua. Mungkin ini bisa membantu,"
i dalam hatinya, dia tahu bahwa tidak ada pe
benaknya, perasaan bersalah dan kerinduan berperang, menciptakan ketegangan yang membuatnya tidak bisa ti
nya. Dia harus memutuskan apa yang lebih penting: cinta yang tulus
gun lebih awal untuk mempersiapkan sarapan. Dika sudah berangkat ke kantor, meninggalkan catatan kecil di meja m
yang sempurna, namun kosong. Dalam benaknya, dia tidak bisa berhenti memikirkan pertemuan dengan Rizal yang direncanakan
r, ia langsung berharap itu adalah pesan dari Rizal. Namun, tidak ada yang masuk. Keberatan dalam
lu? Aku akan menunggu."* Sarita merasakan jantungnya berdebar kencang. Seolah ada m
menjadi keputusan yang berbahaya, tetapi rasa ingin tahunya mengalahkan semua kekhawatira
kin mendekatkan dirinya kepada Rizal, dan ia merasakan campuran rasa gembira dan takut. Apa yang ak
h harapan. Begitu melihatnya, senyum cerah menghiasi wajah Rizal. Sarita merasakan jantungnya
nyambutnya. Dia tampak sama seperti yang Sarita ingat-se
encoba mengeluarkan senyum mesk
lalu, ke saat-saat di mana hanya ada mereka berdua dan dunia di sekeliling tidak ada artinya. Perc
dengan tulus. "Kadang aku berpikir tentang bagaiman
yang hampir keluar. "Aku juga, Rizal. Tapi, hidupku
zal dengan tatapan serius, lang
tegangan di dalam dirinya. "Aku tidak tahu," jawabnya pelan. "T
angan Sarita. Sentuhannya hangat dan membuat jantung Sarita berdegup kencang.
, pekerja keras yang selalu ada untuk keluarganya, muncul dalam pikirannya. "T
isa membuatmu merasa hidup seperti aku?" tanyanya dengan nada menyentu
dari Rizal mengingatkannya pada perasaan yang telah lama terpendam. Mereka tertawa, berbagi kenangan dan h
rgi, Rizal menariknya ke dalam pelukan hangatnya. "Kita tidak perlu terburu-buru. Mar
a sesederhana itu dan sekaligus sekompleks itu? Dia tahu bahwa perasaannya terhadap Rizal adalah kebahagiaan y
mata penuh cinta, dan semua perasaannya terhimpun menjadi satu: dia tidak ingin kehilangan kebaha
lih antara cinta yang membuatnya hidup dan komitmen yang telah ia jaga. Namun, ketika Dika mendeka
ambu