Night Flower
karpet yang menjadi alasnya duduk. Di depannya, seorang pria duduk di atas sebuah kursi be
isa
u-bulu karpet hingga tercabut. Jam dengan model kuno menempel di dinding,
yorot datar pada Raisa yang bersimpuh di depannya. Perempuan itu tak mau menat
ang terlihat menyedihkan itu. Riasan Raisa masih menempel di wajahnya, bahkan bibirnya pun masih sama merahnya seperti
a a
ang perlahan menjalar di rahang. Tangan besar itu menarik dagunya makin tinggi,
pat di mana tangan Raisa bertumpu untuk menahan berat badannya.
nari di sana? Bukannya ak
in? Kamu bekerja untukku, bukan
takan yang tertangkap dalam setiap nada, tapi itulah yang paling menger
l malam ini. Semuanya karena keinginan aku sendiri. Ak
menyenangkan ketika mendengar permohonan penuh keputus asaan dari Raisa.
buat kamu menari di depan b
pan dada. Dia semakin mendekatkan diri pada Giandra,
ance lagi. Bukan, aku nggak akan lakuin apapun tanpa iz
a begitu lembut, halus. Saat dia membawa tagannya ke depan hi
a selama beberapa saat. "Aku su
rum rambut Raisa, Giandra pun membuka matanya. Dia bisa melihat binar senang di netra gelap Ra
aku tidak bisa memaafkan mereka. Rita, dan wanita ya
ta Raisa terbuka lebar, genggaman
tidak deng
mbuat Giandra harus mendongak demi bisa melihat wajahnya. Pria itu
t sangat cantik saat
menolak untuk mengganti topik sebelum suaranya Giandra dengar. Di sini, dia tak punya k
g dirawat di rumah sakit, dia berusaha ganti jadwal atau minta gantian sama yang lain. Tapi nggak ada
a itu hanya menatap wajah cantik itu lamat-lamat, tak berkedip sekalipu
ar di leher pria itu. Sontak Giandra mendongak, memberi ruang bagi tangan Raisa untuk
dra terangkat.
unya, kayak aku yang cuma punya Audy. Alasan Tara kerja di sini juga demi pengobata
menyambut, memberinya pelukan. Tangan besar Giandra melingkari tubuh ramping Rai
tanya Giandra, mendaratkan d
ngan bawa-bawa di
ukan kesalahan, melanggar peraturan yang sudah Giandra cantumkan dalam kontrak panja
ra melarang adanya sentuhan kulit, apalagi sampai pelukan dan ciuman. Namun, seiring berjalannya waktu,
G
an kalau melanggar perintahku. Ke
bergerak-gerak mencari kenyamanan di dada bidang Giandra. Entah sejak kapan, pe
ai kalimatnya. "Saat aku merasa frustasi dan nggak a
tus asa sampai akhirnya mutusin gabung ke Heaven Club. Aku yang bahkan
ari saat pertama kali dia melihat paras cantik itu,
g aku. Sampai akhirnya Audy bisa selamat, bisa bertahan di sisi aku walau kehilan
wajah Raisa akhirnya menangkup rahang perempuan itu. Giandr
tuk kali
a. "Makasih, Gi." Di akhir ucapannya Raisa
Raisa lembut. "Hanya itu?"