KKN di Desa Metanoia
lalu lalang kendaraan yang khas para mahasiswa dengar setiap harinya. Hari kedua telah dimulai, setelah segala kegilaan mereka lewati
sasi mager alias malas gerak adalah hal biasa yang dirasakan orang-orang setiap paginya, orang yang hanya sudah mengetahui rutinitas monoton atau rutinitas
lain di antara tiga wanita yang sebelumnya tidak saling kenal itu. Malam terasa panjang meski lelah meng
n tidak dilakukan secara acak seperti malam tadi, "Vina ... kamu sudah bangun?" Sebuah suar
t dipastikan bahwa yang mengetuk tadi berbisik tepat di depan jendela, "sudah,
t menjadi penyelamat bagi benda itu agar tidak tersangkut. Belum sempat merapikan rambut atau sekadar cuci muka, sudah mendapat panggi
otak kecil berisikan alat mandi. Peralatan yang kemarin siang sudah dilihatnya, jika berbicar
sibuk,
an anting magnet di telinga, anting yang sud
acuh tak acuh sambil mem
idak memberi kesempatan bergerak untuk Vina. Sangat cepat wanita itu bertindak den
enyadari bahwa Erina tidak mengen
pungkas Erina mengaba
a rasa canggung namun juga ada kehendak agar tid
da orang yang belum bangun p
g, soalnya mereka kerja malam," timpal Desry m
ewek," tutur Erina setelah mengamat
s bilang jangan ungkit semua yang sudah kita tahu atau sudah kita bahas semalam. Kita serempet dikit saja, yang penting janga
*
a masih memejamkan mata dengan malas dan satunya mengucek mata sambil menguap. Sedangkan tiga wanita berada di
ya," komentar wanita yang
kemudian kembali bersandar saat si wakil ketua kelompok berdeham, "Hm, malas gimana kak maksudny
untuk orang malas yang dibuktikan langsung oleh Erina. Tapi kean
lang ada yang lebih siang lagi bangunnya karena kerja malam," tutur Er
, "tapi itu wajar dong, kita sudah capek karena malam kerja. Apa salahnya bangun siang kalau malam kita penuh aktivita
kerja malam dan tidur siang," ucap Erina s
ia dengan rambut kribo itu, pria yang se
cepat, tepat sebelum
rihal waktu tidur, "maaf kak ... maaf banget, kakak ke sini mau ngapain?" tan
ri awal menginjakkan kaki di desa ini. Ada banyak perandaian yang terbesit di benak wanita berusia du
desa ini," jawab Erina t
at mendengar suara tinggi, geram, dan deham dari seorang pria. Spontanitas yang dap
rapat kedua bibirnya, dengan salah satu tang
, "bisa ayo bisa," lanjutnya mendapat senyuman kecil Vina, senyum
lahnya lalu dihimpit antara kakinya yang duduk bersila dengan kaki Liona, membiarkan l
a dari masih banyak orang kulit putih. Desa ini juga enggak mau ada listrik karena kita bisa hidup tanpa listrik dari dulu, di sini juga enggak mau ada sinyal atau apapu
engulang sebagian perkataan Erina
ina yang terangkat, sebagai tanda ketidaktahuan wanita itu, "apa sih yang
rian tadi. Durasi yang cukup lumayan untuk seseorang menunduk hanya karena mendengar sesamanya berdeham, d
la desa," jaw
andang, "kenapa di sini orang-orangnya enggak banyak, Kak? Padahal kan sudah ada dari masih banyak orang kulit putih," tan
engangkat kedua bah
i Erina. Tindakan yang jelas tanpa persetujuan kelompo
a tersenyum simpul, menatap Erina dengan tatapan mengintimidasi, begitu