Si Pria Paling Beruntung
sakit dan begitu berdenyut. "Ah, semoga saja setel
an menggunakan waktu satu kali dari sehari masa perjalanan d
hnya, jika pun tak ke kantor, semua itu tak masalah baginya, namun Sa
gitu banyak hal yang ingin ia lakukan. Pembicaraannya dengan sang kekasih semalam
a, memoles wajah dengan make up tipis. "Aku nggak suka berdanda
n mobil silver favoritnya. Saat itu Sandra menyalakan ponsel d
in masuk, dan ini dari nomor yang
di taman pusat
ncah dalam dirinya yang tak sabar untuk bertemu kembali dengan sosok yang baru saja dik
rcaya dirinya sebagai wanita, bahkan juga harga dir
a langsung dengan m
erus larut dalam masalah ini!" Sandra membuang jauh pikiran j
belumnya. Ia turun dan mengunci kembali mobilnya. Tak jauh dari s
menghampiri pria itu. Pakaian yang digunakannya har
lama
g kayaknya kafe yang di sana baru
, disertai dengan sedikit senyum terlihat di bi
mun ia sama sekali tak tersinggung dan malah m
belum tahu sifatku yang ceplas-cep
kmat memenuhi udara, membangkitkan perasaan yang menghirup
duduk, ia malah mengamati
ari tadi Simon sudah
uru? Aku perlu melihat tatanan kafe ini..."
erti Sandra yang sedikit cuek, namun mengingat saat dia
imana denga
saja ak
gecewakan Sandra. "Black coffe, less suga
saja den
as black
a meng
datang segera men
lain?" tanyany
ik Sandra. "Tidak,
nap
ngung mau p
tu biar aku pesan,
enganggu
ndekati pelayan dan berbisik. Se
masih setengah-setengah, aku masih ingin tahu
tang
aktifitas sehari-hari gitu. Aku takut kamu lagi sibu
"Aku nggak kerja, kadang aku hanya melaut. Yah
get nggak makan ikan bakar. Terakhir ak
amu sering ke
an. Asal kamu tahu, setiap hari begitu melelahkan, ak
pa? Bukannya bagus punya pekerjaan tetap.
kamu bukannya nggak punya kerja, melaut juga pekerjaan
ijakinya. "Memang, tapi itu bukan pekerjaan tetap. Itu
sudn
han yang aku maksud itu, gel
u dengan serius, "Ternyata s
an menghening ketika mereka melanjut
ndra membuat
bekerja
dengan kemampuannya. Meski terlahir dari keluarga miskin, ia berniat membangkitkan nama keluar
" Pemuda itu benar-benar bersemangat, dan sudah tak s
menyusut. Simon mencoba bersikap sedatar mu
a bisa tamat kuliah meski ia harus terus bekerja, Simon melaku
rdengar. "Tentu saja ada lowongan, tapi sa
? Jujur, selama ini Simon tak pernah meninggalkan Ibu dan adik perempuanny
aku set
*
ntu komplek perumahan abadi, hal itu menarik perha
seseorang berbicara dari dalam mobil, "Sementara inirat kekecewaan di w
annya memegang selembar cek yang nilainya seratus miliar,
nya. Saat membuka pintu, Ibunya melipat tangannya ke atas dad
lang, bahkan juga nggak kasih kabar lewat telepon, k
ibunya tidak lebih marah lagi, dia mencari akal agar mengura
cara pesta reuni khusus
ut. Aku khawatir nanti di jalan nggak ada bus, kal
laskannya de
alam kamu ti
ir malam itu Ibu dan Ayah mungkin k tidu
r sana ada banyak orang yang mengincar keper4wanan gadis sepertim
u, hatinya malah gelisah karena melanggar nasehat ibunya. "Kenapa masih be
mun melihat putrinya pulang dalam
berbeda, namun Baron adalah seorang pegawai negeri yang bekerja sebagai guru, walau masih golongan rendah, itu cukup lebih bai
i kencaninya, "Tak boleh ketemu sementara? Kenapa? Karena calon tunangan? Tenang Shania, mer
a melirik pada selembar cek sebentar, dan memasukkannya kembal