Di Ujung Penantian.
ita bahwa Babu yang dipanggil adalah dia, dengan t
h nya hingga mengenai tangan nya, tapi Anita tidak memiliki kesempat
ap nya dengan lantang tanpa memikirkan suara
dimasak, pengalaman nya hidup dengan keluarga nya membuat dia mandiri dan bis
nan ada di meja kemudian ibu dan anak itu langsung memasukan nasi kedalam piring dan dengan polosnya Anita juga ikutan mengambil nasi dan memasukan nya kedalam piring, dia berusaha
n nya bertambah karna melihat kejadian itu, Romlah langsung mengambil sapu kemudian memukuli kaki Anita dengan sapu itu sampai beberapa kali, setel
ah berkata begitu dia duduk di kursi dan melanjutkan makan nya
ya padahal mereka seumuran dan Anita merasa takdir nya terlalu kejam, tapi
s nya dan dia berusaha menyelesaikan semua tugas nya tepa
meja makan dan dengan ragu Anita ikutan mengambil piring lalu memasukan nasi kedalam s
biasakan makan dan minum dengan piring dan gelas yang sama
tu Romlah menggeledah isi lemari dan
apa
piring plastik dengan kondisi sangat jelek dan patah di bagian salah satu sisi nya, setelah itu Romlah menyalin nasi yang ada dalam piring yang tadi sebelum nya milik Anita, kemudian Romlah menyerahkan pirin
idak ada tambahan lauk apalagi sayur, dia pun berdo'a sebelum makan d
cuci piring sambil mencuri-curi memakan sisa ikan bekas majikan nya
sa dingin itu demi menyelesaikan tugas nya untuk mencuci mobil tu
rniat mau berbaring karna merasa sangat lelah, tapi 5 menit kemudian datang Romlah dengan membawa banyak pakaian d
ony
ampai rapi, terutama baju tuan harus kamu setrika dengan
emah karna dia sudah merasa sangat
ju tuan nya bolong, Anita terbangun ketika hidung nya mencium bau hangus, dia sangat terkejut karna ternyata baju yang dia setrika bolong, Anita pun menangis karna dia merasa sangat t
e wajah Anita dan dengan terkejut Anita pun bangun dari tidur nya sambil melihat ke sekeliling kamar dan mata Romlah langsung tertuju pada baju su
kerja ata
idak sengaja," sahut
ng gajih kamu untuk mengganti rugi baju ini."
ejalkan baju itu kemulu
n Anita yang masih menangis, tapi Anita tidak punya waktu untuk meratapi nasib
ai datang, tapi Anita yang masih takut tidak berani meminta sarapan