Aqnessia
urnya, memposisikan tubuhnya supaya duduk di tepi ranjang. Ta
ustasi Aqnes membuat dirinya mabuk. Tapi dia melakukannya di apartment. Dia hanya sendirian. Jika ia mabuk di bar, bisa saja seseor
, aku tidak mungkin bert
m di atas nakas. Jam itu masih menunjukkan puku
membersihkan diri. Aqnes berusaha menyingkirkan aroma minuman
akaiannya. Ia bergegas karena ingi
panjang, Aqnes pergi menenteng tasnya yang b
erempuan dua puluh tahun itu mengendarai mobilnya
, ia bisa melihat keadaan sekitar. Ia merasa tenang dengan keadaan yang tidak terlalu berisik. Namun tidak juga kesep
qn
melihat sosok pria berdiri di depannya. Wajahnya tampak kusut. T
enapa tidak menjawabnya?"
ngan mengedikkan bahunya acuh. "Aku
di depan Aqnes tanpa meminta ijin lebih dulu. Hal itu membuat Aqnes meng
kali. Tapi sama sekali tidak berhasil." Pria itu m
sesuatu. Ya. Dia baru memb
adi tunangan adiknya, Aqnes menjadi malas berhubungan dengan pria itu. Lagipula, sampai
gkhawati
nis. "Sungguh kony
ia mengkhawatirkan perempuan itu? Bagaimana pun juga Aldef masih memiliki sedikit kepedulian padanya.
merebut tunangan adikku
limat penyesalan. Aldef pun tak akan lupa tindakan nekatnya yang
g jika mereka melihat aku masih bersam
membuat Aldef berhenti menemuinya. Aqnes tidak ingin semakin terkena masalah. Dia sudah muak disangkutp
nya sendiri. Tanpa kembali melirik semua
a. Dia tidak akan menaruh dendam. Hanya saja Aqnes berharap, ke depannya ia
yerah. Setelah dapat mencerna semua ucapan manta
rdiri di depan meja kasir, mengubah pesananny
a merasa tidak perlu untuk saling menjauh. Selagi antara ia dan Aqnes tidak terlibat asmara yang b
h pria itu masih belum mengerti jika kehadirannya di dekat Aqnes bisa men
asih t
an," tegas Aqnes.
pesanannya, lalu bergega
qn
Aqnes merutuki kekeraskepalaan Aldef y
amu tidak bisa seenaknya saja
ukan persetujuan Aldef untuk mengambil langkah dalam hidupnya. Mereka
qn
itu dengan cepat. Rasanya dia ingin segera meninggalkan te
kan. Tentang malam dimana pria itu memilih mengakhiri hubungan mereka.
ia? Haruskah
k hidupnya dirampas penuh oleh orang asing yang menyusup ke dalam keluargan
Aldef mengetuk kaca mobil Aqnes. Suaranya
aannya keluar dari area parkir. Dia meninggalkan Alde
qn
an emosi. Meski tahu Aldef tidak akan bisa mendengarnya, ia te
takan omong kosong. Tidak bisakah ia pergi saja? Lalu bersikap tak peduli padanya. Sungguh, Aqnes tidak membutuhkan secuil
ri Aqnes mengetuk ringan kemudinya. Dia berpikir sembari menggi