SEMURNI CINTA FATIMAH
ryadi itu sudah terkenal sebagai preman pasar yang acap kali memalak para pedagang. Banyak yang membencinya tanpa berani melawan. Karyadi dikenal kebal
buah di pasar, datang segerombolan preman penagih utang. Karyadi memang memiliki banyak utang di man
menyergapnya dari berbagai arah. Setelah berkelahi dengan permainan yang tak seimba
ih kabur ke rumahnya sendiri. Lokasi kediamannya sudah pasti
rapat-rapat dan menggeledah isi lemari usangnya. Matanya mencari-cari sesuatu yang lupa dibawanya hari itu. Se
-satunya yang berada di kamar itu. Pria paruh baya itu meninju pintu kaca lemari hingga retak. Ia merasa seseorang mungkin telah mengambil
uh kekar dan berwajah sangar menyergap dan menggeledah rumahnya. Setiap ruang diperiksa. Hingga
i dengan mudah. Lenari tempat ia bersembunyi sama sekali tak terkunci, pria itu hanya menahannya dari dalam. Tapi ototnya yang melemah karena kehabisan tenaga dan hampir sesak napas sebab
uga sebagai ketua, menyunggingkan senyum penuh kelicikan. Kedua bocah ingusan itu ikut diringkusnya. Dibawa b
ang ayah. Isi otaknya langsung dipenuhi berbagai asumsi. Sebagai orang yang bisa disebut
umah. Dilihatnya sang istri menangis dan meronta-ronta. Memohon pada para prema
nar kedua mata perempuan yang ia nikahi puluhan tahun silam itu, ia bisa melihat kasih sayang dan ketulusan. Sungguh, penyesalan mulai terdetik dalam hatinya. Ked
kan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik
*
ah beberapa menit teko berbunyi, tapi Bu Hayati yang sedang mengiris sayuran sambil melamun itu tak menggubrisnya. Bu
pundak Bu hayati, sontak wanita paruh baya it
Ada apa?" Bu H
ri tadi teko siul itu berbunyi loh. Tapi nggak ada y
saja Bu Hayati berbalik hendak mematikan kompor, dilihatnya api k
ggelengkan kepala, perempuan itu memang begitu peka. Ia
an juga saudara sesama muslim." Bu Rahma menepuk halus pundak Bu Hayati. Bu Hayati tertunduk
angis hingga reda dan menunggu hingga
*
a bermalam bersama para preman itu. Entah apa yang sudah diperbuat para preman itu terhadap adik-adik kesayangannya. Dala
Gadis itu biasanya begitu antusias menyimak materi. Mahasiswi peraih beasiswa berpres
perubahan sikap Rayhana di mobil nanti. Gadis itu sementara wakt
*
masih duduk di bangku sekolah dasar. Apa perlu hubungi polisi, begitu pikirnya saat itu."Kita lapor
lisi jika tidak ingin suami dan anak-anakku kenapa-na
ma Salamah yang sedang menonton
itu bertanya sambil merangkul bahu Bu Hayati. Wanita itu mengelus lembut pundak bu Hayati seolah ingin m
kronologi kejadian suami dan anak-anak Bu Hayati ketika dibawa paksa oleh prema
tindakan. Kita perlu melapor pada yang berwajib," saran Umm
or ke polisi, Nyonya." Bu Hayati masih terisak-isak. Hatinya belum mer
kami. Saya rasa para preman itu tidak akan tahu menahu
h. Sungguh ia tak dapat be
menunggu Rifqan di taman kampus yang berdekatan dengan park
da desir yang bergejolak tiap ia berpapasan dengan pemuda tampan ini. Namun gadis itu selalu berusaha unt
enentu. Ia merasakan sesuatu yang entah apa setiap kali berhadapan dengan Rayhana
rcakapan dengan pertanyaan yang menggelayuti pikirannya ketika mereka berjalan beriringan men
belum Rifqan menyadari ada air kata yang hampir tumpah. Tapi terlambat, Rifqan sudah menyadari itu karena tatapan matanya tak lepas dari wajah Rayh
pikiranku dulu, Bang? A
akan pintu belakang mobil dan mempersilakan Rayhana masuk. Merasa diperlakukan bak seorang putri oleh Rifqan membangkitkan harapan dan impian
p nanar penuh kesedihan. Sesekali perempuan itu menarik napas untuk menenangkan diri dan relaksasi
*
aduan. Ini sudah malam kedua Karyadi dan kedua an
gannya yang terikat di belakang punggung. Sejak penang
naga. Saking lelahnya mencoba hingga hampir ia menangis. Terlebih ketika mem
uat akan berubah menajdi sosok ayah ya
*