Alkisah Bunga Teratai
a putih dimasukkan dalam celana baru saja keluar dari mobil yang dikendarainya. Di tangan, dia membawa sebuah keranjang berisi buah-buahan segar ya
gang pintu. Bel berdering tiga kali yang bisa didengar dari dalam rumah. Dia hanya menunggu pemilik
ng kelihatan dari balik pintu. Rupa wajahnya hampir seiras dengan lelaki yang mengenakan kemeja putih tersebut. Jika dilih
setelah dipanggil tadi. Dia kemudian mengajukan pertanyaan menge
berbincang-bincang dengannya. "Udah mendingan sih, Kak Kev. Gak terlalu parah juga dibandingkan pagi tadi
kambuh lagi, makanya gue ke sini. Gue khawatir banget," balasnya selagi melangkahkan kaki saat diajak adiknya ke ruang u
elama papa di luar kota. Ngomong-ngomong, kakak ipar gak ikut?" jawabnya yang meminta sang kakak untuk tidak per
sekarang. Pasti sakit 'kan," kelit kakaknya yang memutarbalikkan fakta. Untuk pembicaraan ini,
lahnya dan karena itu kadang-kadang dia tidak bisa berkutik serta mengarang lagi. "Mau gimana lagi, Kak. Aku juga gak ngerti sama penya
ih belum sembuh total," balas Kevin yang menol
inta kakak yang dihormati malah membuat kopi sebagai teman bicara. Sebagai pemilik rumah, dia harus menghormati tamunya sekalip
nggalkan rumah ini sejak lima tahun yang lalu setelah menikah. Mendadak dia merindukan suasana rumah yang dulu dihuni
depan kamera sebelum satu per satu meninggalkan rumah. Potret Kevin dan Devin yang bersebelahan dan m
ng. Secepat kilat juga Kevin mengalihkan pandangan ke asal suara dan mengira-ngira apa yang s
" panggilnya lagi yang ingin memastikan ulang. Namun tetap sama, tidak ada jawaban. Oleh karena i
nya memerah dan terdengar rintihan yang baginya amat sakit untuk diterima. Dia meringkuk seper
inya berseru kaget. Dia bergegas menghampiri sang adik dengan waja
g keluar dari kantung mata. Dia ingin berkata sesuatu kepada Kev
sar untuk bisa ditempati Devin sendirian. Ruang tidur kakaknya juga tidak terlalu besar atau hampir sama dengan
s dari dalam tubuh dan dia tidak mampu bangkit lagi. Keadaannya ben
dan segelas kopi untuk dirinya yang tadi ingin dibuat sang adik. Dia menyajikan minuman itu di atas meja keci
evin yang mengucapkan rasa syukur. Berkat bantuan kaka
kan, tapi lo aja yang ga
r dengan ocehan kakaknya yang mungkin akan bisa didengar setiap
ini, lo gak mau dib
ata kakaknya yang saat ini sedang mengawasi keadaan dengan wajah serius. "Kayaknya bakalan sama aja, Kak. Dokter bil
evin yang kemudian mengembuskan napas dengan lemah. D
r dan roti selai kacang untuk camilan. Dia yang membawa satu kantung plastik ukuran besar di tangan kemudian menuju
uta, dia ingin menyegarkan tubuh dan juga pikiran akibat hanya bisa tidur selama tiga jam. Perumahan temp
arang bawaan ke gantungan motor. Dia juga sempat bertatapan mata dengan
lihat dengan jelas kilasan dirinya bersama gadis itu yang saling menatap tajam. Dia juga melihat m
Sementara itu, Jingga yakin kalau dia adalah salah satu orang yang dilihatnya di mimpi. Dia
! Gue lupa dia bisa baca pikiran gue," gerutunya dalam hati yang ingin melampias
mudian, dia memutar kepalanya ke belakang dan bisa melihat dengan jelas k
yalakan mesin motornya. Dengan satu kali tarikan gas juga, dia
ntuisi. Dia yakin kalau instingnya tidak salah. Dia yakin kalau gadis tadi mengetahui identitasnya, tetapi dengan cepat kehilangan je
*