searchIcon closeIcon
Batalkan
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

kata kata gangster

Tawaran Gila Suamiku

Tawaran Gila Suamiku

Pejantan Tangguh
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
Modern R18+KeluargaCinta segitigaDokterPlayboy
Unduh Buku di App

"Ma, kita tidak lebaran?" tanya Kamal.

Lebaran Idul Fitri tinggal dua hari lagi, tetapi Bu Senia belum mempersiapkan apa-apa.

Senia, wanita paruh baya, wanita yang dipanggil Mama oleh Kamal, tampak menyunggingkan senyumnya yang telaga. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, ada awan kelabu yang bergelantungan di wajah letihnya.

"Maafkan, Mama, Nak," ucap Bu Senia. "Kita mungkin terlambat lebaran. Mudah-mudahan Tuhan kasi kemudahan supaya kita bisa lebaran di hari lebaran Ketupat."

Terjawab sudah kenapa tidak ada kegiatan sama sekali di rumah ini. Sadar akan hal itu, Kamal merogoh sejumlah uang dari sakunya. Sebelum menyerahkannya, Kamal lebih dulu mencium hasil jerih payah yang sejatinya ia kumpulkan untuk biaya sekolah.

"Mudah-mudahan ini cukup," ucap Kamal sambil menyodorkan uang tersebut.

"Ya, Allah, Nak, ini dapat dari mana? Ini bukan dapat dari mencuri, 'kan?" Bu Senia kurang yakin.

"Ya, Allah, Ma ... !" Kamal mendesis sedih. "Itu saya punya hasil jualan daun pisang beberapa hari ini, kasian."

Bu Senia menatap Kamal, mencari kebenaran di sana. Sesaat setelah itu, barulah Bu Senia memeluk Kamal.

"Maafkan, Mama, Nak!" sesal Bu Senia.

"Iya, tidak apa-apa, Ma," balas Kamal dengan nada yang nyaris tidak terdengar bahkan oleh telinganya sendiri.

Setelah itu, selain tangan yang bergetar-getar, mata berkaca-kaca, Bu Senia tak lagi berucap. Begitupula dengan Kamal.

***

Di suatu awal malam, beberapa hari sebelum hari penerimaan siswa baru SMP.

Usai mengusap wajah, mengembang kempiskan dada, dengan jantung berdebar-debar, perlahan Kamal melangkah, menghampiri lapak seorang penjual sepatu. 

Di sini, sekira dua puluhan menit menunggu, barulah Kamal mendapatkan kesempatan. Kamal memulainya dengan memepet, berlindung di belakang pengunjung lainnya. Begitu melihat adanya peluang, sigap Kamal menyambar sepasang sepatu, lalu menyembunyikannya dalam baju di bagian perut, kemudian beredar dengan tergesa-gesa.

"Maling ... ! Anak itu maling!"

"Mana malingnya, mana?"

"Itu, itu ...."

Suara gaduh antara penjual sepatu dan beberapa orang pengunjung, riuh rendah meneriaki Kamal. Akan tetapi, Kamal sudah terlanjur menjauh, dan menyelinap di antara para pengunjung lainnya. Kamal tak tersentuh. 

Ketika suara itu tak lagi terdengar dan yakin tak ada yang membuntuti, Kamal melambankan langkah, dan terus berlaku baik-baik saja. Kemudian, diam-diam ia menjauhi keramaian, dan langsung menuju pulang.

***

Hari pertama masuk sekolah.

Pagi-pagi sekali Kamal sudah bersiap-siap untuk memulai hari pertamanya di SMP Negeri terdekat dari rumahnya.

Kecuali sepasang sepatu yang ia curi di pasar malam berapa malam lalu, semua yang melekat di badannya adalah barang bekas. 

Selain barang bekas, kecuali baju putih yang di atas sakunya ia ganti dengan OSIS SMP, semuanya Kamal dapatkan dari pemberian seorang teman.

Dari celana, topi, dasi, atribut, hingga lokasi sekolah, semuanya Kamal dapatkan dari seseorang yang baru saja lulus SMP. 

Celananya sedikit kedodoran, tapi tidak masalah bagi Kamal. Ia bisa melipat ujungnya hingga sejajar dengan mata kaki. 

Satu yang belum ia punyai, yakni tas sekolah. Kamal tidak mengkhiraukan itu, sebab pagi ini Kamal merasa sangat beruntung, bisa melanjutkan sekolah meskipun dengan segala keterbatasan.

"Mal? Mau ke mana, Nak?" Bu Senia sambil menatap Kamal dari ujung kaki sampai ujung rambut. Raut heran terpampang jelas di wajah Bu Senia.

"Sekolah, Ma!" jawab Kamal dengan tenang. "Saya diterima di SMP X," tambahnya sambil meraih, lalu mengecup punggung tangan Bu Senia. Bu Senia diam saja.

Setelah itu, Kamal beredar mencari Pak Rajimin. Kamal mendapati Pak Rajimin tengah duduk di pintu belakang, membuang tatapan ke luar rumah.

Pagi-pagi Bapak sudah melamun? Ragu, tetapi pada akhirnya Kamal memberanikan diri menghampiri Pak Rajimin.

Pada Pak Rajimin, Kamal melakukan hal yang sama sebagaimana yang ia lakukan pada Bu Senia. Sayangnya, Pak Rajimin tidak menggubris salaman Kamal.

Setelah itu, barulah Kamal beredar menuju pohon pisang yang berada di samping rumah, mengambil sepatu yang ia sembunyikan di situ. Demi keamanan, Kamal tidak langsung memakainya, tetapi hanya menentengnya. Beberapa puluh meter sebelum gerbang sekolah, barulah Kamal mengenakan sepatu tersebut.

Saat sepatunya sudah ia kenakan, Kamal merasa ada yang janggal dengan sepatu ini. Salah satu dari sepatu ini terasa sempit, sangat sempit. 

"Astaga!" desis Kamal. Lalu, diam-diam Kamal melirik ke sekeliling. 

Beruntung hari masih sangat pagi. Belum ada seorang siswa pun yang berada di sekitar sini kecuali Kamal sendiri, sehingga tidak ada yang tahu kecuali Kamal sendiri bahwa sepatu yang ia kenakan ini size-nya selisih dua angka. Yang sebelah kiri size 35, sedangkan yang kanan size 37. 

Pun, selagi tak ada siapa-siapa yang melihat, segera saja ia pakai semula, lalu berjalan pelan-pelan menuju gerbang sekolah. 

Sekian puluh langkah melangkah, kaki Kamal mulai terasa perih. Akan tetapi, demi tekadnya agar tetap bersekolah, ia tahan-tahan. Kamal bisa sejauh ini, itu semua berkat tekadnya yang baja.

Karena ketidakadaan biaya, Pak Rajimin yang hanya seorang lelaki pincang tanpa pekerjaan yang jelas, sudah sejak lama mewanti-wanti agar Kamal tidak bermimpi yang aneh-aneh.

Menurut Pak Rajimin, keinginan Kamal untuk tetap bersekolah adalah keinginan yang tidak sesuai dengan kondisi perekonomian keluarga.

Sedangkan Bu Senia yang hanya seorang ibu rumah tangga, yang terkadang jadi kuli rumput di ladang orang, sebenarnya meminta Kamal untuk istirahat satu tahun. Setelah itu, barulah Kamal kembali melanjutkan sekolah.

Semuanya sudah berlangsung, Kamal tidak ingin lagi menoleh ke belakang.

****

Penyambutan siswa baru.

Bersama ratusan siswa baru lainnya, Kamal berhimpun di aula sekolah.

Baca Sekarang
I'm Not a Gangster

I'm Not a Gangster

Ksatria Harabu
"Cita-citaku, saya ingin menjadi seorang Bodyguard!" Dia hanya seorang anak desa yang lari ke kota karena suatu keterpaksaan. Di kota, dia tidak pernah bermimpi akan terlibat dalam dunia bawah tanah, apalagi sampai disebut Gangster. Akan tetapi, seperti kata orang, ucapan itu adalah doa, suka tida
Lebih R18+KriminalKehamilanHubungan rahasiaPria Sejati
Unduh Buku di App
Yuk, baca di Bakisah!
Buka
close button

kata kata gangster

Temukan buku-buku yang berkaitan dengan kata kata gangster di Bakisah