/0/22082/coverorgin.jpg?v=ad2b0922cd8b095696d41f8ce878db88&imageMogr2/format/webp)
“Berengsek! Berani-beraninya lo sentuh gue!”
Satu tamparan dilayangkan Indira pada Gio. Playboy di sekolah Indira yang sudah mengambil kesempatan untuk meremas salah satu bagian tubuhnya yang menggoda di bawah pinggul.
Dirinya terlalu larut dalam hentakan musik di klub. Bahkan, ingar bingar tadi yang sempat mememakakan telinga, kini berhenti dan dirinya bersama pria berengsek itu mulai menjadi objek pandangan mereka semua.
Tidak sedikit dari para pria di sekitar mereka mulai mengolok Gio yang masih memegang pipi kanannya setelah mendapatkan tamparan keras dari perempuan bertubuh semampai dengan rambut sedikit ikalnya. Bola mata dengan manik hitam itu terlalu menggoda pria lain untuk menatapnya lebih lama dan berfantasi liar saat pandangan mereka semakin turun menuju bibir ranum seksi itu.
Usianya masih terbilang muda, tapi sudah mampu menarik perhatian pria sepertinya. Tubuh indah dengan tinggi 168 senti. Cukup ideal bagi perempuan Asia.
“Aduh, bro ... sakit, ya?” ejek salah satu suara yang sudah membuat Indira dan Gio berada dalam satu lingkaran. Menjadi tontonan gratis untuk mereka.
Gio mengetatkan rahangnya saat semakin banyak para pria mengejek dirinya dan merangkum dalam satu suara jika dirinya terlalu mudah dipermalukan oleh seorang perempuan.
“Dia udah apain lo, Ra?!” panik Naomi, perempuan mungil itu mendekati sahabatnya yang masih menatap tajam Gio yang memandangnya lekat, masih memegang pipi.
Indira menunjuk dengan tatapan tajam pada Gio, mengarah pada wajah pria playboy itu dan mengatakan, “Dia sudah berani sentuh tubuh gue. Mengambil kesempatan dalam kesempitan saat kita terlalu asik mengikuti suara musik dari dj,” ungkapnya.
Kemudian, tanpa diduga, Indira melayangkan tamparan di pipi lainnya yang langsung membuat mereka semua terperangah.
“Itu karena lo menganggap mudah perempuan lain bisa terangsang sama lo! Tapi nggak akan pernah berlaku buat gue, berengsek!”
Penutupnya, Indira sudah menginjak kaki Gio membuat pria itu semakin merintih sakit dan tidak bisa berbuat apa pun. Ia mengepalkan tangannya melihat Indira berlalu, izin pada sahabatnya ke arah toilet.
‘Lo pikir diri lo siapa sampai bisa mempermalukan gue, ha? Mari kita lihat apa yang bisa lo lakukan saat nggak ada satupun orang yang bisa menonton aksi gue untuk bersikap tidak senonoh pada lo, Indira Aubrey.’
Senyum licik terpatri di wajah Gio Daniel. Pria bertubuh tinggi, pemain basket dan menjabat sebagai Kapten tapi memiliki sikap bad boy dan sangat sering berganti kekasih. Sayangnya, Indira belum bisa ia taklukan. Perempuan itu sepertinya tidak pernah menargetkan dirinya untuk menjadi kekasihnya. Karena Indira pun terkenal sebagai playgirl.
Ia suka bergonta ganti kekasih.
Perempuan itu membasuh dengan perasaan kesal wajahnya. Menatap lamat-lamat cermin wastafel di toilet perempuan dan mengetatkan rahang saat bayangan dan sentuhan tangan nakal Gio bermain di sana.
Untung ia segera sadar. Dirinya memang sangat sensitif dengan sentuhan pria. Ia masih harus melindungi diri meskipun Indira sadar ia sering melanggar perintah orangtuanya yang terlalu memaksa dirinya untuk tinggal di rumah tanpa menjadi seorang perempuan pembangkang.
Ia meringis pelan. Menyesali dalam hati saat inilah perlakuan yang harus dirinya terima. Terutama pergi dari rumah tanpa sepengetahuan orangtuanya.
“Sebaiknya gue pulang lebih cepat atau orangtua gue bakal sadar anak gadisnya nggak ada di rumah,” cetusnya sudah bergidik ngeri jika Mama tersayangkan akan ‘meledak-ledak’.
“Dicubit aja sakit, apalagi dimaki,” lanjutnya tidak sanggup mendapatkan rentetan nasehat sepanjang jalan tol.
Namun, saat ia sudah berjalan keluar toilet, ia menjerit dan tubuhnya di dorong kasar ke dinding. Ia meringis sakit dan nyaris merasa remuk. Tapi, saat matanya terbuka, ia membeliak, mendapati Gio sudah mengungkung tubuhnya.
“Halo, Cantik ...”
“Sudah puas mempermalukan gue yang terlihat nggak berkutik tadi? Puas menginjak harga diri gue?” seringainya pun semakin puas mendapati Indira berontak, melepaskan diri tapi ia sudah menekan tubuh bagian depan, menahan Indira agar tidak kabur.
Ia menahan kedua tangan Indira di sisi tubuh perempuan itu.
“Lepaskan tangan gue, berengsek! Seharusnya sudah cukup gue mempermalukan lo! Nggak usah diulang lagi atau lo bakal malu!” sungutnya menatap tajam Gio yang kini tersenyum penuh arti padanya.
“Lupa jika ingar bingar itu terlalu berisik di area depan? Sedangkan kita berada di koridor toilet yang sepi.” Ia semakin suka melihat wajah pucat Indira.
/0/6826/coverorgin.jpg?v=4ce79a0298017204174ec02704e3f198&imageMogr2/format/webp)
/0/14599/coverorgin.jpg?v=846c041a05a75fa3ac2960e72be51fe1&imageMogr2/format/webp)
/0/5566/coverorgin.jpg?v=eda28ddf2e54c902b5f48eb306270d51&imageMogr2/format/webp)
/0/2765/coverorgin.jpg?v=73c87851898f3527cba598cd0d6fce68&imageMogr2/format/webp)
/0/5332/coverorgin.jpg?v=af9356c8a7be30b3b214b392913c743b&imageMogr2/format/webp)
/0/4508/coverorgin.jpg?v=3f1d61d85694c58aa544c0c81f79d567&imageMogr2/format/webp)
/0/4094/coverorgin.jpg?v=fdd247ab793375dbb7aef70f0a98278f&imageMogr2/format/webp)
/0/10495/coverorgin.jpg?v=1449a8daae9332c4a6702c057be900f7&imageMogr2/format/webp)
/0/2354/coverorgin.jpg?v=68083db55120801dd4a1daf89d10da2c&imageMogr2/format/webp)
/0/16004/coverorgin.jpg?v=6ff6a05fa13e34e8c328a79be51aea13&imageMogr2/format/webp)
/0/20364/coverorgin.jpg?v=60cce906eb063103581e7133cb34449c&imageMogr2/format/webp)
/0/18254/coverorgin.jpg?v=f31ad8ac78a983a4b3dab67fe7f825d9&imageMogr2/format/webp)
/0/7569/coverorgin.jpg?v=bb66f6372061bc3eb633cdfa753c6705&imageMogr2/format/webp)
/0/21583/coverorgin.jpg?v=206bfe6cec28a771f00fdda1305dd1e1&imageMogr2/format/webp)