/0/23599/coverorgin.jpg?v=ed918f85207337f1a3fe2e5fd61a4091&imageMogr2/format/webp)
"Nona Fernanda, kami datang untuk menjemput Anda pulang."
Fernanda Morgan mengamati rombongan pria berjas rapi yang berdiri di hadapannya.
"Orang tua Anda telah mencari Anda selama bertahun-tahun tanpa lelah. Setelah mengetahui keberadaan Anda, mereka segera mengutus kami untuk menjemput Anda pulang," ucap seorang pria, yang tampaknya merupakan seorang kepala pelayan sambil tersenyum hangat. "Keluarga Harper sangat menantikan kepulangan Anda. Begitu pulang, Anda akan bertunangan dengan Pak Bobby!"
"Baiklah. Kalau begitu, ayo berangkat," ucap Fernanda sambil mengangguk pelan.
Setelah mengumpulkan barang-barangnya yang telah dikemas, dia masuk ke dalam mobil.
Perjalanan dari Kota Zhota, yang terletak di pelosok menuju Kota Esaham akan memakan waktu panjang, sedikitnya dua hari dengan mobil.
Saat senja menyelimuti langit, mereka tiba di kota kecil lain. Menemukan sebuah motel yang cukup layak, sang kepala pelayan mengusulkan agar mereka menginap semalam di sana.
Terletak di ujung lorong lantai dua dengan nomor kamar 201, bisa dikatakan kamar Fernanda merupakan kamar terbaik di motel itu. Sang kepala pelayan dan rombongan lain memilih untuk tetap berada di lantai bawah.
Malam itu begitu gerah dan kering, membuat AC tua di ruangan itu menjadi tidak berguna. Fernanda membuka jendela untuk mengundang angin sepoi-sepoi yang sejuk dan menyebabkan tirai menari lembut di udara malam.
Baru saja mandi, dia meredupkan lampu dan naik ke atas ranjang untuk tidur malam.
Saat nyaris tertidur lelap, dia terbangun karena suara keributan di luar.
Suara berikutnya di jendela menyadarkannya sepenuhnya. Saat dia bangkit berdiri, sesosok bayangan menerobos masuk dan melompat ke atas ranjangnya.
Dia merasakan sentuhan dingin dari sebilah pisau yang menempel di lehernya dan diikuti dengan suara yang rendah dan mengancam, "Jangan bergerak."
Tidak bisa bergerak, tubuh Fernanda menegang karena ketakutan.
Samar-samar, tercium bau darah yang amis dari lengan baju pria itu, yang mengingatkannya betapa bahayanya pria itu. Petunjuk ini memperingatkannya bahwa dia tidak boleh berbuat macam-macam dengan pria ini.
Di luar, keributan semakin parah. Tidak lama kemudian, suara ketukan yang kencang terdengar di depan pintu, diikuti dengan suara kasar bertanya, "Apa ada orang di dalam?! Cepat buka pintunya!"
Saat suara itu masih bergema, pisau di leher Fernanda menekan lebih dalam lagi.
Pria itu berkata memperingatkan dengan suara dingin, "Singkirkan mereka atau kamu akan mati."
Tangan kanan pria itu menahan pinggangnya, sedangkan tangan yang lain terus menodongkan pisau ke tenggorokannya.
Dilihat dari cengkeraman yang kuat dan gerakan yang penuh perhitungan, Fernanda menyadari bahwa pria ini tidak sedang bercanda.
Dalam keadaan terpojok, dia terpaksa menuruti permintaan pria itu.
Fernanda meyakinkan pria itu dengan suara lembut, "Oke, semuanya akan baik-baik saja."
Karena tidak ada jawaban dari dalam, orang yang baru saja mengetuk pintu menggunakan kunci utama untuk membuka pintu dan menyerbu masuk.
Mendengar suara itu, pria itu melepas kaus Fernanda yang longgar, lalu menariknya ke atas pangkuannya, memeluknya, dan memaksanya untuk mengangkanginya saat dia mengubah posisi.
Tepat pada saat itu, pintu terbuka lebar dan seberkas cahaya senter menyinari ruangan.
Merasa panik, Fernanda menjerit dan buru-buru membungkuk di atas pria itu agar tidak terlihat oleh orang-orang yang menerobos masuk itu.
/0/22952/coverorgin.jpg?v=f2a0a4600973c44cd64e979bea8f7592&imageMogr2/format/webp)