Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
22
Penayangan
2
Bab

Pernikahan adalah hal terindah dalam hidup dan permulaan kehidupan baru. Retakan kaca, tidak bisa disatukan, meski diperbaiki serapi mungkin. Akan menyisakan bekas yang 'tak pernah terlihat sempurna. Begitulah yang dirasakan Zhang xi guan, seorang CEO Hotel XiRen. Harus merasakan luka yang 'tak bisa disembuhkan. Pernikahannya, membuat sebuah sayatan di lubuk hati Jing xi. Seorang gadis muda yang ceria, menjadi dingin--- sedingin embun pagi. Jing xi, harus menikah dengan Zhang xi guan pemilik Hotel di mana ayahnya bekerja. Lantaran sang ayah, tidak bisa membayar hutang. Dia menjadi pertukaran bisnis oleh sang ayah. Menikahi seorang pria yang dingin nan kelam. Sayangnya, pernikahan itu tidak berlangsung lama, setelah Jing xi keguguran. Menyebabkan mentalnya terganggu, memutuskan pergi dari rumah. Benar-benar bernasib malang. Jing xi mengalami kecelakan, yang merenggut ingatan. Kini, seperti orang lahiran baru, tidak mengingat siapapun. Zhang xi guan mengetahui itu semua, tetap diam dan melepas kepergiannya. Guna menyembunyikan luka, di antara mereka. Sudah sepantasnya, Jing xi tidak perlu mengingat kejadian buruk, yang terjadi semasa pernikahan. Takdir tidak bisa dihindari, setelah 7 tahun berlalu, mereka dipertemukan di bawah guguran salju musim dingin. Apakah, Zhang xi guan mengulangi kisah cintanya? Itu seperti membuka racun kembali atau melupakan kisah cintanya dan hanya menyimpan sendirian? --- Tidak bisa mengingat wajah, tapi bisa mengingat rasa. --- Happy reading, Kakak...*..* ig: li_liyuliu.

Bab 1 Pernikahan

Langkah kaki begitu berat, rasa takut nan gelisah, menyelimuti hati seorang gadis muda. Dibalut gaun putih bersih, sedikit sentuhan gliter di tiap-tiap ujung gaun. Tidak bisa menolak, maupun kabur. Setelah melangkah maju, dirinya sudah memulai kehidupan baru.

Sepantasnya bila wanita memakai baju pengantin, harus tersenyum gembira. Bahkan, tanpa disuruh--- bibir mengukir senyum seindah kepakan merak. Sungguh berbeda, dari apa yang dibayangkan. Harus menikah, demi membayar hutang sang ayah.

Melirik ke kanan, seorang pria memakai jas hitam legam. Diselipi kemeja putih yang dihiasi dasi hitam, serupa warna jas. Tataan rambut disisir ke belakang, mengkilap tanpa celah. Dada yang menggembung tidak mencolok, menambah kegagahanya. Namun, wajah tidak memunculkan ekspresi apapun. Di hari sakral ini, hati mana yang tidak kecewa? Mulut mana yang bisa tersenyum? Meski tidak mau, tapi tolong hargailah di hari sakral ini. Kedinginannya, sungguh menyesakkan hati Jing xi.

Gadis ini juga 'tak berharap lebih, tahu betul jika berharap lebih. Tidak akan terjadi hal yang diinginkan. Huh! Mengharapkan lelaki di sampingnya, penuh senyum hangat dan rasa saling menghormati. Langsung sirnah, dirinya benar-benar bodoh memikirkan itu! Jangankan mengharapkan dari mempelai pria, yang baru kenal hari ini--- dari kehidupan yang dijalani hampir 19 tahun. Malahan sang ayah sendiri, tidak ada di sisinya. Harapan apa yang berani dipikirkan oleh otak?

---

Saling menghadap, saling mendekat dan menyelesaikan rentetan upacara, dipimpin pembuka agama. Mereka bak robot, mengikuti perintah dari tuannya. Tidak ada seorangpun, selain dari pembuka agama berada di tempat ini, tamu satupun tidak ada.

Jing xi masih bisa tersenyum, setelah menyelesaikan upacara pernikahan. Guna, menghormati pemuka agama. Bibir merah delima, kembali menipis, mengikuti langkah seorang pria yang menjulang tinggi. Merasa, dia sebahu dengan pria ini. Oh tidak! Dia sekarang menjadi suaminya. "Bagaimana aku menjadi istrinya? Bahkan--- ciuman itu dilewatkan begitu saja. Heh! Itu tidak penting tapi ... cincin yang dibawa, masih di dalam kotak merah marun!"

Zhang xi guan, selaku sang suami tidak bisa mendengar perkataannya. Karena Jing xi, hanya bisa bergumam dan menatap punggung lebar nan kokohnya. Menurut penglihatan mata hazel gadis ini, tidak menyentuh dia. Bisa merasakan hawa dingin, yang terpancar tidak bisa didekati. Seperti ada benteng penyekat, bagai air dan minyak. Sungguh punggungnya begitu lebar, memang dia memiliki proporsi badan yang bagus.

"Masih bisa bercanda?"

Kata yang dingin nan cepat serta mengejek, Jing xi sesegera mungkin menarik tangan. Tadi, seolah-olah mau menyentuh punggung Zhang xi guan. Mulut kecil mengerucutkan, sisi kekanakannya timbul. Tidak salah dia begitu, dengan usia muda yang harus menikah. Berbeda terhadap Zhang xi guan, memasang wajah papan. Datar dan kaku. Walau cuma beda 3 tahun dari istrinya.

Jing xi mengepal tangan dan memperhatikan Zhang xi guan. Mencoba perkataan manis, "Emmn tidak, aku tadi tidak menyentuhmu! Eee, apa kita mau pulang?"

Wajah polos memenuhi tangkapan mata Xi guan, mulut semakin merapat dan tidak menyahuti perkataan Jing xi. Sepatu kulit hitam, langsung menuju ke dalam mobil. Begitu enggan bertukar kata pada sang istri. Jing xi, hanya bisa membebek kepadanya.

Di dalam mobil cukup hening, tidak ada kata, lagu pun tidak diputar. Hingga, si supir juga membisu. Jing xi yang jiwa penasarannya terus menghantui dirinya. Manik terus-terusan menoleh ke arah Xi guan, mau bertanya, tapi takut. Lirikan itu dibalas dengan putaran mata cepat. Segera tersentak akan tatapan sekejap itu. 'Jika tidak mau melirik, jangan melirik!' batinnya berseru. Netra masih terfokus ke arah Xi guan.

Mengabaikan tatapan Jing xi, gadis muda ini tidak bisa menyembunyikan ketertarikannya. Kelekukan rahang yang sangat jelas tercetak meruncing. Diam-diam ,curi-curi pandang. Menempuh jarak 'tak terlalu jauh, mereka tiba di rumah pribadi Xi guan. Keluasan dan kemegahan bangunan ini, tidak bisa diragukan. Warna putih melapisi bagian dalam, di luarnya diberi nuansa gold. Balkon yang besar dan tinggi, pagar yang cantik di ukiri bunga. Pilar sebesar pohon kelapa menjulang tinggi. Berwarna putih, ada garis berwarna emas lurus ke atas. Bagian tengah, sentuhan ukiran yang rumit, tapi cantik. Sampai-sampai, Jing xi melongo melihat--- ini rumah atau istana?

"Maaf Nyonya, silakan turun, Tuan Muda sudah turun!"

Untung saja pak sopir menyadarkan cepat, atas kekagumannya. Menganggut dan meminta maaf. Berjalan keluar, sedikit kesusahan, ujung gaun menyapu lantai. "Kapan dia turun? Tidak mengajakku! 'Kan ini ribet," omelan kecil. Bisa-bisanya, malah terpukau rumahnya. Mencoba secepat mungkin, masuk ke dalam.

Dia adalah gadis ceria dan tangguh. Mengalami nasib begini, masih bisa tersenyum dan menguatkan hati. Dirinya rapuh, siapa yang akan menolong? Tentu saja, itu diri sendiri. Jalan menuju gerbang ke pintu lumayan jauh. Kaki benar-benar pegal, bertumpu di hak yang tingginya 7 cm.

"Aaah~"

Hembusan napas, diikuti keluhan yang didapat, berjalan dari gerbang ke pintu. Ini benar-benar gila, dibandingkan rumahnya. Bisa dilahap oleh rumah besar nan megah ini. Mata Jing xi masih merapat, menikmati sedetik udara segar di tutupan pintu. Kembali membuka mata, manik melebar menampak ke depan. Pegangan sepatu terlepas dari kedua tangan, tidak nyaman berjalan menggunakan sepatu berhak. Di lepas tepat depan pintu, tidak tahan lagi.

Mulut mungil terbuka lebar, serasa pupil mulai ternodai. "Cepat bersihkan diri. Lantas, naik ke atas," suaranya begitu kecil. Namun, memiliki nada memerintah, Jing xi membisu menikmati dada yang sedikit terbuka Dia-dia, melepas jas, menyisakan kemeja tanpa kancing. Di balik kelap-kelip kemeja putih, bisa mengintip ada gradasi bak polisi tidur berbaris dari atas perut hingga di ulu hati. Kalau dihitung, mungkin ada 7 lipatan, hah! Baru membayangkan saja dag-dig-dug-ser! Aliran napas terganggu, darah dipacu naik, cuma kali ini menyaksikan bagian dalam tubuh pria. Dari usianya yang 19 tahun, dulunya tidak punya pacar!

"Ba-baik."

Suara Jing xi, tenggelam di balikan badan Xi guan yang semakin menjauh. Deburan napas tertahan gadis ini, keluar dengan paksa. Membuat suara napas yang cukup didengar oleh Xi guan. Pria ini meninjau ke bawah, sedikit lirikan ke belakang, hanya dagunya Sedetik lagi, menarik dagu dan terus menaiki anak tangga. Ada guratan senyum kecil, di bibirnya.

Sementara Jing xi semakin mematung, darahnya naik ke wajah, berkumpul di otak. "Apa-apa? Tunggu apa aku dan dia ... dia ..." tampaknya. Tidak bisa melanjutkan perkataan. Bibir telah menumbuhkan senyum, yang tidak bisa ditahan. Memang awal mula membenci pernikahan. Semakin sering melihat pria yang disampingnya itu. Malah mulai menyukai. Bohong, bagi Jing xi tidak terpana akan ketampanan Xi guan. Ditambah bulu mata hitamnya.

Benar-benar terpana akan rahang tegas dan bola mata hitam pekat. Mengambil waktu, mulai bergegas ke atas. Menelusuri setiap anak tangga, setiba di pintu hitam, bergagang warna emas. Napas naik turun, tangan berkeringat, gugup. Satu sisi mendambakan cinta dari orang lain. Mau bagaimana lagi, ayahnya tidak terlalu memperhatikan. Walau begitu, Jing xi selalu berbuat baik kepada sang ayah, guna mendapatkan kata 'pujian.' Permintaan kecil itu--- sulit didapatkan, kata 'manis' sangat jarang keluar dari mulut ayahnya. Sampai di waktu ini pun, masih menjadi putri yang baik. Sekarang, harus menjadi istri yang baik.

---

"Haaah, kenapa aku gugup? Aku pikir pernikahan ini tidaklah buruk! Dia kaya terus tampan, apa yang aku sesali? Menangis? Tidak ada hasilnya, aku bukan putri duyung! Ayo, Jing xi kamu pasti bisa!" Menguatkan diri, sebelum membuka pintu hitam. Entah apa yang menunggu di dalam sana. Tangan ramping, dihiasi cat kuku berwarna stroberi yang cantik nan manis. Mulai membuka gagang pintu, kaki kanan melangkah lebih dulu. Memastikan seluruh badan berada di dalam. Membuang napas lega dan membuka mata. 'Tak lupa menutup pintu, amat pelan agar tidak menimbulkan suara bising. Nampaknya, hati kecil membuat suara bising berdegup kencang. Di saat memasuki kamar, sepintas melihat suaminya ada di...*..*

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Liliyuliu

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku