icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Hai Jomblo
5.0
Komentar
233
Penayangan
2
Bab

Adit mengira jika menjadi wanita gampang melepas predikat Jomblo, hidup enak, dan selalu benar. Karena itu dia ingin menjadi wanita. Permintaannya dikabulkan dewa Kucing. Setelah beberapa bulan menjadi wanita, baru dia tahu rasa. Tentu Adit ingin kembali menjadi lelaki, syarat utama untuk itu adalah mencari cinta sejati. Dibantu Kiki dan Iqbal, dia mulai mencari cinta sejati. Sekarang bagaimana Adit menjalani kehidupan baru sebagai wanita? Apa dia mampu mencari cinta sejati?

Bab 1 Awal Perubahan

Malam Minggu kami mengadakan triple date. Aku, Kiki, dan Iqbal mengajak teman gadis pergi nonton film di bioskop.

Setelah hompimpa aku kebagian membeli karcis. Aku mengantri bersama gadis senior, gadis berbadan lekuk kurva dengan paras mirip Miyabi umur dua puluhan.

Dia menarik lengan kemejaku. "Dit, pacarmu nggak marah, ngajak jalan aku?"

"Pacar? Pacar apa? Aku singel kok. Bagaimana denganmu?"

Pipinya memerah, tertunduk kecil. "Aku baru putus dari cowokku Dit, sekitar beberapa minggu yang lalu."

Kasihan. "Rugi dia mutusin kamu. Jarang loh ada cewek lokal wajah mirip bintang film."

"Bintang film? Bintang film apa Dit?"

Alamak, mulutku keceplosan. Bilang bintang film bokep marah nggak ya? "Ituloh, bintang film … uhn, anu, Irish Bella."

Dia tertawa kecil menepuk manja lenganku. "Bisa aja kamu Dit."

Bisalah, Aditya Warman gitu loh. "Sungguh beruntung seorang cowok yang bisa berlabuh ke hatimu." Aku enggak natap yang lain, kecuali netra hitamnya.

Netra itu berbinar cerah, seperti body motor hitam yang baru dishampo pakai kit. Lah, dia malah tertunduk.

"Makasih Dit. Udah sering nge-gombal."

Jujur. "Sering, tapi yang ini bukan gombalan."

Duh pipinya itu loh merona merah seperti buah apel tiongkok, gemesin, ingin nyubit, terus yang punya pipi dikarungin bawa pulang ke kos.

"Adit? Adit UBAYA?" Aduh, suara itu kok kenal ya?

Ketika aku berbalik badan, gadis tomboy menghampiri. Judes raut wajahnya memandang kami bergantian.

"Kamu jahat Dit!" Dia mendorong, memukul, nggak peduli banyak orang menonton. Wajah basah air mata, bibir lengket, sekali lagi pukulan menusuk dada bidangku. "Kamu bilang jomblo, terus siapa dia?" Ujung telunjuk menjorok ke gadis senior di sampingku.

Aku garuk-garuk kepala walau nggak gatel, harus jawab apa? Lah dia juga kenal gadis ini, kan satu kampus. "Ya kan aku emang jomblo, jujur."

Gadis di samping ikut ambil suara, mendorong lenganku. "Dia siapa? Katamu masih singel."

Dua gadis seperti wartawan membombardir pertanyaan. Gara-gara mereka banyak mata memandang kami.

Aku harus menentramkan mereka sekarang juga "Ya emang singel. Dia bukan pacarku, kamu juga bukan."

"Dasar buaya darat!"

Tetiba gadis di depan menampar pipi kananku, terus pipi kiri ditampar gadis lain. Cenat cenut dadakan. Apes banget, emang aku salah apa sampai dapat hadiah besar di depan umum. "Hei ladies, aku salah apa?"

"Dasar playboy!" Lah, kompak mereka ngomong.

Apes banget jalan sama cewek pinginnya nyari senang, malah dapat bingkisan menyan. Jadi cowok tuh serba salah, kalau jujur dibentak, bohong dihajar, kan aku emang singel, nggak nembak cewek manapun. Ya kalau nonton bioskop berdua bukan berarti pacaran. Mereka saja yang kegirangan menginterpretasikan seenak jidat mereka. Dikira kalau kencan sekali, tandanya pacaran.

"Napa lo Dit?" Iqbal datang-datang ngajak, nunjuk-nunjuk pipiku. "Cie Adit tatoan! Ki, liat Ki!"

Kiki datang merangkul cewek. "Tato yang bagus, buat di mana?"

Bagus, lengkap sudah penderitaan malam ini. Aku menghela nafas. "Dahlah, mau pulang. Besok interview kan?" Aku cabut dari sana dan mereka mengikuti.

Interview yang kumaksud adalah pengajuan proposal skripsi. Besok Minggu ditunggu di rumah Dosen.

Iqbal dan Kiki, temanku sejak SMP. Iqbal sepelantaranku, sebagai teman yang baik dia menari-nari di atas bangkai teman, seperti sekarang, walau gagal nonton film bioskop dia punya 'kesenangan' yang lain.

Sementara Kiki lebih tenang, memang pembawaannya seperti itu. Dia tersenyum alakadarnya.

Aku dengar gadis junior yang dia rangkul protes. "Nggak jadi nonton? Harusnya kita berdua saja nggak apa-apa."

"Nonton berdua tidak asik. Lagi pula kasihan dia, baru kena musibah."

Setidaknya Kiki mengerti kapan harus menabur garam, japan harus ikut prihatin.

Sesekali aku menoleh ke belakang, pacar Iqbal mandang Kiki terus. Heh, doakan putus kau Bal, nanti gantian aku yang tertawa lepas.

Kami pulang pakai kendaraan masing-masing. Punya Iqbal motor sport, Kiki mobil mewah, sementara diriku Vespa butut keluaran 1980-an. Gini-gini motor mahal, bukan KW KW.

Kee sokan hari aku mendatangi kediaman Dosen. Wah, rame. Banyak motor parkir di depan rumahnya.

Aku masuk saja. "Permisi, Pak Darsono ada?"

"Ada, tunggu dulu ya."

Antrian panjang, pada mau mengajukan proposal skripsi. Aku sabar menanti. Satu persatu pada masuk lalu keluar. Beberapa baru datang, duduk di sebelah. Mahasiswi jurusan Perdata.

Pak Darson nongol juga ke luar, merenggangkan badan. "Dua kuota lagi, abis ini silahkan ganti dosen lain. Yuk, siapa dulu?"

Aku berdiri karena memang giliranku. Eh, dua Mahasiswi ikut berdiri.

Pak Darson mengamati kami. "Loh, dua saja, ini kenapa bertiga?"

"Aku sama Celin Pak," ucap tuh cewek kaca mata.

"Ya enggak bisa begitu," sahutku. "Kan aku menunggu dari tadi, sementara kalian baru duduk lima menit."

Enggak salah kan aku mempertahankan hak. Adu mulut ya ayo, siapa takut, toh aku benar. Dua lawan satu … bahasa kerennya threesome. Semua keributan berakhir ketika Pak Darsono ikut campur.

"Sudah sudah, kalian berdua masuk. Kanu, cari dosen lain."

Seenak jigong sendiri tuh Dosen. "Loh Pak, saya nunggu dari pagi--"

"Kamu cowok, yang kuat. Ngalah sama cewek." Wajah mesumnya minta di tampol. Supah nih dosen maunya apa? Gelud? Dia tertawa genit menggiring dua Mahasisiwi masuk. Pakai menutup pintu segala.

Lagi-lagi cewek, lagi-lagi cewek. Aku berteriak, "Andai aku jadi cewek, hidupku nggak bakal seperti ini!"

Ada kucing lewat, ngeliatin terus. Entah tuh kucing maunya apa? "Nantangin?" Aku hentakkan kaki, hingga dia kabur.

Beberapa langkah, tuh kucing berhenti, menoleh menghadapku. Sepertinya menyepelekan sekali.

Aku ambil batu. "Aku lempar loh!"

Tetiba asap putih menyelimuti tuh kucing. Ketika asap pergi, kucing ngilang.

Aku mengucek mata. "Aneh bener dah. Tuh kucingnya Boruto apa Sasuke?" Atau kucing Kuntilanak?"

Hii, atut. Buru-buru aku cabut mau balik ke kos. Bisa bahaya kalau ternyata tuh kucing, jelmaan setan.

Badanku panas. Bukan karena sengat matahari, tapi dari dalam. Pas berhenti di depan lampu merah, seorang pengendara di samping menoleh ke arahku.

"Mbak, badannya keluar asep tuh."

"Mbak mata kau! Aku cowok!"

Dia terkekeh. "Ealah Mbak, manis-manis sewot banget."

Aku menepi, merasa lelah, motor ini terasa lebih berat dari biasanya. Dadaku juga abot.Pas kupegang dada ….lah kok empuk? Aku melihat kedua tangan yang sedikit menciut. Pakaianku juga gombor-gombor.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" Aku raba-raba selangkangan. "Loh, botol kecapku mana?"

Angin kencang membuat keseimbanganku oleng, motor jatuh menimpaku. Aku berusaha memberdirikan motor, tapi susah. Sympah berat banget, biasanya juga biasa saja.

Tiba-tiba dari belakang sebuah mobil melesat kencang. Suara klakson menggelegar membuat jantungku nyaris putus.

Aku merem. "Aaa!"

Semua gelap. Semua lenyap. Apa yang terjadi?

****

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku